12.25.2013

Tuntut Bupati Itu Secara Perdata dan Pidana!


Dari: "Daniel H.T."

>  
>
> http://hukum.kompasiana.com/2013/12/23/tuntut-bupati-itu-secara-perdata-dan-pidana-621056.html
>
> Bupati Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae (sumber: Intisari.online.com)
> Arogansi  Bupati Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae, yang memerintah  Satpol  PP memblokir Bandara Soa di Bajawa, saat pesawat Merpati dari Kupang hendak mendarat, Sabtu (21/12/13), sehingga pesawat tersebut tidak bisa mendarat, dan kembali ke Kupang, sangat tidak bisa ditolerir. Bupati tersebut harus diberi sanksi yang keras dan tegas secara administratif/tindakan disipliner, dan diproses secara hukum. Baik hukum pidana, maupun hukum perdata. Tidak cukup dengan pernyataan penyesalan dari pihak-pihak yang berwenang, seperti yang terjadi saat ini.
> Tindakan Bupati Marianus itu selian merugikan banyak pihak, juga sangat berisiko bagi keselamatan penerbangan pesawat beserta seluruh penumpang dan awaknya. Padahal perihal keselamatan penerbangan merupakan hal yang paling sensitif di seluruh dunia.
> Apapun alasannya, bupati itu tidak boleh melakukan tindakan tersebut. Petugas-petugas Satpol PP yang memasuki lapangan terbang tanpa izin, untuk menghalangi pesawat Merpati itu mendarat juga bisa dipidana.
> Seperti yang telah diberitakan, Sabtu kemarin, pesawat Merpati jurusan Kupang-Bajawa yang mengangkut 54 penumpangnya terpaksa balik lagi ke Kupang karena pilot tidak bisa mendaratkan pesawatnya itu. Lantaran di lapangan telah dipenuhi oleh orang-orang, yang ternyata adalah pasukan Satpol PP setempat yang diperintahkan sang Bupati untuk memblokir lapangan tersebut.
> Karena pesawat itu batal mendarat di Bandara Soa, Bajawa itu, 50 orang calon penumpang yang seharusnya berangkat dengan pesawat yang sama dari Bajawa ke Kupang pun ikut-ikutan terlantar.
> Sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya, pihak Merpati secara gratis menerbangkan 56 penumpang yang gagal mendarat di Bajawa, dan terpaksa kembali ke Kupang itu, ke Ende. Dari Bandara H Aroeboesman, Ende, dengan mobil mereka dibawa melalaui jalan darat ke kota tujuannya, Bajawa, ibukota Ngada, yang berjarak 124 km dari kota Ende.
> Sedangkan untuk 50 orang calon penumpang yang seharusnya terbang dari Bajawa ke Kupang, hari itu juga, oleh Merpati dibawa lewat jalan darat ke Ende. Dari Ende barulah mereka diberangkatkan dengan pesawat Merpati ke Kupang.
> Meskipun akibat arogansinya itu telah membuat kekacauan dan kesengsaraan 104 orang penumpang lainnya, membuat repot dan membuat Merpati menderita kerugian cukup besar, Bupati Ngada, Marianus Sae kelihatannya sama sekali tidak merasa menyesal. Apalagi secara konyol justru pihak Merpatilah yang diwakili oleh Distrik Manajer Merpati Kupang Djibrael Hock yang meminta maaf kepada sang Bupati!
> Menurut Marianus dia memerintahkan pemblokiran lapangan terbang di Bajawa itu karena dia merasa sangat kecewa dengan layanan Merpati. Ketika dia hendak berangkat dengan pesawat Merpati itu, pihak Merpati mengatakan bahwa tiket sudah habis terjual. Padahal menurutnya pihak Merpati harus memprioritas pejabat seperti dia.
> "Saya kecewa karena gagal mendapatkan tiket. Padahal karena alasan harus mengikuti sidang (di DPRD Ngada), saya sampai harus mengemis agar bisa terbang pagi ke Bajawa. Alasan itu sama sekali tidak diperdulikan," kata Marianus (HarianKompas, 23/12/13)
> Pada Jumat sorenya, barulah dia dikabarkan Merpati,  ada satu tiket tersisa (karena ada penumpang yang membatalkan atau dibatalkan penerbangannya?). Tiket itu pun dibeli Marianus. Masalahnya adalah pada Sabtu itu, Marianus terlambat datang, melewati jadwal terbang pesawat itu.
> Menurut pihak Merpati, sesuai dengan prosedur standar penerbangan (yang berlaku di seluruh dunia), mereka telah melakukan pemanggilan nama Bupati itu sampai tiga kali, menjelang jam terbang tiba. Tetapi, karena sampai jam terbang tiba bahkan lewat, Bupati tidak kunjung tiba, pesawat pun diterbangkan. Itulah yang membuat Bupati marah, dan memerintahkan Satpol PP memblokir lapangan terbang di Bandara Soa, di Bajawa itu. Seolah-olah bandara dan lapangan terbang itu milik dirinya pribadi.
> Sudah begitu dia masih bisa berkata, ketika ditanya wartawan dari Jakarta, "(Merpati) sudah keterlaluan. Saya mengemis membeli tiket terbang ke Ngada sampai lima jam dan jawabannya pesawat full!" (Jawa Pos, 22/12/13). Padahal, tindakan arogansinya itu yang sudah sangat keterlaluan, dan sudah tergolong pelanggaran serius karena menyangkut risiko keselamatan penerbangan.
> Kalau memang tiket pesawat sudah habis terjual, apa yang harus diperbuat Merpati atau maskapai penerbangan manapun, apa mau membatalkan secara sepihak salah satu penumpangnya untuk diganti dengan sang Bupati? Penumpang yang dibatalkan tiketnya itu pasti tidak akan menerimanya, Merpati bisa dituntut karena itu.
> Tetapi, di daerah-daerah kecil seperti di NTT ini, kejadian ini bisa saja terjadi. Maskapai atau agen nya bisa membatalkan secara sepihak tiket penumpang tertentu dengan alasan ada pejabat yang mau berangkat. Biasanya, penumpang yang menjadi "korban" sang pejabat itu pun pasrah saja.
> Mungkin saja, kondisi seperti ini juga terjadi dalam kasus ini, karena takut sama sang Bupati, pihak Merpati di sana membatalkan tiket salah satu penumpangnya untuk sang Bupati. Tetapi, masalah tetap datang juga, ketika sang Bupati malah terlambat datang, dan pesawat terbang meninggalkannya.
> Seperti yang saya katakan di atas, perbuatan Bupati ini seharusnya tidak boleh ditolerir, tidak cukup pihak yang berwenang dari Kementerian Perhubungan hanya membuat pernyataan formalitasnya seperti lazimnya pejabat kita, menyesalkan kejadian tersebut, dan "semoga tidak terjadi lagi." Padahal, yang bersangkutan, Bupati itu sendiri malah tidak menyesal sama sekali, malah merasa benar.
> Distrik Manajer Merpati di Kupang Djibrael Hock yang mengatakan kepada sang Bupati,  "Saya atas nama Merpati NTT memohon maaf kepada Bapak Bupati Ngada atas pelayanan jajaran saya yang tidak berkenan," harus diganti dengan orang lain yang lebih bernyali. Yang bisa membela perusahaannya, bukan malah menyalahkan dan merendahkan perusahaannya yang tidak punya salah itu, hanya karena takut dengan Bupati.
> Justru Merpati dan/atau para penumpang yang menjadi korban arogansi Bupati Marianus itu seharusnya menuntut ganti rugi secara perdata kepadanya.
> Merpati berhak menuntut ganti rugi kepada Bupati Marianus atas biaya-biaya ekstra yang dikeluarkan: bahan bakar pesawat yang terbuang percuma karena gagal mendarat di Bajawa, biaya transportasi darat yang dikeluarkan Merpati karena terpaksa membawa penumpangnya dari Kupang ke Ende, dan dari Bajawa ke Ende, biaya transportasi pesawat dari Ende ke Kupang, serta kerugian lainnya yang timbul karena terjadi kekacauan tersebut.
> Sedangkan para penumpang yang total berjumlah 104 orang itu berhak menuntut ganti rugi kepada Bupati Marianus karena akibat ulahnya itu jadwal penerbangan menjadi kacau, mereka menderita karena harus melewati jalan darat yang jauh, dan terlambat tiba di tujuannya masing-masing.
> Sedangkan secara pidana, Bupati Marianus dan Satpol PP yang memblokade lapangan terbang itu bisa dikenakan ketentuan Pasal 421 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan. Pasal itu yang berbunyi sbb:
> Pasal 421
> (1) Setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
> (2) Setiap orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan
> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
> Selain itu, Pasal 55 KUHP tentang pelanggaran ketertiban umum juga bisa dikenakan kepada mereka. Pasal 55 KUHP, ayat (1): Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lian supaya melakukan perbuatan. Ayat (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
> Secara Pidana, karena kasus ini bukan delik aduan, seharusnya pihak yang berwenang sudah berinisiatif menindaklanjuti kasus ini secara hukum, dengan mulai melakukan tindakan penyidikannya.
> Kalau sampai perbuatan Bupati ini hanya berakhir sampai di sini saja, maka benarlah anggapan selama ini bahwa rata-rata karakter pejabat negara kita memang masih bergaya feodalisme yang bobrok, arogan, dan terbiasa menyalahgunakan kekuasaannya yang dipercaya rakyat kepada mereka. Sehingga merasa dirinya berada di atas hukum, dan rakyatnya adalah hamba sahayanya yang harus tunduk kepadanya.
> Karena hanya dengan demikian sajalah maka tidak ada pejabat yang berwenang yang merasa perlu melakukan tindakan displiner, maupun tindakan hukum kepada Bupati Marianus itu.  Mereka menganggap perbuatan Bupati itu bukan sesuatu yang terlalu serius. Kalau mereka berada pada posisi Bupati itu, mereka kemungkinan besar juga akan berbuat yang sama. Maka, jangan heran, kalau kasus-kasus  seperti ini akan kembali terulang kelak. ***
>
> __._,_.___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar