12.25.2013

Mengkritisi Curhat Presiden SBY


Dari: "Daniel H.T."

>  
>
> http://politik.kompasiana.com/2013/12/20/mengkritisi-cuhat-presiden-sby-620195.html
>
> Curhat SBY (sumber: Kompas Minggu, 10/11/2013)
> Di tengah-tengah hujan kritikan, kecaman dan cemohohan yang ditujukan kepadanya selama ini, rupanya Presiden SBY mempunyai semacam rasa bangga juga. Karena dia merasa sepertinya ada orang kagum juga kepadanya, sebagai orang atau presiden yang tahan banting, meskipun sudah dikritik, dikecam, dan dicemooh dari segala arah, muka – belakang, atas - bawah, kiri - kanan, selama sembilan tahun memerintah negeri ini.
> Pada saat berpidato di perayaan HUT LKBN Antara ke-76 di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (18/12/2013), entah untuk ke berapa kalinya lagi, SBY menyampaikan curahan (curhat)-nya itu. Dengan nada bangga SBY  mengatakan, dia mempunyai resep bagaimana caranya bisa bertahan seperti dia.
> "Kalau saya ditanya resepnya apa, mungkin tidak ada resep yang ajaib. Mungkin berlaku bagi saya, mungkin belum tentu berlaku bagi bapak dan ibu sekalian," kata SBY.
> SBY melanjutkan resepnya, kata dia, ketika dia membaca berita yang menyerangnya di media cetak, elektronik, ataupun di media sosial, dia selalu berpikir bahwa hal itu takdir dan nasib yang harus diterima sebagai Presiden.
> "Ada falsafah, tidak ada orang yang menyepak anjing mati. Jadi, kalau saya disepak, berarti saya masih hidup," katanya.
> Resep lainnya adalah selalu berpikir, jika tidak mau diserang atau dikecam, maka lebih baik tidak usah berbicara apa-apa dan tidak berbuat apa-apa. Sebagai manusia, kata dia, tidak mungkin berlaku seperti itu (Kompas.com)
> *
> Padahal, di ujung masa akhir pemerintahannya ini, SBY seharusnya melakukan introspkesi diri dan perenungan yang mendalam, serta merasa prihatin sekali, kenapa selama dia memerintah ini, semakin lama semakin banyak kritikan, kecaman, cemoohan, bahkan hujatan yang diaterima. Ini kok malah sepertinya bangga, karena merasa bisa bertahan ketika kritikan dan kecaman tersebut bertambah-tambah sampai sedemikian banyaknya dari segala penjuru mata angin itu.
> Kalau SBY memerintah negeri ini dengan semakin lama semakin baik, tentu  bukan semakin banyak kritikan dan kecaman yang dia terima seperti sekarang ini, tetapi sebaliknya. Kritikan dan kecaman semakin berkurang, diganti pujian dan apresiasi yang semakin banyak, di penghujung pemerintahannya ini. Kalau SBY memerintah negeri ini dengan baik, yang dia terima adalah pujian dari kiri-kanan, atas-bawah. Seperti Jokowi sekarang.
> Kalau diperhatikan sebenarnya, SBY menerima kritikan, kecaman, cemoohan, dan hujatan itu baru dimulai di pemerintahan periode keduanya. Sedangkan di pemerintahan periode pertamanya hal itu tidak terjadi, atau tidak sehebat sekarang. Buktinya, di pemilihan presiden 2009, SBY bisa dipilih untuk kedua kalinya. Berarti saat itu, mayoritas rakyat masih sangat percaya terhadap dirinya, termasuk Partai Demokrat-nya. Jadi, tidak benar, SBY mengatakan selama sembilan tahun itu dia dikritik terus-menerus.
> Siapa sih, yang mau mendapat resep dari SBY untuk bisa bertahan seperti dia? Orang atau presiden yang meskipun dikritik dari semua arah, tetapi tetap tak mau berubah, malah semakin menjadi-jadi, sehingga semakin tidak disukai orang (baca: rakyat) itu namanya orang atau pimpinan yang bebal.
> SBY tidak introspeksi dan terlalu ge-er karena mengira orang lain ingin tahu resepnya bagaimana menjadi pimpinan yang bisa bertahan seperti dia. Tidak ada satu orang waras yang mau seperti itu. Hidup tersiksa di dalam kukungan kritikan dan kecaman selama bertahun-tahun.   Yang setiap orang mau itu adalah resep untuk bagaimana caranya menjadi pimpinan yang disukai dan dicintai rakyatnya, bukan resep bagaimana untuk menjadi pimpinan yang bisa bertahan selama mungkin meskipun semakin tidak disukai rakyatnya. Sampai dikritik, dikecam, dihujat pun tetap bisa bertahan, dan tidak mau berubah.
> SBY benar ketika berkata, tidak ada resep ajaib untuk bisa bertahan seperti dia, karena yang ajaib itu sebenarnya dia sendiri. Kok bisa, ya, ada presiden tidak disukai malah mersa bangga, karena bisa sembilan tahun (versinya) bertahan?
> SBY berujar, ketika dia membaca berita yang menyerangnya di media cetak, elektronik, ataupun di media sosial, dia selalu berpikir bahwa hal itu takdir dan nasib yang harus diterima sebagai Presiden. Ketika mengatakan hal ini, SBY mungkin berpikir dia telah menyampaikan sesuatu nasihat yang bijaksana. Padahal, sebaliknya.
> Pimpinan yang bijaksana adalah ketika membaca berita yang menyerangnya, mengkritiknya di berbagai media itu tidak lalu bersikap cengeng, nelongso, pasrah, lalu berkata, "Inilah takdir aku menjadi Presiden."
> Pimpinan yang bijaksana adalah ketika menerima berita yang menyerangnya, mengkritiknya di berbagai media, akan langsung melakukan introspeksi diri, berusaha semampunya untuk memahami kenapa sampai dia dikritik, dan apa sebenarnya yang diinginkan rakyatnya. Kemudian berupaya sekerasnya pula untuk bisa memenuhi keinginan rakyatnya itu.
> SBY berkata: "Ada falsafah, tidak ada orang yang menyepak anjing mati. Jadi, kalau saya disepak, berarti saya masih hidup." Padahal, anjing disepak-sepak itu bukan karena dia masih hidup, tetapi karena anjing itu anjing yang tidak baik, yang terus membuat kecewa dan marah tuannya. Meskipun sudah diajar berkali-kali, tetap saja berbuat salah, maka tuannya pun jengkel, dan menyepaknya. Kalau masih terus begitu, ya, terus disepak-sepak.
> Resep terakhir SBY yang diajarkan adalah dia selalu berpikir, jika tidak mau diserang atau dikecam, maka lebih baik tidak usah berbicara apa-apa dan tidak berbuat apa-apa. Sebagai manusia, kata dia, tidak mungkin berlaku seperti itu.
> Padahal, justru selama ini salah satu faktor utama yang membuat SBY selalu dikritik pedas adalah sikapnya yang terkenal peragu, kebanyakan diam dan tidak berbuat apa-apa dalam menghadapi berbagai masalah. Sehingga secara sarkastis orang pun memberi sebutan negara ini adalah "negara auto-pilot" yang bisa berjalan sendiri tanpa presidennya.
> Di beberapa kali aksi unjuk rasa pun para demonstran pun mengusung poster-poster yang sempat terkenal, dengan tulisan "Ke mana Presiden Kita?" atau "Di Mana SBY?"
> (sumber: detik.com)
> (sumber: tribunnews.com)
> Demo di depan Istana Negara, 26 Desember 2012 (sumber: okezone.com)
> (sumber: merdeka.com)
> Artikel terkait:
> SBY Menyewa Pengacara Pribadi: Untuk Mengisi Hari-hari Pensiunnya?
>
> __._,_.___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar