2.18.2014

Megawati Ragukan Ideologi Jokowi?


Dari: "Boediono"

>
>
> Senin, 17 Februari 2014 | 12:29 WIB
>
> Megawati Ragukan Ideologi Jokowi?
>
> Oleh: Derek Manangka
>
> ⁠⁠
>
> 
>
>
> INILAH.COM, Jakarta - Partai politik yang tergolong matang atau dewasa saat ini, dilihat dari sudut usia, hanya ada tiga, Golkar, PPP dan PDIP. Karena kebetulan hanya ketiga partai itu saja yang sudah berkiprah di politik sejak 1970-an.
>
> Sementara satu-satunya partai yang masih kental kadar nasionalisme yang didasarkan pada ajaran Bung Karno, hanyalah PDI Perjuangan. Kebetulan PDIP saat ini dipimpin oleh Megawati, salah seorang puteri Bung Karno.
>
> Sebagai anak biologis Bung Karno, kebetulan hanya Mega satu-satunya puteri sang Proklamator yang terjun ke politik secara totalitas. Keputusan Megawati terjun di dunia politik, terjadi pada saat pemberantasan paham Soekarno (Bung Karno) sedang gencar-gencarnya dilaksanakan.
>
> De-Soekarnoisasi oleh rezim Orde Baru (1966- 1998) dengan mengatakan secara implisit Soekarnoisme tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Alasannya antara lain, di era Bung Karno, Indonesia menjadi salah satu negara terpuruk di dunia. Bung Karno sangat doyan dengan slogan (politik). Rakyat butuh makan makanan. Bukan makan slogan.
>
> Keterpurukan ditenggarai terjadi karena Bung Karno menjadikan politik sebagai panglima. Seharusnya, demikian para penentang Bung Karno, yang harus jadi panglima adalah ekonomi.
>
> Sehingga dari sudut keberanian dan integritas, keputusan Megawati pada 1987 itu, patut diacungi jempol. Di saat mayoritas bangsa Indonesia, terutama generasi muda sudah dicekoki indoktrinasi anti-Bung Karno, Megawati justru menjadi advokat politik ala Bung Karno.
>
> Dengan meneruskan perjuangan Bung Kanro, Megawati telah menunjukkan bahwa dia bukan saja seorang anak yang ingin menikmati kekuasaan yang diperoleh oleh ayahnya. Tetapi Megawati juga siap menghadapi penguasa yang sedang gencar-gencarnya melakukan penisbian atas paham Bung Karno.
>
> Kalaupun kakaknya Rachmawati Soekarnoputri, adiknya Sukmawati Soekarnoputri, akhirnya terjun ke politik dengan cara mendirikan partai pro Soekarno, tetapi magnitude mereka kurang kuat. Sebab keduanya baru muncul belakangan.
>
> Demikian pula sekalipun adiknya Guruh Soekarnoputra juga masuk PDI bersama Megawati di tahun yang sama, tetapi sosok Guruh lebih dikenal sebagai seorang seniman. Dan seniman di Indonesia - maaf, belum dianggap sebagai politikus sejati melainkan sekadar selebriti!
>
> Oleh sebab itu ketika dalam Pemilu Reformasi April 1999, PDI merebut suara terbanyak, kemudian mengubah nama partai menjadi PDI-Perjuangan, yang terlintas di mata publik adalah Megawati sudah berada di jalur cita-citanya. Yakni ia meneruskan perjuangan cita-cita Bung Karno dan menghidupkan kembali legacy Presiden pertama RI tersebut.
>
> Cita-cita Bung Karno yang paling jelas adalah menjadikan Indonesia sebagai negara besar yang diperhitungkan bangsa-bangsa di dunia atau serta ikut menentukan konstalasi politik dunia. Megawati berhasil menjadi Presiden RI baru pada pada 2001. Pada Pemilihan Presiden di Sidang Istimewa MPR RI Oktober 1999, Megawati hanya menjadi Wakil Presiden.
>
> Dalam Pilpres yang pemilihannya masih melalui lembaga MPR, Megawati digembosi oleh "Poros Tengah" yang digagas Amin Rais dkk. Sehingga yang terpilih Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Akibatnya agenda Megawati langsung memperjuangkan cita-cita Bung Karno, tertunda.
>
> Megawati menjadi Presiden, karena posisinya sebagai Wapres, terpromosi, akibat Presidan Gus Dur dilengserkan oleh MPR-RI (Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia) setelah selama kurang lebih 1,5 tahun berkuasa. Jadi naiknya Megawati ke kursi Presiden RI terjadi karena faktor "kecelakaan".
>
> Selama 3,5 tahun Megawati berkuasa, ia gagal mencapai cita-cita almarhum ayahnya. Megawati lebih banyak melakukan konsolidasi. Megawati meninggalkan Istana 20 Oktober 2004 dalam suasana seperti isteri yang meninggalkan kamar tidurnya, tanpa mencapai klimaks.
>
> Oleh sebab itu dalam Pilpres di 2009, Megawati kembali maju dalam persaingan. Tujuannya, untuk mencari kepuasan. Dalam arti ingin melihat bagaimana cita-cita Bung Karno tercapai. Rindu melihat Indonesia dipandang sebagai negara yang punya martabat.
>
> Sehingga dalam Pilpres 2014, bahasa tubuh Megawati mengirim sinyal, bahwa janda mendiang Taufiq Kiemas ini masih ingin mencari kepuasan. Karena Megawati sadar, Indonesia bukannya makin dekat dengan apa yang dicita-citakan almarhum ayahnya. Tapi semakin jauh.
>
> Ia seperti terobsesi menjadi mirip almarhumah Indira Ghandi, wanita pertama Perdana Menteri India yang membuat negaranya tetap disegani. Ayah Indira, Nehru Perdana Menteri pertama India, merupakan sahabat Bung Karno.
>
> Namun di saat Megawati ingin mencari kepuasaan itu, usianya di 2014 sudah mencapai 67 tahun. Usia seperti ini mengingatkan tahun-tahun terakhir almarhum Bung Karno. Usia yang sudah kurang produktif. Pemimpin yang sudah merasa serba tahu segalanya.
>
> Ketika Bung Karno mengalihkan kekuasaannya lewat Surat Perintah Sebelas Maret (11 Maret 1966) kepada Jenderal Soeharto, usia Bung Karno pada waktu itu sudah mencapai 65 tahun! Usia inilah mungkin yang menjadi kendala bagi Megawati untuk maju dalam Pilpres 2014.
>
> Beruntung Megawati sudah punya kader yang usianya baru 51 tahun, Joko Widodo (Jokowi). Dari suara-suara yang ada di masyarakat Jokowi yang baru satu tahun menjabat Gubernur DKI, juga mendapat dukungan yang relatif cukup luas.
>
> Sampai dengan akhir 2013, Megawati terus memperlihatkan kepercayaannya kepada Jokowi. Selain sering hadir bersama dalam satu acara, bepergianpun Megawati selalu dalam kendaraan yang sama dengan Jokowi. Selain itu, Jokowi sering diajak makan di kediaman Megawati, Jl.Teuku Umar, Jakarta Pusat.
>
> Tapi belakangan pemandangan seperti ini berkurang. Pernyataan dukungan Megawati terhadap Jokowi untuk menjadi Capres 2014, juga makin jarang didengar. Sejumlah kader PDIP menangkap kesan, ada perubahan secara mendasar dalam sikap Megawati menghadapi Pilpres 2014.
>
> Megawati mulai terpengaruh oleh sanjungan. Terutama yang datang dari partai yang sejatinya berkepentingan menjegalnya. Megawati pun mulai tergoda. Situasi ini kemudian memicu lahirnya gerakan internal yang menamakan diri Pro Joko Widodo (Projo). Dimana mereka tidak menginginkan PDIP mencalonkan figur lain kecuali Jokowi.
>
> Namun nampaknya persoalan lain yang muncul dalam benak Megawati - soal kadar nasionalisme ala Bung Karno. Megawati ragu apakah Jokowi merupakan pemimpin yang membawa titisan Bung Karno? Keraguan Megawati masuk akal. Sebab dari berbagai sudut manapun dilihat, tak sedikitpun yang ada dalam penampilan Jokowi, mencerminkan adanya "semangat Bung Karno" dalam dirinya.
>
> Megawati sesunguhnya hanya percaya pada dirinya. Paling banter kepada Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Keduanya merupakan anak biologis Megawati. Sebagai anak biologis, tentu saja mereka mewarisi darah Bung Karno.
>
> Yang menjadi kendala, kalau Puan Maharani ataupun Prananda yang dipilih Megawati sebagai Capres, tak ada jaminan mereka pun akan mampu memperjuangkan cita-cita Bung Karno. Bahkan pertanyaan paling penting, apakah Puan atau Prananda sudah bisa merepresentasikan "kharisma Bung Karno"?
>
> Benar bahwa saat ini sebagian rakyat memang rindu kehadiran pemimpin berkharisma seperti Bung Karno. Tapi kharisma itu belum terlihat pada kedua anak Megawati.
>
> Sekalipun Puan dan Prananda merupakan keturunan Bung Karno, rekam jejak mereka sebagai generasi penerus pejuang cita-cita Bung Karno, belum terekam dalam memori publik. [mdr]
>
> 
> DioN
>
> Powered by Telkomsel BlackBerry® Aja rumangsa bisa, hananging bisa rumangsa lan ngrumangsani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar