3.16.2015

Sesat Pikir !


From: A.Syauqi Yahya 


Anotasi Logika untuk Somasi Sarpin Rizaldi bagi "Khalayak Ramai"

http://m.kompasiana.com/post/read/706850/3/anotasi-logika-untuk-somasi-sarpin-rizaldi-bagi-khalayak-ramai.html

Nararya
15 Mar 2015 | 16:31

Pada tanggal 13 Maret 2015, Hotma Sitompul (kuasa hukum Sarpin Rizaldi) mendatangi Bareskrim Polri untuk mengumumkan somasi bagi "khalayak ramai". Dalam tulisan ini, saya akan mengemukakan sejumlah pokok argumentasi logis mengenai somasi tersebut.

Sasaran

Siapa yang dimaksud khalayak ramai di sini? Menurut sejumlah sumber online, rujukan dari istilah ini adalah:
Mereka yang menggunakan media untuk menyerang pribadi Sarpin dengan komentar-komentar celaan, mis. "goblok, bego," (sumber). Dalam logika, komentar-komentar seperti ini disebut abusive ad hominem.
Para pejabat, mantan pejabat, pakar hukum yang mengomentari secara negatif putusan praperadilan BG yang dipimpin oleh Sarpin Rizaldi (sumber).

Saya setuju bahwa somasi itu ditujukan untuk mereka yang melakukan abusive ad hominem (poin 1). Tetapi, menujukan somasi kepada mereka pada poin 2 di atas, merupakan sesuatu yang tidak logis. Meski begitu, saya perlu menempatkan argumen saya mengenai ketidaklogisan sasaran pada poin 2 di atas dalam konteks yang lebih besar, maka mari kita lanjutkan terlebih dahulu ulasan mengenai poin berikutnya.

Tujuan dan Seruan

Hotma Sitompul menyatakan, "Tujuan kami agar masyarakat menghormati putusan pengadilan" (sumber). Tujuan ini disasarkan kepada mereka pada poin 2 di atas disertai seruan:
"Agar tidak melakukan penilaian, pendapat, atau komentar yang menyudutkan klien kami dalam menjalankan profesinya" (sumber).
Terkait putusan praperadilan yang dipimpin Sarpin Rizaldi pada kasus BG vs KPK beberapa waktu lalu, "Bila masyarakat tidak setuju dengan putusan Sarpin, Hotma mengimbau supaya keberatan itu disampaikan lewat jalur hukum" (sumber).

Menurut Hotma Sitompul, Sarpin Rizaldi berkompeten dalam menjalankan tugasnya. Ia memperlihatkan kompetensi Sarpin Rizaldi dengan menyatakan,
Sarpin adalah hakim yang telah bertugas selama 20 tahun di berbagai pengadilan di Indonesia. Menurutnya, Sarpin memiliki rekam jejak yang baik dan tidak tercela. Sarpin juga tidak pernah dijatuhi hukuman atau sanksi dalam menjalankan profesinya (sumber).
Catatan logika

Di atas saya sudah mengemukakan klaim bahwa menujukan somasi kepada sasaran poin 2 di atas (para pejabat, mantan pejabat, dan pakar hukum) merupakan sesuatu yang tidak logis dalam kaitan dengan keseluruhan konteks isi somasi di atas.
Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh UU. Secara filsafati, kebebasan berpendapat ini tercakup di dalamnya soal pendapat positif (setuju) dan/atau pendapat negatif (tidak setuju) yang disertai argumen-argumen. Seruan Hotma Sitompul pada poin 1 di atas bisa jadi merupakan cerminan intimidasi terhadap kebebasan berpendapat! Opini-opini itu bukan menyudutkan Sarpin secara pribadi, melainkan bedahan argumentatif terhadap putusannya yang kontroversial itu.
Asumsi Hotma Sitompul pada seruan poin 2 di atas adalah bahwa jalur hukum merupakan satu-satunya jalur yang sah untuk orang mengemukakan pendapat negatif terhadap sebuah putusan hukum. Asumsi ini merupakan sebuah sesat pikir (logical fallacy) bernama: damning the alternatives. Orang tidak harus mengemukan opini ketidaksetujuannya terhadap sebuah putusan hukum hanya melalui jalur hukum. Tidak ada hukum mana pun yang mengharuskan hal ini. Saya justru menduga, bahwa karena Sarpin dan Hotma Sitompul berkecimpung dalam bidang hukum, maka segala sesuatu harus melalui jalur hukum. Tidak ada yang salah dengan seruan itu jika dilihat sebagai subjektivitas. Tetapi mengemukakannya sebagai sebuah keharusan berati melakukan sesat pikir yang lain, yaitu: confusing  preference claims with normative claims. Seruan pada poin 2 di atas bukan berintonasi himbaun lagi, melainkan keharusan karena alternatifnya, yaitu penggunaan media sebagai sarana mengemukakan pendapat negatif telah dieliminasi secara tidak sah oleh Hotma Sitompul!
Mengenai kompetensi Sarpin yang dikemukakan Hotma Sitompul, pada dasarnya sangat diapresiasi. Tetapi diapresiasi tidak sama dengan mengasumsikan bahwa karena ia memiliki kompetensi tersebut maka putusannya tidak boleh dikritik melalui media kecuali melalui jalur hukum. Mungkin Hotma Sitompul hanya perlu diingatkan bahwa teori mengenai bumi ini datar juga dikemukakan oleh saintis terkenal serta sangat berkompeten (mungkin lebih berkompeten dari Sarpin!). Ironisnya itu dipercaya ribuan tahun, hingga akhirnya sekarang teori itu hanya menjadi sebuah bahan olokan saja. Kompetensi tidak selalu menjamin kebenaran klaim serta argumen seseorang. Dan justru itulah, perlu adanya ruang kebebasan berpendapat.
Mengenai tujuan somasi tersebut dalam kaitan dengan sasaran pada poin 2 dan seruan poin 1-2, Hotma Sitompul melakukan sesat pikir yang lain yaitu mengacaukan antara penghormatan (respect) dan penerimaan (acceptance) atau persetujuan (agreement). Penghormatan tidak selalu harus diikuti dengan penerimaan dan/atau persetujuan. Saya menghormati Hotma Sitompul yang pakar hukum tetapi itu tidak harus berarti bahwa saya harus setuju dan menerima klaim-klaim Hotma Sitompul. Clear like a crystal!
Ada inkonsistensi dari konteks yang lain namun relevan untuk disertakan di sini. Sarpin sendiri menolak panggilan Komisi Yudisial dan menyatakan bahwa ia hanya mau mempertanggungjawabkan keputusannya kepada Tuhan saja. Well, good for him! Maka, mari kita meneladani Sarpin untuk tidak menaati panggilan terkait masalah hukum, karena kita hanya perlu mempertanggungjawabkan semua opini kita kepada Tuhan Sang Hakim Tertinggi dan Termulia! Saya menduga Hotma Sitompul dan Sarpin akan melakukan special pleading di sini jika meneruskan somasi tersebut. Semoga tidak, jika mereka segera mencabut somasi tersebut demi konsistensi!

Jadi, di samping saya juga ikut menyerukan agar abusive ad hominem dihentikan terhadap Sarpin Rizaldi, namun saya juga percaya bahwa menyerukan kepada para pakar hukum dan yang lainnya untuk tidak mengemukakan opini berseberangan dengan putusan Sarpin Rizaldi melalui media merupakan sebuah seruan yang fallacious!

Akhirnya saya ingin menyertakan sebuah lampiran berupa capture tanya jawab saya dengan Kompasianer Hendra Budiman di tulisannya yang berjudul: Tafsir Atas Kriminalisasi (saya sudah mendapatkan ijin untuk capture ini).

~Salam Kompasiana~
Catatan bawah:Tolong berhenti menggunakan klaim "ini negara hukum bukan negara opini" dalam arti semua putusan hukum tidak boleh dikritik. For sure, klaim itu sendiri ("ini negara hukum bukan negara opini") pun merupakan sebuah opini..heheheheehehe!
Dibaca : 3 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar