2.24.2014

Proses Pengurusan Custom Clearance di Indonesia: Berbelit-belit atau Unik?


Dari: "A.Syauqi Yahya"

> Proses Pengurusan Custom Clearance di Indonesia: Berbelit-belit atau Unik?
>
> Rasawulan Sari Widuri
> 24 Feb 2014 | 02:20
>
> Sumber: Ilustrasi / nasional.kompas.com
>
> Pagi ini saya kembali menyambangi kantor bea cukai yang ada di Pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta Utara. Banjir di beberapa ruas jalan di Jakarta bukan halangan bagi saya untuk menuntaskan pengurusan perijinan barang impor milik perusahaan saya bekerja.Dan dalam waktu penantian saya dengan rekan dari PPJK (Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan), saya kembali merenung alasan yang menyebabkan pengurusan barang impor  milik perusahaan saya terkesan lama dan berbelit-belit.  Impact-nya tentu saja adalah pemenuhan kebutuhan dari konsumen yang mengalami keterlambatan, terbuangnya banyak waktu dan biaya yang dikeluarkan menjadi teramat besar. Saya kembali menelaah alasan mengapa hal ini dapat terjadi. Idealnya, proses custom clearance untuk produk impor di Indonesia membutuhkan waktu sekitar 3 hari dan paling lama 14 hari. Hal ini yang mendasari pada penetapan tarif penggunaaan container dari shipping line yang digunakan oleh para supplier (pemasok). Informasi ini akhirnya secara general menjadi informasi resmi untuk  pengurusan custom clearance di wilayah Indonesia. Namun pada aktualnya, hal ini ternyata tidak sama dengan kondisi ideal. Seolah hal ini menjadi sebuah ketidakpastian, dimana proses custom clearance di bea cukai dapat terjadi lebih dari 14 hari. Sangat jarang sekali saya mendapatkan informasi dari PPJK saya bahwa untuk proses custom clearance dapat diselesaikan dalam jangka waktu normal ( 3-14 hari ). Perusahaan tempat saya bekerja bukanlah perusahaan baru. Perusahaan ini telah establish sejak sekitar 8 tahun yang lalu. Bisnis yang dibangun pun semakin tumbuh dan berkembang pesat.  Semua prosedur yang terkait dengan impor telah kami punyai. Dan sebagai pemasok alat kesehatan, izin  sebagai pengedar resmi pun telah kami kantongi dari Departemen Kesehatan. Pembaharuan dalam regulasi yang berkaitan dengan prosedur impor seperti ketepatan pengklasifikasian HS Code (Harmonized System Code) yang akan berpengaruh pada pembayaran PPn (Pajak Pertambahan Nilai) dan BM (Biaya Masuk) kepada kas negara telah kami lakukan. Sehingga secara garis besar, perusahaan tidak menyalahi prosedur yang berlaku saat ini. Terkait dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan dikarenakan salah satu pemasok perusahaan saya berasal dari Thailand, maka kebijakan ini berpengaruh pada bisnis perusahaan saya. Untuk setiap kedatangan barang dari pemasok Thailand, maka perusahaan saya tidak diharuskan untuk membayar BM. Tapi tentu saja dengan syarat dokumen pendukung seperti Certificate Of Origin (CoO) dapat disubmit oleh pemasok saya. Ini tentunya menguntungkan bagi perusahaan saya. Bayangkan bahwa untuk volume pengiriman dan nilai yang besar, maka perusahaan saya dapat menghemat banyak biaya. Penghematan dalam hal penetapan tarif lebih jelasnya. Namun tenyata hambatan lain terdapat pada proses custom clearance yang harus kami hadapi saat ini. Semua biaya yang telah kami bayarkan dan tertuang dalam PIB (Pemberitahuan Impor Barang) serta dokumen pendukung seperti surat izin edar, Invoice dan Packing List dan tentunya CoO  telah kami submit ke Bea Cukai melalui PPJK. Dan saat ini seiring dengan majunya sistem informasi, maka prosedur ini pun dapat dilakukan secara online. Pihak PPJK dapat melakukannya secara online dan perusahaan saya sebagai importir dapat melakukan akses pemantauan melalui portal terintegrasi yaitu INSW (Indonesia Nasional Single Window) kapanpun saya mau. Seyogyanya sistem dapat memberikan keputusan ’ accepted/rejected’ sesuai dengan program yang ada. Namun herannya justru saya sering melihat sistem yang terintegrasi ini tidak bersifat konsisten. Suatu kali untuk proses custom clearance produk impor perusahaan saya dapat terproses secara tepat waktu. Lain waktu dengan barang yang sama dan juga dokumen yang sama, proses custom clearance dapat berlangsung amat lama. Suatu waktu, kami tidak mengalami kendala dalam izin impor, namun di lain waktu izin impor dapat menjadi kendala bagi saya. Suatu kali, tanpa adanya input satu item dalam portal INSW, proses customclearance dapat berjalan lancar, namun saat ini ternyata kami harus melakukan iput item tersebut dalam portal INSW. Saya hampir selalu berdiskusi dengan pihak PPJK yang saya tunjuk dan bertanya mengapa proses custom clearance impor terkesan berbelit-belit dan saya pikir sangatlah absurd.  Jika bukan karena sistem, maka pihak PPJK saya akan memberikan argumen bahwa petugas BC (person)  yang melakukan pengecekan mungkin mengalami perubahan (rolling job).  Padahal logikanya saat ini adanya sistem terintegrasi tentunya akan memudahkan proses dan menghilangkan hambatan non tarif bagi para importir. Saya setuju bahwa pengecekan manual tentu saja tetap harus dilakukan. Namun rasanya kebijakan keduanya tidak berjalan beriringan . Dan akhirnya tentu saja jalan yang paling cepat adalah melakukan proses pemutusan jalur secara ilegal (undertable) yang tentu saja menyalahi prosedur dan ini biasnya merupakan jalan terakhir jika dirasa semua jalan legal telah buntu. Proses custom clearance di Indonesia ini tentu saja menjadi bahan laporan bagi saya yang akan dilanjutkan kepada Head Quarter saya di belahan benua lain.  Saya tentu saja tidak dapat menyebutkan bahwa birokrasi di Indonesia berbelit-belit dan unreasonable mengingat jika saya bandingkan dengan prosedur di negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura, rasanya tidak ada yang serumit dengan prosedur di Indonesia. Akhirnya alasan demokratis yang dapat saya berikan adalah ‘ caused by Indonesian custom is very unique. ‘ Nah, dengan sekelumit persoalan yang tengah saya hadapi ini dan saya coba telaah, akankah Indonesia siap menghadapi AFTA di 2015 ? Saya hanya berharap negara kita dapat membenahi persoalan ini.  Semoga saja !
> Dibaca : 581 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar