2.13.2015

Indonesia Tergilincir dalam Spiral Kebodohan


From: A.Syauqi Yahya


Tafik Abdullah: Indonesia Tergilincir dalam Spiral Kebodohan

http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/02/05/njac43-tafik-abdullah-indonesia-tergilincir-dalam-spiral-kebodohan

05 February 2015 13:16 WIB

Sejarawan Taufik Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sejarawan senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufik Abdullah, menilai, pasca-Reformasi 1998 Indonesia masuk ke dalam spiral kebodohan.

Yakni suatu keadaan ketika suatu tindakan atau ucapan bodoh dibalas dengan tindakan atau ucapan bodoh lainnya. Menurut Taufik, hal ini tampak mulai dari tingkat masyarakat berpendidikan rendah hingga kalangan elite negara.

"Kita mudah sekali tergelincir ke spiral kebodohan. Yakni, suatu tindakan bodoh, ditanggapi dengan tindakan bodoh lain. Sehingga muncul silang sengkarut, bahkan sebelum kita tahu, apa substansi masalah sebenarnya," ujar Taufik Abdullah saat ditemui di Kantor LIPI, Jakarta, Rabu (4/2).

Taufik mencontohkan kasus perselisihan KPK-Polri. Menurut Taufik, spiral kebodohan bermula ketika sudah jelas-jelas ada nama yang diberi "tanda merah" oleh lembaga antikorupsi. Namun, itu tidak menghentikan ditunjuknya nama itu sebagai calon Kapolri. Lantas nama itu disetujui pula di parlemen.

"Kan itu bodoh. Masak kepala kepolisian dicurigai melakukan korupsi. Mestinya kan dicegah, tapi malah disetujui," kata Taufik Abdullah, Rabu (4/2).

Taufik melanjutkan, spiral kebodohan ini merupakan ekses dari adanya krisis saling percaya. Hal ini lantas memunculkan apa yang disebut Taufik crisis of crisis management. Yakni, ketidakmampuan mengatasi konflik dan justru lebih giat menambah jumlah konflik. Akhirnya, Indonesia terjebak ke dalam situasi saling menyalahkan dan membela diri.

"Dalam konteks bernegara, kejernihan berpikir menjadi repot sekarang," kata Taufik Abdullah, Rabu (4/2).

Terakhir, Taufik berharap agar semua pihak bersedia merenungi kembali makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yakni, tujuan bernegara, mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Taufik, tujuan bernegara itu jelas mencerminkan kearifan. Hal mana yang sangat jarang ditemui sekarang, ketika tiap orang bersikeras menuntut keadilan sesuai tafsirannya sendiri-sendiri.

"Para elite kita sekarang, lupa dengan tujuan bernegara itu. Sibuk dengan kebenaran sendiri-sendiri. (Sebagai contoh) bagi saya yang adil begini, bagi Anda begitu. Lantas berantamlah kita," pungkas Taufik Abdullah, Rabu (4/2).

Red: Taufik Rachman
Rep: c14

--
--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar