12.22.2013

Makna Ketiga yang Saya Raih: Bagaimana Saya Menulis Buku Writing Toolbox (42)


Dari: "hernowo hasim"

> Makna Ketiga yang Saya Raih: Bagaimana Saya Menulis Buku Writing Toolbox (42)
> Oleh Hernowo
>  
>  
> Setelah makna pertama dan kedua saya raih selama saya menjalankan "Proyek Ramadhan 2011", saya pun telah mendapatkan makna ketiganya? Makna pertama terkait dengan perluasan jaringan atau bagaimana saya menjalankan kegiatan silaturahim di dunia maya—berkomunikasi dan berinteraksi (saling berbagai ilmua) tanpa saling berjabat tangan atau tatap muka. Sedangkan makna kedua terkait dengan bagaimana saya mampu mengalahkan diri saya sendiri yang buruk sehingga saya dapat konsisten dan kontinu megikat makna. Nah, apa makna ketiga itu?
>  
> Kebahagiaan. Ya, makna ketiga yang saya raih terkait dengan rasa bahagia yang merasuki diri saya begitu saya berhasil mengisi Ramadhan saya dengan kegiatan mengikat dan membagikan ilmu. Menjelang lebaran tiba, pertama, saya merasa bahagia karena lewat kegiatan mengikat makna, saya dapat banyak kawan dan dapat menyebarkan ilmu yang tak putus sejak Ramadhan hari pertama. Kedua, saya punya pilihan: happiness is a choice. Saya berhasil memilih sesuatu yang sangat bermakna dan makna itu banyak didamba oleh orang-orang di seluruh dunia. Meraih kebahagiaan dan dapat memilih (menentukan) sesuatu yang bermakna bagi diri sendiri bukanlah hal yang mudah. Saya perlu berlatih sungguh-sungguh dan menunggu dengan berdebar.
>  
> Saya jelas mengalami dan menyedari itu. Pada awalnya, memilih untuk menekuni dunia baca-tulis bagaikan memilih sesuatu yang garing, kosong, tidak menjanjikan, tampak kecil di hadapan raksasa dunia digital, dan sangat sepi (kadang kesepian itu menyiksa batin). Namun, sejak 10 tahun lalu ketika saya memilih dunia literasi dan serius menekuninya, saya terus berusaha untuk mencari dan menemukan pelabagai manfaat yang memancar dari kegiatan baca-tulis tersebut.
>  
>  
> Dan manfaat itu tak sekadar dapat membuat buku dan buku itu laku, atau dapat sesekali menulis di media massa dan dimuat, ataupun dapat menjadi instruktur dalam kegiatan baca-tulis. Seperti telah saya tunjukkan berkali-kali bahwa manfaat itu terkait dengan sesuatu yang sangat penting, sangat besar, sangat berharga, sangat mendasar, dan sangat menentukan apakah saya dapat menjalankan kehidupan saya secara berkualitas atau tidak.
>  
> Saya bahagia karena, lewat baca-tulis, saya dapat sedikit demi sedikit memahami dan mengenali diri saya. Lewat pemahaman dan pengenalan diri secara autentik itulah saya kemudian dapat menemukan diri saya. Apakah kemudian saya dapat menjawab pertanyaan penting dalam hidup ini, "Siapa saya?" Tentu saja tidak. Saya bukan menemukan diri saya yang sudah berhenti atau selesai berproses. Saya menemukan diri saya dalam bentuknya yang sangat dinamis atau terus mau berubah dan berproses "menjadi". Inilah yang sangat membahagiakan saya.
>  
> Hidup di dunia ini sesungguhnya cukup jika hanya diisi dengan ikhtiar atau berupaya secara serius. Saya tidak menafikan tentang keberadaan kehidupan yang diisi dengan santai, bercanda, atau hal-hal yang tak terlalu serius. Itu semua tetap penting, tapi kesungguhan dalam berupaya tidak dapat dicampuri oleh semua itu. Apalagi jika kita sedang melalukan sesuatu dalam bentuk yang nyata—menjalankan sebuah proyek misalnya.
>  
>  
> Lihatlah Rudy Hartono, pemain bulutangkis yang berhasil meraih juara All England selama tujuh kali berturut-turut. Adakah ketakseriusannya dalam mencapai prestasi gemilang itu? Lihatlah juga bagaimana Carrie Underwood, pelantun lagu "Before He Cheats" yang saya sukai, meraih juara American Idol? Juga, bagaimana Jose Mourinho mengantarkan Inter Milan merajai Eropa dua tahun lalu? Rudy, Carrie dan Jose terus berusaha dengan sungguh-sungguh. Mereka tak lelah-lelahnya untuk meraih sesuatu yang bermakna.
>  
> Dalam kegiatan baca-tulis yang tak ramai, saya ingin seperti mereka. Rudy, Carrie, Jose, dan masih banyak orang-orang yang sukses lainnya di belahan bumi ini, yang dengan jelas menunjukkan bahwa kebahagiaan (kesuksesan puncak) perlu diraih dengan kesungguhan, kerja keras, kegigihan, dan sikap-sikap mulia lainnya. Tanpa itu, seseorang hanya akan menjadi pecundang dan sulit meletakkan dirinya di dunia ini dalam bentuk yang terang dan unik.
>  
> Saya sungguh beruntung, di usia 54 tahun masih diberi kesempatan untuk terus berupaya—lewat kegiatan baca tulis yang memberdayakan—menemukan diri sata guna menjemput kebahagiaan. Alhamdulillah.[]
>
> --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar