4.29.2014

Cobalah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan


Adillah Kau, Tempo !

Dewi Mayaratih
29 Apr 2014 | 19:04

~ Kau terpelajar, cobalah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan – Pramoedya Ananta Toer ~

Sumber: Jokowi dan Tempo /Koran tempo

Ada euphoria yang melanda masyarakat Indonesia saat ini ; Pemilu 2014. Euphoria ini bertambah dengan pendatang baru yang menyita perhatian public sampai sekarang. Pendatang baru ini menggeser muka-muka lama yang dengan gigih bertarung pada bursa pencapresan sejak 2004.

Dia adalah Jokowi. Sosok asal solo ini memang luar biasa. Popuritasnya melebihi acara YKS di Transtv sekalipun. Dia ada di mana-mana; di teve, di koran, di radio, di majalah dan terpenting ada di kepala banyak orang.

Jokowi adalah media darling; sosok yang didemenin media. Media-lah yang mengantarkan sosok ini ke kepala pembacanya, termasuk majalah dan koran Tempo.

Seperti ribuan masyarakat Indonesia, saya suka majalah Tempo. Bagi saya, belum ada majalah yang bisa menyajikan gaya investigasi dengan dalam, akurat dengan gaya penulisan yang mudah dimengerti orang. Ribuan orang akan sependapat dengan saya ; Tempo adalah bacaan alternatif, obyektif dan nyaman dibaca.

Di daftar redaksinya ada beberapa orang yang saya kenal. Kebanyakan aktivis. Ada juga kakak dan adik kelas semasa kuliah. Saya banyak mengagumi karya jurnalistik mereka. Sayapun mengadopsi kecintaan mereka pada sosok Pram dan karya-karyanya termasuk kutipan di atas ; Cobalah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan

Dan Tempo termasuk media yang paling rajin menawarkan sosok Jokowi yang membumi; Jokowi yang merakyat; Jokowi yang sederhana; Jokowi yang tanpa korupsi. Jokowi yang betul-betul made-in Indonesia , sosok sempurna saat ini.

Media mencintai Jokowi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tertawa dan ucapannya yang natural, tak luput dari perhatian mereka. Liputan tentangnya juga nyaris tak berhenti ; dari pagi sampai menjelang pagi lagi. Dari Balaikota sampai ke pinggir kali. Bus TransJakartapun tak mereka perpanjang karena toh Jokowi sudah menindak pemasok. Pokoknya Jokowi tanpa cacat di mata mereka.

Namun nurani saya agak terganggu, ketika berkali-kali media ini seakan menguliti calon presiden lain yaitu Prabowo. Mulai dari kekejamannya, kasus penculikan, isu kudeta Presiden Habibie, proses pemecatannya, temperamental dan kasus-kasus korupsinya.

Beratus-ratus hari, redaksi Tempo yang kebanyakan para aktivis itu menyodorkan ke publik; ini lho Prabowo dan tim nya yang akan maju jadi presiden. Ini lo kejelekan-jelekannya. Dia tak melindungi kaum Tionghoa lho. Dia berdosa pada banyak rakyat Indonesia di masa lalu. Dia fasis. Fasis, fasis, fasis. Hai Indonesia, mau diperintah oleh fasis ? Tempo seakan membuat tembok bagi Prabowo. Dan tembok itu adalah tembok yang kelam.

Tempo seakan tak memberikan ruang sedikitpun untuk menulis hal positif yang ada di Prabowo. Pokoknya, di mata Tempo Prabowo adalah buruk; pembunuh, berdosa dan tak layak diampuni apalagi menjadi presiden. Tak ada yang baik dan layak diikuti dari seorang Prabowo.No way for Prabowo ! Tempo menguliti habis Prabowo.

Saya juga mengenal Prabowo. Dia memang seorang yang temperamental. Jenderal yang tak segan menghukum anak buahnya ketika bersalah. Jenderal digjaya, yang helikopternya sering kami pakai jika kesatuannya membawa rombongan ke daerah operasi.

Tapi dia adalah jenderal yang fair memberikan kami informasi peta masalah jika ada satu hal terjadi dan tak kami mengerti. Dia adalah jenderal yang memberikan kesejahteraan yang cukup bagi anggotanya ketika masih aktif. Di tengah ambisinya menjadi orang nomor satu di TNI, dia masih sempat memberi dana abadi 1 Miliar kepada masing-masing grup Kopassus.

Saya, juga mengenal secara pribadi, dua dari aktivis dari 13 aktivis yang diculik oleh Prabowo. Juga ayah ibu mereka di malang yang sampai sekarang menanti kabar soal anaknya. Mereka adalah mahasiswa yang dengan segala pandangannya, masih menghargai institusi tentara dan negara. Bila mengenang mereka, airmata saya menetes.

Tempo, semua orang, siapapun itu mempunyai sisi kelam. Baik seorang yang bukan siapa-siapa sampai jenderal sampai Presiden semuanya punya masa lalu. Semuanya punya sisi baik dan sisi gelap.

Jika seorang Jokowi punya sejuta kisah manis dan baik menurut kalian, kenapa tak tampilkan juga kekelaman dirinya. Masalah-masalah di Solo, di Jakarta, kegagalannya membangun bisnis dan beberapa lainnya. Tak hanya melulu kisah manisnya.

Jika seorang Prabowo mempunyai sejuta kisah kelam, hitam, kenapa tak ditampilkan juga masa-masa manisnya. Tak mungkin Prabowo tak punya kisah manisdan positif dengan anak buahnya.

Dengan begitu orang mempunyai frame utuh pada mereka, karena tergambar sisi manis dan kelam seseorang. Sebagai media, adillah Tempo.

Seperti ucapan Pram : Cobalah berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan

Dibaca : 48 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar