3.25.2014

"Jokowi=Ayam Jago"


From: A.Syauqi Yahya


Fahri: "Jokowi=Ayam Jago"

Saefudin Sae

25 Mar 2014 | 21:20

Memecah Kebekuan Cara Berfikir Demokrasi

Namanya cukup mencuat di publik dan disegani banyak pihak sejak menjadi Sekjen PKS terutama saat menjadi juru bicara diberbagai media khususnya TV. Tidak sedikit yang gerah dan geram terhadapnya karena kritik dan bicara apa adanya tentang politik dan karakter demokrasi Indonesia terutama terkait masalah sistem hukum yang dipenuhi ketidakadilan dan ketidakjujuran.

Namun ia tetap tegap dan lantang diberbagai ruang dan waktu untuk mendobrak kebekuan cara berfikir dan bersikap kebanyakan politisi Indonesia. Terakhir ia berhadapan langsung dengan KPK karena menilai kinerja KPK belum proporsional dan serius bahkan ada kecenderungan lamban dalam mencegah dan memberantas korupsi, sehingga tidak sedikit para pakar hukum dan pengamat serta politisi yang tercerahkan karena krtiknya terhadap KPK. KPK tidak bekerja murni dalam ranah hukum dan ditunggangi kepentingan politik dan menjadi lembaga super body alias tidak mau di kritik selalu didengungkan dalam upaya memperbaiki KPK. Namun sebagian media dan rivalnya menyatakan sikap tersebut sebagai upaya melemahkan KPK.

Terakhir SBY hampir melayangkan SOMASI kepadanya karena kritis dan selalu mengkritik konerja SBY termasuk terkait skandal hukum yang menjerat Demokrat dan kader kadernya. Namun SOMASI tersebut lenyap karena ia tidak memiliki kesalahan hukum atau teksnis. SBY kemudian memberikan maaf atas sikapnya.

Keberadaanya di Komisi VII DPRI sangat menganggu ruang gerak KPK akibat sikap kristisnya terhadap kinerja pimpinan KPK dalam menangani kasus hambalang dan century yang lamban dan terkesan tidak serius.Dia adalah Fahri Hamzah.

Jokowi  dan Kepalsuanya.

Sekarang Wasekjen PKS Fahri Hamzah terus mengkritik Capres PDIP Joko Widodo (Jokowi). Kali ini, dia mengibaratkan Jokowi seperti ayam jago yang digosok pantatnya agar berani saat diadu dengan ayam lain. Menurut Fahri, seorang capres harus siap dikritik dan ditelanjangi oleh lawan politik. Bukan justru merasa diserang dan diejek.

"Kita harus siap berkelahi, jangan merengek-rengek, kok saya diserang. Itu filsafatnya demokrasi, banyak kandidat yang enggak sadar bahwa menerima demokrasi sebagai sistem politik, menerima konflik sebagai fakta dalam keseharian. Konflik dianggap sebagai permainan dewasa jangan diterima seperti kekanak-kanakan,".

Dia menilai, yang tidak boleh dalam demokrasi adalah melanggar hukum atau menyerang pribadi seseorang. Tapi membongkar karakter dan kinerja seseorang, itu diwajibkan dalam demokrasi.

"Yang tidak boleh melanggar hukum, serang pribadi, membongkar record, karakter itu wajib, itulah indahnya demokrasi," tegas dia.Kemudian, dia pun mengibaratkan Jokowi seperti seekor ayam aduan yang digosok pantatnya agar berani melawan ayam lain. Namun sayang, ketika benar-benar diadu, malah takut karena belum siap.

"Baik PDIP maupun Jokowi sudah siap menghadapi kompetisi dengan berani nyodorin calon tapi perkelahian (serangan politik) dilarang, ini kan kaya orang adu ayam, Jokowi dipanisin dulu digosok pahanya,".

Anggota Komisi III DPR ini pun menambahkan, saat Jokowi diunggulkan survei capres mengaku tidak mikir dan mau fokus urus Jakarta. Dalam hal ini, menurut dia, PDIP melihat Jokowi berminat, dan ketika dicapreskan ternyata belum siap menerima serangan politik.

"Dalam kata-katanya itu (copras,capres, enggak mikir) PDIP lihat kawan kita ini mau, waktu pantatnya digosok, dan benar sebelum pemilu disorong (diadu), begitu disorong, diserang sama yang lain, waakkk (takut, tidak siap)," ibarat dia. "Logikanya begitu pencalonan (presiden) itu, kalau sudah ada di gelanggang bilang jangan pukul saya, padahal ini pertarungan. Itu (adu ayam) logika sederhananya,".

Kendati begitu, dia meyakini bahwa tak pernah serang pribadi seseorang. Namun sebagai anggota DPR, pihaknya wajib mengkritisi setiap calon. "Dan saya tidak ada menyerang pribadi. Itu yang mesti dicatat,".

PDIP juga harus bersiap siaga jika disuatu saat akan berhadapan dengan FH di ruang oposisi. Karena FH pernah mengeluarkan statemen, Jika Jokowi Presiden, maka PKS akan memilih oposisi yang efektif dan produktif bukan pasif sebagaimana di praktekkan PDIP sebalumnya. Nampaknya pertarungan sportif dengan akan sehat akan segera terwujud setelah pilleg atau pilpres, sipakah sebenarnya yang akan menjadi petarung, pahlawan dan pecundang demokrasi.

Mengelola negara tidak hanya di butuhkuan kekuatan opini dan suara,tapi juga kekuatan nurani dan kejujuran serta kesungguhan.

“MEMIMPIN INDONESIA HANYA AKAN BERHASIL JIKA MAU MENJADI OTAKNYA INDONESIA, HATINYA INDONESIA DAN TULANG PUNGGUNGNYA INDONESIA”

Jika diluar ini semua, Indonesia tidak akan lebih baik dibandingkan sebelum sebelumnya. Masihkan warna politik kita abu abu?

Dibaca : 12 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar