8.22.2019

@bende mataram@ Bagian 148

@bende mataram@
Bagian 148


Ki Hajar Karangpandan tak mengetahui peristiwa permainan sandiwara mereka.
Itulah sebabnya, ia tak memperdulikan. Dengan menggetarkan pedangnya ia
menyerang Pringgasakti bertubi-tubi.


Pringgasakti jadi tak bersabar lagi. Dengan gemas ia menangkis tiap
serangan Ki Hajar Karangpandan dengan kesiur angin danlengannya yang kebal
dari segala senjata. Dengan demikian, Ki Hajar Karangpandan mulai nampak
keteter.


Sesudah bertempur beberapa saat, tangan Pringgasakti yang terkenal
berbahaya dan kuat, menyambar cepat sampai Ki Hajar Karangpandan tak keburu
menarik pedang-nya. Sekaligus terjadi suatu benturan dahsyat. Pedang Ki
Hajar Karangpandan kena di-patahkan menjadi dua dan lengan pendeta itu
terasa nyeri luar biasa.


"Mundur!" teriak Pringgasakti.


Namun Ki Hajar Karangpandan adalah seorang bekas pejuang terkenal bandel.
Ia tak jera menghadapi lawan tangguh. Bahkan sambil melemparkan potongan
pedangnya ia mundur sambil berteriak pula, "Mundur!"


Pringgasakti terheran-heran. Belum lagi ia sempat menduga maksud lawannya,
tiba-tiba saja Ki Hajar Karangpandan telah menyerangnya dengan tangan
kosong. Tenaganya luar biasa kuat, seolah-olah bumi jadi berderak-derak.


Ki Hajar Karangpandan kini bertempur dengan mengandalkan kegesitannya.
Dahulu ia pernah mengejar rombongan Banyumas sepesat burung rajawali dan
menggempur mereka seorang demi seorang di luar kemampuan manusia lumrah. Di
antara mereka hanya Wirapati seorang yang pernah menyaksikan.


Itulah sebabnya begitu ia bertempur dengan menggunakan ilmu itu, semua yang
menyaksikan jadi ternganga-nganga karena kagumnya. Dengan Ilmu Rajawali
yang cepat dan sebat luar biasa, ia berputar-putar seperti angin dan timbul
tenggelam di antara tangkisan-tangkisan dan serangan balasan Pringgasakti.
Dan Sanjaya yang melihat dari luar gelanggang jadi kagum dan berkecil hati.
Sama sekali tak diduganya, bahwa gurunya memang bukan orang sembarang.
Sekarang sadarlah dia, bahwa apa yang pernah diberikan gurunya kepadanya,
sebenarnya hanya sebagian kecil belaka. Memperoleh pikiran demikian,
diam-diam dia mengkhawatirkan gurunya yang baru. Sesalnya bukan main
mengapa tadi dengan terang-terangan ia menghina gurunya di depan
Pringgasakti. Kalau saja Pringgasakti bisa dikalahkan gurunya, hukumnya apa
yang bakal terjadi tak dapatlah dia membayangkan.


Pringgasakti sebenarnya bukan anak kemarin sore. la seorang yang sakti,
kebal lagi pandai. Kalau tidak, bagaimana dia berani bertarung tujuh hari
tujuh malam? Hanya saja, ia menjadi sibuk sekali menghadapi cara berkelahi
Ki Hajar Karangpandan. Ia menambah tenaga dan memukul berserabutan. Namun
tangannya tak pernah sekali juga menyentuh tubuh Ki Hajar




Karangpandan yang berkelebat tak hentinya. Malahan kedua tangan Ki Hajar
Karangpandan dapat bekerja terus, menepuk, menyengkeram, menghantam dan
membabat dengan disertai tenaga mantran yang dahsyat.


Makin lama pukulan Pringgasakti makin keras dan berbahaya, sedangkan
gerakan Ki Hajar Karangpandan menjadi semakin cepat pula. Masing-masing
bertempur dengan sungguh-sungguh dan mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya.
Pringgasakti adalah seorang berpengalaman. Dalam hati, ia berani bertarung
sampai tujuh hari tujuh malam. Ki Hajar Karangpandan juga bukan anak lagi
belajar beringus. Diapun pernah bertempur mati-matian melawan Ki
Tunjungbiru selama lima hari lima malam.


Jaga Saradenta jadi bergelisah. Sebagai seorang kawakan tahulah dia, kalau
Ki Hajar Karangpandan bukan lawan Pringgasakti. Meskipun tak
gampang-gampang dapat dikalahkan, tetapi untuk merebut kemenangan adalah
sukar. Karena ia sangat benci kepada si iblis itu, diam-diam ia berdoa
mudah-mudahan Ki Hajar Karangpandan dapat merobohkan. Serentak ia mencabut
cempulingnya dan dilemparkan kepada Ki Hajar Karangpandan seraya berkata,
"Hai pendeta edan! Sambutlah ini!"


Cempuling Jaga Saradenta bukan sebuah pusaka murahan. Selain terbuat dari
bahan baja bercampur besi berani, pusaka itu bertuah pula. Menurut cerita,
cempuling itu adalah hasil kerja seorang empu kenamaan pada zaman
Panembahan Senopati. Banyaklah sudah jasanya menumpas musuh. Dalam Perang
Giyanti, Jaga Saradenta sudah beberapa kali memperoleh faedahnya. Selamanya
belum pernah terpisah dari tangannya seakan-akan nyawanya sendiri. Kini
pusaka itu diberikan kepada Ki Hajar Karangpandan. Jika bukan mengharapkan
sesuatu, mustahillah ia berbuat demikian.


Sebaliknya Ki Hajar Karangpandan jadi berbesar hati mendapat bantuan Jaga
Saradenta. Gerak-geriknya jadi bertambah mantap. Dengan bersiul panjang, ia
menghan-tam Pringgasakti dengan suatu gerakan aneh. Gugup Pringgasakti
memapaki pukulannya yang aneh. Mendadak saja berubah menjadi gerakan
membabat dan menyodok perut.


Keruan saja Pringgasakti tak berani berlaku sembrono lagi. la tak berani
menyambut pukulan itu. Dengan menjejak tanah ia mundur dan tahu-tahu sudah
menggenggam sepotong senjata berbentuk alu. Entah terbuat dari apa alu itu,
tetapi apabila digerakkan menerbitkan kesiur angin dan deru suara.


Sekarang—si iblis berani mengadu tenaga dan senjata, la menggebu
terus-menerus tiada hentinya. Sebaliknya Ki Hajar Karangpandan cepat-cepat
merubah ilmu cempulingnya. Sekonyong-konyong ia bergulingan di atas tanah
dan menghantam kedua kaki musuh. Pringgasakti kaget bukan kepalang. Sama
sekali tak diduganya, kalau pendeta itu bisa merubah tata-berkelahinya
begitu cepat dan berbahaya. Gntuk meloloskan diri, terpaksa ia meloncat
tinggi. Kemudian turun di atas tanah sambil membalas menyerang. Tetapi
tahu-tahu Ki Hajar Karangpandan sudah merubah lagi ilmu berkelahinya, la
kini melepaskan serangan berantai bagaikan gelombang pasang. Suara anginnya
berderu-deru dan terus bergulung seperti arus laut melanda bumi.


Pringgasakti lantas saja menggenggam alunya erat-erat. Ia bermaksud hendak
mengadu tenaga, karena tahu dengan pasti kalau ia menang tenaga. Jika tadi
menggunakan sebelah tangan, kini ia menggunakan kedua tangannya. Hebat
akibatnya. Sedang dengan sebelah tangan saja, pukulannya sudah sangat
mengejutkan. Apa lagi kini tenaganya jadi berlipat. Di samping itu ia
menggunakan pula tenaga pinggang. Nampaknya gerakannya sederhana, tetapi
sebenarnya mengandung tenaga dahsyat yang susah dibendung. Kesiur anginnya
saja sudah mampu merobohkan lawan seandainya lawan itu hanya bertenaga
tanggung. Oleh karena itu, setiap kali Pringgasakti mengayunkan alunya,
cepat-cepat Ki Hajar Karangpandan meloncat menghindari.


Sudah lewat beberapa puluh jurus, angin pukulan Pringgasakti bertambah
dahsyat dan




dahsyat. Sebaliknya Ki Hajar Karangpandan nampak jadi sibuk. Gntung dia
memiliki suatu kegesitan yang tak dapat ditandingi orang. Maka dengan
mengandalkan kegesitannya, ia terus melawan sebisa-bisanya.


Tetapi ia tak cepat lagi menyerang seperti tadi. Ia terus mundur dan
mundur. Tahu-tahu ia terdorong terus sampai terjepit di antara pohon-pohon
yang berdiri di tepi lapangan. Ia terkesiap dan tak berdaya memusnahkan
tenaga lawan. Ternyata si iblis berkelahi seperti orang edan. Tanpa
berkedip ia terus merangsak dan benar-benar berniat hendak merenggut nyawa.


"Nah, apa yang akan kaulakukan? Sekarang kau mampus!" teriaknya nyaring
sambil tertawa meriuh.


Semua orang terkesiap menyaksikan peristiwa itu. Sekonyong-konyong alu
Pringgasakti menyambar dengan dibarengi suara bergemeretakan. Pohon yang
berada di belakang Ki Hajar Karangpandan kena ditumbuk tumbang. Dan pada
detik berbahaya itu—di luar dugaan orang— Ki Hajar Karangpandan masih
keburu menggenjot tubuhnya dan melompat melewati kepala musuhnya. Anehnya,
dalam seribu kerepotannya pendeta bandel itu masih saja bisa memaki musuhnya,


"Kau mampus sendiri! Nah, apa yang akan kaulakukan?" Ki Tunjungbiru dan
Jaga Saradenta terkejut bukan main. Mereka berdua mengira, kalau Ki Hajar
Karangpandan tak dapat meloloskan diri lagi. Seperti telah berjanji, mereka
menjejak tanah dan melesat memasuki gelanggang. Kedua tangan mereka
terpentang mengancam punggung Pringgasakti untuk menolong nyawa Ki Hajar
Karangpandan. Pada detik itu juga, mendadak saja Pringgasakti berputar dan
menghantam serangan mereka dengan sekaligus. Dan sesungguhnya dia adalah
seorang perkasa pada zaman itu. Patutlah dia disegani, dikagumi dan dikutuk
orang. Dalam bentrokan adu tenaga itu, terlihatlah dengan jelas betapa
besar tenaganya. Dia dikerubut dua orang. Meskipun demikian, tatkala saling
berbentur kedua lawannya dapat dipentalkan terbalik sampai berdiri
terhuyung-huyung. Sedangkan dia sendiri hanya bergeser tempat setengah
langkah. Maklumlah, waktu itu tenaganya baru saja dipusatkan menggempur
kepala Ki Hajar Karangpandan yang ternyata dapat meloloskan diri.


"Hm," ia mendengus, "orang-orang semacam kalian inilah yang akan merajai
kepu-lauan Jawa? Bagaimana kalian berani menantangku. Jika kalian berdua
bisa mempertahankan diri dari senjata andalanku dalam sepuluh jurus saja,
aku akan mengakui kalian sebagai guruku."


"Eh-eh" sahut Ki Hajar Karangpandan sambil tertawa merendahkan.
"Benar-benar kamu ingin kami berebut bertiga?"


"Jangan lagi tiga orang. Seribu dewa suruhlah turun dari angkasa. Aku
takkan mundur selangkahpun juga."


Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar