11.18.2013

Runtuhnya MK

Dari: "A.Syauqi Yahya"

> Runtuhnya MK
>
> Minggu, 17 November 2013 | 01:03 WIB
>
> Putu Setia
>
> Saya begitu kangen sama Romo Imam. Tapi saya agak ragu ke padepokannya karena mendengar kabar balai bambu di kebunnya roboh. Ada hujan lebat dengan petir dan angin kencang. "Ya, masih bersyukur karena bukan topan Haiyan," kata Romo, masih bisa tersenyum, ketika saya mengunjunginya.
> "Akan dibangun lagi?" tanya saya. "Tentu, ini urusan mudah," sahutnya. "Kalau yang runtuh Mahkamah Konstitusi, itu yang sulit dibangun. Terlalu sulit, tapi para hakim di mahkamah itu enteng saja. Padahal ini masalah kepercayaan. Ruang sidangnya diobrak-abrik, itu penghinaan luar biasa, seharusnya mereka introspeksi walau perusuh juga wajib dihukum."
> Wah, Romo cepat sekali panas. Cuaca di negeri ini lagi tak menentu. "Ketika Akil Mochtar ditangkap, wibawa MK sudah hancur. Ini bisa disebut genting. Jadi, benar Presiden perlu membuat perpu untuk menyelamatkan MK karena ada unsur gentingnya. Cuma, terlalu lama membuatnya, padahal bisa sehari-dua hari. Masa kegentingannya pun berkurang. Ketika perpu selesai, eh, DPR bersiap reses dan tak mau mengundurkan masa resesnya. Tak ada koordinasi kapan DPR reses dan kapan perpu harus dibahas."
> Saya memberanikan nimbrung. "MK sepeninggal Akil Mochtar kan sudah berbenah, sudah membentuk Dewan Kehormatan. Dan Akil pun sudah diberhentikan dengan tidak hormat. Sudah pula memilih ketua yang baru. Jadi, mahkamah tak genting lagi, dong. Sidang-sidang terus berjalan."
> "Betul," Romo memotong. "Delapan hakim MK itu merasa kegentingan sudah berlalu. Bahkan ada pernyataan mereka yang mengesampingkan kepercayaan masyarakat yang merosot. Mereka justru berani menguji perpu yang berkaitan dengan dirinya. Ini dobel kesalahannya. Pertama, MK hanya bisa menguji undang-undang yang bermasalah dengan UUD 1945. Perpu tanpa disetujui DPR kan belum setara dengan UU, kok bisa diuji MK? Jangan-jangan nanti perda pun mau diuji. Kedua, apakah etis menguji sesuatu yang menyangkut dirinya? Sekarang mau membentuk Dewan Etik, ini jelas mau menabrak perpu yang mensyaratkan ada Majelis Kehormatan MK. Ini bentuk perlawanan."
> Saya tak berani nimbrung. "MK sekarang ini tak mau tahu bagaimana kepercayaan masyarakat sudah hilang," katanya. "Ya, dong, apa jaminannya hakim-hakim itu bersih? Bukankah, dalam setiap keputusan yang dipimpin Akil Mochtar, mereka terlibat? Masak, sih, tak tahu ada aliran dana? Atau mendengar tapi pura-pura tak tahu? Oke, katakan saja mereka bersih, mereka harus bersikap kesatria. Misalnya, secara terbuka minta diperiksa. Setidak-tidaknya lebih kalem melangkah, jangan membuat perlawanan, ikuti aturan menjelang perpu dibahas DPR."
> "Kalau begitu, Romo, apa sebaiknya dilakukan untuk menegakkan wibawa MK lagi?" tanya saya. "Sukar, tapi bukannya tak bisa. DPR segera sahkan perpu, lalu bentuk panel ahli untuk memilih hakim MK yang baru sesuai dengan perpu. Delapan hakim yang ada boleh mendaftar, meski beberapa pasti gugur karena belum 7 tahun keluar dari partai politik. Dalam tiga bulan, MK baru harus terbentuk."
> "Kenapa buru-buru?" Romo langsung memotong: "Pemilu tinggal empat bulan lagi. Ini pemilu yang akan banyak ada sengketa, DPT masih amburadul. Kalau MK baru belum terbentuk, memangnya mau sengketa pemilu ditangani MK yang wibawanya sudah runtuh ini?"
> Saya diam dan hanya membatin: Jangan-jangan ada yang berharap DPR mempersulit perpu atau MK malah menolaknya. Lalu, semakin banyak sengketa, semakin tak dipercaya penengah sengketa, semakin tak berkualitas pemilu, semakin runtuh republik ini. Astaga, ada yang berharap begitu? Mari berbuat terbaik untuk bangsa.
>
> --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar