8.11.2019

@bende mataram@ Bagian 123

@bende mataram@
Bagian 123


Harapannya terkabul. Burung gemaknya yang bernama Kebrok dapat dikalahkan.
Dengan demikian, Dewi Kusumaningsih diserahkan kepada Kyai Manguyu sebagai
isterinya.


Setelah berhasil menyerahkan adiknya kepada seorang terhormat, berangkatlah
dia ke Loano. la berhasil menemui kekasihnya dan bercumbu rayu layaknya
sepasang suami-isteri. Permainan itu dilakukannya pada setiap malam. Ketika
matahari mulai muncul di timur, cepat-cepat ia meninggalkan Loano dan
berangkat pulang ke Jati Pandowo.


Tetapi lambat-laun, sang perwira Anden Loano mengetahui permainan itu. Pada
suatu malam Pangeran Jayakusuma dihadang. Dan timbullah suatu pertarungan
seru. Anden Loano tak dapat menandingi kesaktiannya. Segera ia lari ke
Gunung Gede mengadu kepada ayahnya. Ayahnya yang bernama Ki Buyut Singgela
mencoba-coba mengadu kesaktian. Diapun tak dapat ungkulan. Karena sedih, ia
menceburkan diri ke dalam sungai. Niatnya hendak mati, daripada menanggung
malu dan hina. Tetapi arus sungai membawa dia tersangkut pada boro Kyai Bodo.


Ketika telah diketahui soalnya. Kyai Bodo membawanya menghadap kepada Kyai
Ganggeng. Dan Kyai Ganggeng membawanya pula menghadap seorang pangeran yang
bertahta di Semono. Mereka minta pertolongan.


Pangeran Semono berkenan menolongnya. Tetapi dia hanya mengirimkan salah
seorang abdinya bernama Lawa Hijau yang diberinya sebilah keris bernama
Caranggesing. Keris inilah yang kelak di sebut orang keris Kyai
Tunggulmanik. Di samping itu masih ada pula dua pusaka lainnya. Yakni, Jala
Korowelang dan Bende Mataram.


Pertarungan antara Mapatih Lawa Hijau dan Pangeran Jayakusuma berlangsung
sangat sengitnya. Kedua-duanya sakti dan tidak ada yang kalah atau menang.
Mereka bertempur sampai tujuh hari tujuh malam lamanya. Pada hari
kedelapan, Mapatih Lawa Hijau terpaksa mengeluarkan ketiga pusakanya.
Ketika Pangeran Jayakusuma melihat ketiga pusaka itu, keluarlah keringat
dinginnya. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha melarikan diri. la merubah
diri menjadi seekor kelabang. Tetapi Lawa Hijau segera pula merubah diri
menjadi seekor laba-laba raksasa. Sudah barang tentu Pangeran Jayakusuma
heran dan terkejut. Sama sekali tak diduganya, kalau lawannya sangat sakti.
Cepat ia merubah diri pula menjadi seekor tikus. Mapatih Lawa Hijau merubah
diri menjadi seekor kucing.


Melihat kesigapan lawan, gugup ia melarikan diri dan bersembunyi di dalam
kendi pratala. Mapatih Lawa Hijau segera menutup kendi itu rapat-rapat.
Setelah itu, ia membawa tawanannya pulang menemui Kyai Ganggeng, Kyai Buyut
Singgela dan Kyai Bodo. Kyai Buyut




sangat bergembira. Dengan menyatakan terima kasih, ia pulang ke Gunung Gede
dan menyerahkan soal itu kepada Kyai Ganggeng.


Kyai Ganggeng minta penjelasan kepada Mapatih Lawa Hijau cara dia
menaklukkan Pangeran Jayakusuma. Mapatih Lawa Hijau memperlihatkan ketiga
pusakanya. Kyai Ganggeng kemudian mengambil keris pusaka Caranggesing. Ia
berniat hendak mencoba kesaktian Pangeran Jayakusuma. Syukur bisa
membunuhnya. Dengan demikian ia akan memperoleh nama dan jasa.. Tetapi
Mapatih Lawa Hijau memperingatkan, kalau Pangeran Semono tidak mengizinkan
membunuh Pangeran Jayakusuma. Sayang, Kyai Ganggeng tidak mendengarkan.
Dengan dada menyala-nyala, ia membanting kendi pratala. Seketika itu juga,
Pangeran Jayakusuma berdiri seperti batu karang di hadapannya. Kedua
ksatria itu lantas saja bertarung gesing. Dan Pangeran Jayakusuma
bersenjata keris kerajaan Majapahit, Kyai Panubiru.


Sekarang Kyai Ganggeng jadi terkejut. Sama sekali ia tak mengira, kalau
Pangeran Jayakusuma benar-benar seorang ksatria sakti tak terlawan, la
mencoba menusuk dan meni-kamkan keris pusaka Caranggesing. Tetapi -tidak
ada selembar bulu roma Pangeran Jayakusuma yang bisa dirontokkan.


"Ih! Pantas kamu berani maling seorang puteri. Kamu memang seorang jantan
sejati. Tetapi, mengapa kamu bisa ditaklukkan Mapatih Lawa Hijau dengan
keris Caranggesing? Padahal aku pun bersenjata keris Caranggesing juga."


Pangeran Jayakusuma tertawa sambil menungkas, "Apa kau bilang? Aku
ditaklukkan Lawa Hijau? Sama sekali tidak! Aku ditawan, karena kena
tipu-muslihat. Kalau kau tak percaya, boleh kalian berdua maju berbareng.
Nah, tikamkan Caranggesing ke dadaku sampai kaujera."


Hm... benar-benar sombong ksatria ini, pikir Kyai Ganggeng. Kemudian
berkata, "Yang sakti bukan hanya kamu seorang di dunia ini. Tikamkan keris
pusakamu ke dadaku. Ingin aku merasakan tuahnya keris pusakamu yang
kauagul-agulkan."


Pangeran Jayakusuma segera menikamkan keris Panubiru. Tetapi keris itupun
tidak mempan. Dengan demikian mereka berdua terus bertempur tak
berketentuan. Akhirnya, kedua-duanya mati kehabisan napas.


Mapatih Lawa Hijau kemudian membawa Caranggesing kembali menghadap Pangeran
Semono. Dengan takzim Pangeran Semono mendengarkan kisah pertarungan antara
Pangeran Jayakusuma dengan Kyai Ganggeng. Akhirnya Pangeran Semono berkata,
"Caranggesing dan Panubiru sebenarnya adalah jodohnya. Sudah barang tentu,
mereka yang menggunakan kedua pusaka itu takkan dapat merebut kemenangan.
Sekarang kedua pusaka itu telah menemukan jodohnya. Keduaduanya telah
meninggal. Karena itu, ingat-ingatlah pesanku ini. Di kemudian hari,
apabila aku telah mekrat aku akan mewariskan kedua pusaka itu kepada siapa
saja yang berhak mewarisi. Barangsiapa dapat memiliki kedua pusaka itu akan
kusyahkan sebagai ahli waris tanah Jawa. Karena tanah Jawa adalah milikku.
Bende Mataram dan Jala Korowelang akan pula ikut mengirimkan. Karena itu,
pemiliknya akan sakti. Suaranya bagaikan guntur, kegesitannya melebihi
kilat, kekuatannya melebihi tenaga raksasa. Dia adalah laksana matahari
yang bersinar tunggal di atas persada bumi...." Pada zaman dahulu banyak
diceritakan tentang musnahnya tokoh-tokoh sakti. Diantaranya Kyai Gede
Senggala. Sedangkan Lawa Hijau dikabarkan tetap hidup sepanjang zaman."


Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar