5.30.2014

Kisah Samuri



From: syauqiyahya@gmail.com

Kisah Samuri

Oleh: Hendri Ma'ruf | 12 July 2013 | 16:45 WIB

Jangan keliru, bukan kisah samurai, tapi Samuri. Samuri sudah 22 tahun menjadi karyawan yang mengurusi pengawasan limbah. Dia mengetes ambang batas limbah Sungai Narogong. Air sungai dialirkan ke dalam kolam di area perusahaan, untuk pengetesan. Kolam dibuat dengan memanfaatkan semen dan pipa bekas milik perusahaan. Maksud hatinya, dia inginmenghias kolam itu denga bola-bola besi bekas yang berserakan di perusahaan.
Maksud hatinya, dia ingin menulis "Kolam Kontrol Limbah I." Dia sudah siapkan lubang-lubang untuk diisi dengan bola besi bekas. Apa daya, seseorang bernama Sobari ketahuan petugas jaga membawa bola-bola besi bekas ke luar areal perusahaan dan ditahan. Entah bagaimana, Samuri turut ditahan. Saat itu November 2011.
Dia menjalani proses hukum di kantor Kepolisian, di Kejaksaan, dan di Pengadilan sendirian. Tak ada orang yang menemani, tak ada seorang pun dari serikat pekerja, tak seorang pun pengacara. Di saat yang sama, istrinya jatuh sakit karena masalah jantung.
Di Pengadilan Negeri Cibinong, Hakim Imanuel Ari Budiharjo dan Hakim Agustina Dyah memimpin sidang perdana yang langsung mendakwa Samuri mencuri bola-bola besi bekas milik perusahaan.
Ketika sidang kedua hendak dilanjutkan, tetapi kedua hakim entah mengapa tak bisa bertugas untuk menyidang Samuri. Maka Hakim ketiga pun dipasang, yaitu Hakim Louise Betti Silitonga. Sendirian saja, Hakim Betti memimpin sidang yang agendanya mendengarkan saksi-saksi.
Ketika putusan tiba waktunya untuk dibacakan, Keputusannya adalah tuntutan 8 bulan oleh Jaksa dipotong oleh Hakim menjadi 4 bulan saja, dipotong tahanan. Karena Samuri sudah menjalani tahanan 3 bulan 1 minggu, maka dia pun menunggu 3 minggu saja sampai dia bebas.
Begitu hari kebebasan tiba, Samuri meninggalkan penjara dan melanjutkan ke rumah sakit, karena kesehatannya turun. Sembuh dari sakitnya, dia pun beranjak ke tempat kerjanya. Dengan lugunya dia mendatangi tempatnya mengabdi selama puluhan tahun. Betapa kagetnya, bahwa dia sebenarnya sudah dipecat.
Corporate Communication Manager tempatnya bekerja, yaitu Diah Sasanawati, mengatakan bahwa Samuri memang telah di-PHK karena yang bersangkutan bersalah melakukan pencurian, sesuai putusan Pengadilan Negri Cibinong. Diah pun menunjuk pada BAP tertanggal 14 Nopember 2011 bahwa Samuri mengakui telah mengambil aset perusahaan berupa bola-bola besi danmengakui telah menjualnya.
Samuri tidak bisa apa-apa. Dia tidak paham hukum. Dia juga tidak tahu bahwa dia harusnya menerima salinan putusan perkaranya. Setelah dia tahu bahwa dia harusnya memperoleh salinan itu, dia pun memintanya. Samuri membawa pulang salinan itu. Bersama keluarganya dia membacanya. Mereka terkaget-kaget membaca salinan itu. Dakwaan dan putusan berbeda. Istrinya marah-marah setelah mengetahui bahwa suaminya dihukum karena mencuri dompet dan telepon genggam sesuai dakwaan dalam salinan itu. Ibunya kaget dan berkata: "Apakah Samuri kurang uang sampai tidak mampu beli telepon genggam." Ibunya langsung sakit.
Diah Sasanawati mengklaim bahwa perusahaan tidak mengetahui bahwa putusan hukuman itu didasarkan atas dakwaan pencurian dompet dan telepon genggam.
Samuri pun mulai mencari keadilan. Dia mendatangi kantor LBH Jakarta, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Komnas HAM. Setelah konsultasi di LBH, Samuri menyusun permohonan Peninjauan Kembali .
Waktu terus berjalan, sampai suatu hari Petugas Pengadilan Negri Cibinong mengunjungi Samuri. Samuri menerima pemberitahuan bahwa Peninjauan Kembali (PK) telah ditolak MA.
Kali ini Komnas HAM membantu dengan menunjuk tiga pengacara. Karena PK sudah ditolak, dan atas saran pengacaranya, dia melaporkan tiga hakim PN Cibinong ke Komisi Yudisial.
Ketua PN Cibinong, Sudjatmiko, membenarkan bahwa tiga hakim dimaksud pernah mengadili Samuri. Tiga hakim itu juga pernah dimintai keterangan oleh Komisi Yudisial. Tetapi, Sudjatmiko mengatakan bahwa dia tidak tahu persis kasus itu karena dia belum bertugas di PN Cibinong.
Menurut Juru Bicara Komisi Yudisial, Asep Rahmat Fajar, ketiga hakim dan pelapor telah dimintai keterangan. Namun, sampai kini, setahun berlalu, Komisi Yudisial belum menggelar rapat pleno untuk membahas kasus tersebut.
By the way, perusahaan tempat kerja Samuri adalah PT Holcim Indonesia.
(Sebuah kisah yang nyata-nyata ada di negri tercinta kita. Kisah yang menunjukkan potret bangsa yang piawai berwacana, yang ahli dan jago, tetapi miskin nurani. Saya hanya mengadaptasi sedikit dari berita yang dimuat harian Kompas 12 Juli 2013)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar