3.27.2014

Berpikir Instan Ala Kemendikbud


From: <syauqiyahya@gmail.com>

Berpikir Instan Ala Kemendikbud



Mochamad Syafei

26 Mar 2014 | 16:27

Sekolah kalang kabut juga saat KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) diberlakukan mulai tahun 2004.  Karena ada mata pelajaran baru yaitu TIK.  Kenapa?  Karena tak ada guru TIK di sekolah.  Maka, sekolah-sekolah di Jakarta pun mengambil guru TIK asal bisa utak-atik sedikit tentang komputer.

Lalu, pada Kurikulum 2013 mata pelajaran TIK mendadak sontak dihilangkan.  Kemudian muncul pelajaran baru Prakarya.  Berarti, Kemendikbud sedang mengulangi persoalan sama.  Ketiadaan guru untuk mata pelajaran baru di satu sisi.  Dan kehilangan pekerjaan untuk guru-guru TIK, di sisi lain.

Terus?

Solusi instannya, alihkan guru-guru TIK menjadi guru prakarya.  Semudah itukah?  Jelas tidak!  Tidak semua, kalau tidak mau dikatakan tidak ada, guru TIK yang bisa mendadak sontak bisa mengajarkan pelajaran baru Prakraya.  Mereka tidak punya latar belakang secuil pun untuk itu.  Apa yang bisa diajarkan oleh orang yang tak punya latar belakang secuil pun tentang mata pelajaran yang diajarkannya?  Kalau mereka masih punya hobi prakarya mendingan.  Seandainya, suka pun tak punya, lalu apa yang diharapkan?  Sebuah kebijakan main-main yang tak memperhitungkan kondisi lapangan atau memang para pejabat Kemdikbud yang lebih suka berpikir instan?

Guru-guru TIK sudah menyampaikan aspirasinya.  Namun tak ada pejabat kemendikbud yang bisa berbuat apa-apa karena memang selama ini mereka tak bisa berbuat apa-apa.  Entah, apa yang bisa mereka perbuat.  Seakan nasib seseorang tak pernah masuk dalam benak mereka.  kebijakan yang muncul selalu terkesan asal.

Belum lagi masalah jam pelajaran.  Pada kurikulum 2006 atau KTSP, ada pengurangan jam belajar yang cukup signifikan.  Mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS langsung dipangkas dari sebelumnya 6 jam per minggu menjadi hanya 4 jam per minggu.  Sehingga, mendadak sontak, banyak sekolah yang kelebihan guru, di satu sisi, dan banyak guru yang kekurangan jam mengajar di sisi lain.  Lebih parah lagi, saat sertfikasi mensyaratkan jumlah jam minimal 24 jam.  Apa yang terjadi?  Hampir ribuan guru yang kehilangan hak tunjuangan setifikasinya.

Lalu, pada kurikulum baru jam pelajaran bertambah, Bahasa Indonesia, MTK, PKn, Agama, OR, Seni atau dapat dikatakan hampir semua pelajaran bertambah jamnya.  Sehingga, sebentar lagi akan muncul problem baru yaitu kekuarangan guru.  Bukan karena banyak yang pensiun tapi karena utak-atik kebijakan secara instan oleh Kemendikbud.

Belum lagi, masalah pusatisati guru yang diotonomidaerahkan terus akan dipusatkan kembali.  Kebijakan yang cuma bolak-balik tanpa kajian yang baik.  Sehingga selalu muncul kesan instan pada setiap kebijakan kemendikbud.

UN juga serupa dan sama.  Ada, tak ada, ada, tak ada, atau kebijakan-kebijakan semisal pendaerahan pencetakan soal juga merupakan kebijakan yang instan.

Lalu apa yang dapat diharap dari Kemendikbud untuk pendidikan di negeri ini?  Semoga menteri baru pada saat muncul presiden baru lebih memahami tentang du nia pendidikan dan tak lagi berpikir dengan pola instan.

Cara kerja instan hanya akan melahirkan manusia instan.  Pendidikan yang menjerumuskan.

Dibaca : 19 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar