2.22.2014

Hanyalah "Anak Tiri" ?


Dari: "A.Syauqi Yahya"

> Bagaimanapun Bu Risma Hanyalah “Anak Tiri” PDI-P
>
> Anjo Hadi
> 22 Feb 2014 | 02:43
>
> Sumber: Sumber: Warta Kota
>
> Oleh: Anjo Hadi
>
> Ada pernyataan menarik Bu Risma di Kompas.com ketika Ketua Umum PDI-P Megawati pernah memberinya suatu wangsit bersifat pribadi.“Saya oleh bu Mega dulu diminta hanya mengurusi rakyat, tidak mengurusi politik, karena saya sama sekali tidak ngerti politik,” ucapnya.
>
> Kata “mengurusi politik” ini cenderung memiliki makna ganda. Pertama konotasi kata ini memang bertujuan supaya bu Risma berfokus pada pelayanannya terhadap masyarakat. Kedua, secara tidak langsung ada pesan supaya seorang Tri Rismaharini tidak menarik pelatuk manuver-manuver politik diluar kebijakan partai.
>
> Sebagai seorang pejabat, mustahil apabila bu Risma tidak bersinggungan dengan kepentingan-kepentingan politik di Jawa Timur dan realitanya tak mungkin bu Risma dapat mendorong sejumlah perencanaan dan pelayanan terhadap masyarakat tanpa melalui sejumlah lobi politik. Jadi independensi seorang kader dalam menjalankan tugas bagaimanapun tidak jauh-jauh dari urusan politik dengan asalkan tidak melangkahi loyalitasnya terhadap partai.
>
> Kasus Risma menguak berbagai fakta unik. Ia selama ini dikenal sebagai kader PDI-P meski nyatanya Sekjen PDI-P, Tjahjo Kumolo seperti dikutip Kompas.com mengakui bahwa hingga detik ini, bu Risma belum memiliki kartu keanggotaan PDI-P hanya dengan alasan status bu Risma sebagai pegawai negeri sipil. Apakah ini memperkuat anggapan bahwa bu Risma selama ini “dianaktirikan” oleh banteng merah?
>
> Entahlah, tapiyang jelas, mulai terbuka juga bahwa selama ini setiap kebijakan sang Walikota Surabaya ironisnya sering ditemboki oleh Partai-nya sendiri. Bahkan dalam upaya pemakzulan akibat kebijakan pajak reklame, PDI-P adalah salah satu partai yang melempar pisau pancung kepada “kader”-nya sendiri.
>
> Gagalnya upaya pemakzulan ternyata bukan jilid terakhir. Alih-alih selesai, tekanan terhadap bu Risma dilanjutkan dengan pengangkatan Wakil Walikota, Wishnu Wardhana yang tidak melibatkan bu Risma. Untuk membuat sinetron ini semakin seru, Wisnu ternyata aktor penting dibalik pemakzulan bu Risma. Dan oh...dia juga juga kader “anak kandung” PDI-P.
>
> Bu Risma “Menantang” PDI-P?
>
> Ketika bu Risma mencurahkan segala isi hatinya di televisi nasional termasuk membuka celah segala “rahasia umum” konflik internal di PDI-P, jelas bahwa dari sisi profesionalisme, tindakan bu Risma sebagai kader bisa dikatakan tidak baik. Apalagi partai banteng selama ini relatif aman dari berbagai isu negatif. Kini, “curhatan” sang kader telah membuat segala image positif yang dibangun lewat kader Jokowi rusak berantakan. Sekjen PDI-P, Tjahjo Kumolo sampai harus seksi sibuk memberikan berbagai klarifikasi di media. Bisa dipastikan, ada rasa kesal di kubu PDI-P terhadap si “anak tiri yang tak tahu berterima kasih” ini.
>
> Terbukti aksi ini mengusik jajaran kader PDI-P di Jawa Timur. Mantan Wakil Walkot, Bambang Dwi Hartono (Wakil Ketua DPD PDI-P) menuduhnya “bermain sinetron.” Sekretaris DPD PDI-P Jawa Timur, Kusnadi mengibaratkan bu Risma seperti “kacang lupa kulit.”
>
> "Padahal harapan PDI-P setelah Risma dilantik, masyarakat akan semakin simpati kepada PDI-P dengan program-program pembangunannya, sehingga suara PDI-P di Surabaya semakin kuat," kata Kusnadi, seperti dilansir Kompas.com
>
> Paraphrase: Ingat lho, bu Risma...anda itu kami dukung, supaya rakyat simpati pada PDI-P, itulah kira-kira komentar Kusnadi. Dengan kata lain sukses mensejahterahkan rakyat masih belum dianggap sebagai kesuksesan sebelum merchandise partai dibeli oleh rakyat.
>
> Dan ini bisa jadi menjadi alasan dibalik sikap “tidak profesional-nya” bu Risma pada PDI-P. “Curhatan” di Mata Najwa bisa jadi merupakan “check sound” bu Risma terhadap keseriusan PDI-P mendukung dirinya dan segala kebijakannya. Dan pasti di internal PDI-P, hal ini akan menimbulkan dilema.
>
> Akankah PDI-P tetap konservatif mendukung kader “anak kandung” PDI-P yang berada di DPD Jawa Timur? Ataukah pusat berani mengambil tindakan radikal menyelamatkan kader “anak tirinya” yang sempat menimbulkan kericuhan dan berakibat tercorengnya nama partai di berbagai media?
>
> Bu Risma Bermain “Lone Wolf?”
>
> Waktu telah berbicara dan memberikan sedikit spoiler mengenai kelanjutan episode kasus keabsahan posisi Wakil Walkot, Wishnu Wardhana. Bu Risma pergi ke Jakarta dan berbicara pada Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar. Dan yang lebih menarik adalah respon Sekjen PDI-P, Tjahjo Kumolo atas pertemuan ini.
>
> "Mudah-mudahan (pertemuan) ini resmi antara Wali Kota dengan DPR yang menyangkut permasalahan Kota Surabaya. Tak ada hubungannya dengan partai," kata Tjahjo, seperti dilansir Kompas.com
>
> Jelas terlihat bahwa Tjahjo yang sebelumnya menemui bu Risma secara pribadi, tidak tahu-menahu ataupun menyarankan bu Risma untuk menghadap Wakil Ketua DPR. Tambah lagi, yang menjadi pertanyaan mengapa bu Risma lebih memilih menghadap ke Priyo ketimbang Pramono Anung yang sama-sama Wakil Ketua DPR dan juga dari Partai yang sama (PDI-P)? Apakah bu Risma sudah apatis dan tidak percaya pada partai pendukungnya?
>
> Yang lebih menarik, bu Risma juga seolah menyindir Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri yang bungkam atas masalahnya.
>
> “Ya ingin (bertemu Megawati)..........Ya kan ndak semudah itu (ketemu Megawati). Ndak berani lah aku. Ya aku ke Presiden saja juga ndak berani. Ditelepon, kok (sama presiden). Lah, mana berani aku,” ujar dia, seperti dilansir Kompas.com
>
> Paraphrase: Aduh bu, itu Bikshu besar saja yang dari perguruan silat seberang saja sampai menelpon secara pribadi. Kok ketua kuil perguruan silat sendiri tidak peduli?
>
> Suatu sentilan pada Partai yang bermotto Wong Cilik tersebut. Saya ulang lagi pertanyaan diatas. Apakah PDI-P tetap konservatif mendukung “anak kandung”-nya di DPD ataukah menyelamatkan “anak tiri” yang telah menodai nama besar banteng merah? Yang jelas kedua opsi sepertinya tidak terlalu berperan signifikan kepada elektabilitas PDI-P. Sama seperti Jokowi, bu Risma memiliki pengaruh publik yang lebih pribadi ketimbang asosiasi dengan partai
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar