4.12.2014

MEMBACA DAN MENGIKAT ("MENJALIN BERSAMA" DENGAN) BUKU "MUSLIM KOK NYEBELIN?": SEBUAH CONTOH MEMBACA DAN MENULIS BERBASIS KONSTRUKTIVISME DAN KONEKTIVISME


From: hernowo mengikatmakn

MEMBACA DAN MENGIKAT ("MENJALIN BERSAMA" DENGAN) BUKU "MUSLIM KOK NYEBELIN?": SEBUAH CONTOH MEMBACA DAN MENULIS BERBASIS KONSTRUKTIVISME DAN KONEKTIVISME

Oleh Hernowo 



 


Saya baru saja membeli buku Muslim Kok Nyebelin?: Apa Kata Nabi karya Satria Dharma (@satria_igi). Saya mengenal Pak Satria lewat milis IGI (mailing list Ikatan Guru Indonesia). Pak Satria adalah Ketua IGI dan sangat gemar membaca. Menggunakan teori pembelajaran konstruktivisme dan konektivisme untuk membaca dan menulis, saya kemudian dengan mudah "mengaitkan" buku karya Pak Satria tersebut dengan diri saya. Saya pun dengan sangat mudah berhasil "menghubungkan" diri saya dengan materi buku tersebut. Karena Pak Satria gemar membaca (dan saya tahu benar kegemaran membacanya ini), saya percaya bahwa buku karyanya ini berisi materi yang sangat kaya, bernalar, serta ditulis dengan jernih dan tertata.


Keberhasilan saya "mengaitkan" dan "menghubungkan" diri saya dengan buku Pak Satria,Muslim Kok Nyebelin?, membuat saya dengan mudah pula membangkitkan emosi positif ketika ingin mencicipi buku tersebut. Membangun emosi positif di dalam diri sangat penting ketika membaca. Membaca bukan pekerjaan mudah dan ringan. Membaca menuntut kita untuk berpikir dalam tingkat yang paling tinggi. Ketika kita membaca, kita harus menjalani banyak sekali kegiatan berpikir yang rumit. Menurut Tony Buzan, kegiatan berpikir yang rumit ini dapat membebeni seorang pembaca. Jika beban ini memuncak, seorang pembaca akan berhenti membaca dan, akhirnya, enggan (untuk tidak mengatakan: malas) membaca.


Oleh karena itu, betapa pentingnya dapat segera "terhubung" terlebih dahulu dengan buku yang akan kita baca sebelum kita mulai membaca. "Keterhubungan" diri kita dengan buku yang akan kita baca dapat membuat diri kita "menjalin bersama" (contexere) dengan buku tersebut. Buku itu pun seakan-akan merupakan bagian dari diri kita—tepatnya buku itu kemudian, setidaknya, dapat menerbitkan rasa senang dan akrab dalam diri kita. Beban membaca menjadi berkurang drastis. Emosi positif yang terbangun akan membangkitkan semangat kita untuk bersedia berpikir rumit dalam mencerna dan menyerap materi-materi penting dan berharga yang ada di dalam buku yang kita baca. 



Apakah demikian keadaannya ketika saya membaca buku Muslim Kok Nyebelin? karya Satria Dharma ini? Apakah saya berhasil "menjalin relasi" antara subjek (diri saya) dengan objek (buku yang saya baca)? Apakah dalam diri saya kemudian terbit rasa senang ketika membaca buku Muslim Kok Nyebelin? Ya, tentu saja. Antusiasme atau gairah saya membaca jadi berkobar-kobar. Untuk lebih memperkuat keterhubungan, ketika membaca pertama kali bukunya ini, saya langsung mencari halaman yang memuat "Tentang Penulis". Saya pasti pertama kali mencari dan membaca halaman "Tentang Penulis" baik penulisnya saya kenal maupun tidak. Sekali lagi membaca siapa penulis sebuah buku akan dapat memperkuat "keterhubungan" saya (subjek) dengan buku (objek).


Lantas, apa yang saya temukan? Di bab "Tentang Penulis" yang diletakkan di halaman paling akhir, tepatnya 250 dan 251, saya menemukan hal-hal penting dan berharga yang baru saya ketahui saat itu. Karier pendidikan dan pekerjaan Pak Satria berpusat pada bidang studi Bahasa Inggris. Kemampuannya berbahasa Inggris—baik terkait dengan penguasaan atas tata bahasa, kefasihan dalam mempraktekkan secara lisan dan tulisan, serta dalam mengajarkannya—luar biasa! Pak Satria pernah menjadi PNS (sebagai guru) dan diskors bertahun-tahun serta akhirnya dikeluarkan dari tempatnya mengajar gara-gara menolak untuk menjadi anggota Partai Golkar. Dan keterlibatannya dengan dunia pendidikan—khususnya terkait dengan sekolah gratis—pun dapat dikategorikan sebagai keterlibatan yang dilambari rasa cinta untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan di Indonesia.


Jadi, apa hasil kegiatan membaca saya atas buku Pak Satria ini? Saya akan menceritakannya nanti. Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin mencontohkan bagaimana saya "menjalin bersama" (mengaitkan dan menghubungkan diri saya dengan sebuah buku) ketika membaca. Betapa penting keberhasilan "menjalin bersama" ketika kita membaca. Kegiatan "menjalin bersama"—sebagaimana sudah saya jelaskan di bagian sebelum ini—akan membuat bangkitnya emosi positif (kesenangan dan kegairahan) dalam membaca. Ini kemudian akan mengurangi secara drastis beban membaca yang berat karena harus berpikir rumit—sebagaimana dikatakan oleh Tony Buzan. Sekali lagi, tanpa keberhasilan "menjalin bersama" dengan buku yang akan kita baca, kita akan berhenti membaca, dan akhirnya malas membaca.[]


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar