2.19.2014

Memboikot Lonely Planet?: India dan "Grand Overland Journey"-nya Agustinus Wibowo (2)


Dari: "hernowo mengikatmakna"

> Memboikot Lonely Planet?: India dan “Grand Overland Journey”-nya Agustinus Wibowo (2)
>
> Oleh Hernowo
>
>  
>
>  
>
> “Buang buku-buku panduan, belajarlah langsung dari pengalaman dan kehidupan, berhentilah bergantung pada buku panduan! Baca buku yang membuatmu berpikir, bukan terima jadi. Jangan malas mengunyah dan selalu menunggu dikunyahkan dahulu! Ciptakan sendiri petualanganmu!”
>
> —Lam Li dalam Titik Nol, h. 256
>
>  
>
> Kata-kata Lam Li di atas ditulis Agustinus ketika dia menunjukkan buku-buku yang dibawanya selama dalam perjalanan. “Sejak kecil aku banyak membaca buku,” tulis Agustinus di halaman 256, “dan kukira aku banyak tahu. Sekarang pun, ranselku dipenuhi buku. Lam Li semula kagum mendengar aku menggendong dua lusinan buku ke mana-mana. Tapi dia kemudian terpingkal-pingkal melihat judul-judul koleksi buku yang kubawa.” Buku apa yang dibawa Agustinus? Sebagian besar berupa buku panduan (How To) dan ada lima jilid Lonley Planet berbagai Negara yang dibawanya.
>
>  
>
> Tawa Lam Li menjadi-jadi ketika dia membuka halaman panduan Travel Writing: “Belajarlah bahasa asing. Karena tulisan yang dihasilkan seorang penulis yang mengerti bahasa setempat mempunyai kualitas jauh lebih tinggi daripada penulis yang sekadar melihat.” Atau, “Hati-hati waktu kirim surat lamaran, jangan sampai kirim suratke Penerbit A, sedangkan amplopnya untuk Penerbit B.” Itu semua memang panduan yang benar sekali. “Tapi apa kamu sungguh butuh sebuah buku panduan untuk memberitahumu hal seperti itu?” ujar Lam Li ringan kepada Agustinus.
>
>  
>
> Aku dapat merasakan sekarang bagaimana Agustinus membangun dirinya untuk menjadi penulis perjalanan (travel writer) yang andal. Dia mungkin tentu telah membaca banyak buku travel writing. Dia juga membandingkan-bandingkan antara buku travel writing yang satu dengan yang lain. Berkat Lam Li, dia mendapat dukungan dan dorongan untuk mencari dan berusaha menemukan buku perjalanan yang cocok dengan karakternya. Akhirnya, upaya kerasnya itu tidak sia-sia. Kita semua—pembaca buku trilogi karya Agustinus: Titik Nol, Selimut Debu, dan Garis Batas—dapat merasakan bagaimana dia menemukan plot yang unik dan kemudian mengisi halaman-halaman bukunya dengan dongeng-dongeng yang tak sekadar berisi perjalanan biasa.
>
>  
>
> Bagi para pembaca buku perjalanan Agustinus juga akan paham kenapa Lam Li memberikan pengantar di Titik Nol. Ketika Lam Li menulis, “Pria itu mencerocos panjang lebar dengan bahasa Indonesia, ‘Kuku-kuku kaki kakak-kakak kakekku kaku-kaku…,’ pada beberapa orang Nepal yang heran kebingungan di depan kedai teh pinggir jalan di jantung kota Kathmandu yang bising…” (lihat “Memberi Arti pada Perjalanan”, dalam Titik Nolhalaman ix), akan tahu bagaimana sosok dan karakter Agustinus Wibowo. Aku sendiri ketika membaca pengantar Lam Li tersebut langsung teringat kepada penyair Sutardji Coulzum Bachri. Mungkin saja, Agustinus pernah membaca sajak Sutardji yang unik, “kakiku luka/luka kakiku/kakikau lukakah… lukakakukakiku lukakakukakikaukah/lukakakukakikaukah lukakakukakiku” (Sutardji Calzoum Bachri dalam sajak “Belajar Membaca”).
>
>  
>
> Tetapi bukan ihwal Sutardji dan sajaknya yang ingin saya berikan penekanan. Kata-kata Lam Li berikutnya—setelah menunjukkan “kuku-kuku kaki kakak-kakak”—yang ingin saya tunjukkan sekaligus tekankan. “Beberapa menit yang lalu, mereka cuma orang asing yang kebetulan berbagi kursi panjang dari kayu untuk menikmati sarapan. Namun, trik (menyampaikan “kuku-kuku kaki kakak-kakan”) untuk mencairkan suasana ini berhasil, sehingga pria itu (Agustinus Wibowo) bisa melintasi batas dan penghalang bahasa dan budaya agar dapat saling bertukar salam secara terus terang dengan penduduk lokal.”
>
>  
>
> Itulah kelebihan Agustinus. Dan saat Anda membaca halaman Titik Nol yang berisi kisah tentang bagaimana dia memboikot Lonley Planet, Anda akan merasakan—sekali lagi—kelebihannya sebagai seorang backpacker sekaligus travel writing andal.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar