7.30.2019

@bende mataram@ Bagian 99

@bende mataram@
Bagian 99


Mendengar teriakan mereka, Sangaji terkejut. Barulah kini dia sadar, kalau
kawannya itu sebenarnya seorang pemuda bukan semba-rangan. Terang sekali,
kalau dialah yang menggantung ketiga orang itu seorang diri.


"Hebat!", puji Sangaji dalam hati.


Peristiwa Kartawirya dan ketiga rekannya kena dipermainkan seorang pemuda
kumal, masuk dalam pembicaraan Manyarsewu dan Cocak Hijau. Manyarsewu
sesungguhnya seorang pendekar sakti dari Ponorogo. Ia sampai mendapat gelar
Warok Ponorogo yang disegani pendekar-pendekar sakti lainnya. Sedangkan
Cocak Hijau sebenarnya bernama Andi Malawa berasal dari Makassar. la
menetap di Pulau Jawa setelah kawin dengan seorang gadis dari Gresik.
Semenjak itu dia mendapat gelar Cocak Hijau, karena ilmu berkelahinya yang
sangat gesit bagaikan seekor burung cocak. Seringkali dia bertanding
melawan pendekar-pendekar sekitar Gresik. Pernah pula melawat ke Malang,
Jombang, Mojokerto dan Kediri. Akhirnya bertemu dengan Manyarsewu dan
menjadi sahabat. Karena mereka berdua pernah mengadu kepandaian dan di
antara mereka tidak ada yang kalah atau menang.


"Eh, Cocak Hijau!" kata Manyarsewu. "Kabarnya Kartawirya itu mempunyai
gelar Singalodra. Kenapa dia kena dipermainkan anak kemarin sore? Lihat
laki-laki berkepala botak, bertubuh pendek buntet itu! Dia Paman guru
Kartawirya. Kelihatannya, dia men dongkol dan malu."


"Kaukenal dia?" tanya Cocak Hijau.


"Orang itu pernah keluyuran sampai ke daerah Ponorogo. Ilmunya hebat tak
tercela. Namanya Sidik Mangundirja gelar Yuyu Rum-pung. Kabarnya dia
menjadi penasehat sang Dewaresi."


Mendengar nama Yuyu Rumpung, Mustapa kaget. Diam-diam ia mengamat-amati
orang berkepala botak yang berkumis serabutan dan berperawakan pendek
buntet. Pernah dia berkeliling sampai ke daerah Banyumas.


Nama itu tak asing lagi baginya. Dia terkenal sakti dan galak. Hanya saja,
belum pernah ia melihat orangnya.




Yuyu Rumpung kelihatan gusar. Mukanya merah padam. Tangannya meremas-remas.
Dan Manyarsewu terdengar berkata lagi, "Dia gusar, lihat! Maklum,
keponakannya seperti bocah tiada guna sampai kena dipermainkan bocah ingusan."


Dalam pada itu, perkelahian antara Sangaji dan si pemuda ningrat berhenti
begitu saja. Si pemuda ningrat nampak letih. Ia berhasil merobohkan Sangaji
sampai enam tujuh kali, tetapi benar-benar harus memeras keringat.
Sebaliknya Sangaji nampak masih segar-bu-gar. Ia masih bersedia melanjutkan
perkelahian.


Mustapa datang menghampiri dan berusaha membujuknya agar mengalah.
Mula-mula Sangaji enggan mendengarkan bujukan Mustapa, tetapi akhirnya dia
menurut. Maklumlah, tidak ada niatnya mau berkelahi mati-matian melawan si
pemuda ningrat. Ketika mereka berdua mau mengundurkan diri, terdengarlah
suara ribut lagi.


Si pemuda kumal datang berloncatan sambil membawa robekan kain putih. Dia
tertawa dengan pandang berseri-seri. Tak lama kemudian, nampaklah
Kartawirya datang memburu.


Pakaian si pesolek kini berubah tak keruan macam. Kain dadanya robek,
sedang lengan bajunya buntung. Tahulah orang, kalau pemuda kumal itu telah
merobek kain dada dan lengan bajunya. Maka itu mereka tertawa riuh.


Kartawirya marah bukan kepalang sampai warna mukanya biru pengab. Dengan
sepenuh tenaga dia melesat mengejar si pemuda kumal yang telah menghilang
lagi di antara penonton. Tak lama kemudian, datang pulalah ketiga rekannya
yang berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan senjatanya. Mereka berusaha
mengejar si pemuda kumal secepat mungkin. Tapi terang, ilmunya kalah jauh
sehingga mereka mirip tuyul-tuyul belaka.


Semua orang heran dan geli menyaksikan mereka uber-uberan tak keruan
juntrungnya. Akhirnya mereka tertawa berkakakkan seperti melihat badut.
Berbareng dengan itu, terde-ngarlah suara bentakan-bentakan dari arah
timur. Dua regu polisi datang menyibakkan penonton dengan menyabetkan
cemetinya.


"Minggir! Minggir! Raden Ayu Bumi Gede lewat!"


Semua orang terkejut. Buru-buru mereka menyibakkan diri. Buat Kota
Pekalongan, kedatangannya seorang isteri pangeran adalah jarang terjadi.
Itulah sebabnya mereka ingin melihat kaya apa seorang isteri pangeran,
seolah-olah dia bukan termasuk golongan manusia yang doyan makan dan minum.


Mendengar suara polisi dan melihat kesibukan orang, si pemuda ningrat
mengeri-nyitkan dahi. Terdengar ia menggerutu, "Siapa yang lapor aku berada
di sini?"


Para pengiringnya, tidak ada yang berani menjawab. Memang salah seorang di
antara mereka ada yang lari melaporkan peristiwa perkelahiannya dengan
Sangaji. Mendapat laporan itu, Raden Ayu Bumi Gede segera datang dengan
berkendaraan kereta berkuda.


Mustapa mendongakkan kepala. Ingin ia mendapat penglihatan agak luas.
Diapun ter-masuk seseorang yang belum pernah melihat wajah isteri kaum
ningrat tinggi. Selain isteri-isteri kaum ningrat tinggi itu jarang sekali
men-jengukkan diri di luar rumah, merekapun tinggal di dua buah kota
kerajaan belaka. Yakni Surakarta dan Yogyakarta.


Tak lama kemudian sebuah kereta berkuda empat datang bergeritan. Kereta itu
berhenti di pinggir lapangan. Beberapa pengiring lantas menghampiri dan
membungkuk hormat. Dari dalam kereta, terdengarlah suara seorang wanita,
"Mana dia? Panggil kemari! Mengapa dia berkelahi di sembarang tempat?"


Mustapa mendengar suara wanita itu cukup terang. Mendadak sekujur badannya
menggigil. Mukanya pucat dan bibirnya bergetaran lembut. Pendengarannya
seolah menangkap suatu suara yang telah lama dikenalnya. Diam-diam ia
berpikir keras, "Ih! Mengapa dia? Apa benar dia? Masa dia?"




Tiba-tiba dia tertawa perlahan mengejek dirinya sendiri. Pikirnya pula,
hmm... kalau pikiran sedang angot... mana bisa dia isteriku...


Waktu itu Nuraini datang mendekati. Ia mencemaskan dirinya karena kelihatan
berubah wajahnya. Menimbang kalau dia lagi luka parah, ia mengira rasa
sakitnya tak terta-hankan lagi. Maka hati-hati Nuraini minta penjelasan,
"Ayah, istirahatlah! Mengapa ...?"


Mustapa terkejut. Ia menoleh, lalu tersenyum pahit. Setelah itu
penglihatannya dilemparkan kembali ke arah kereta berkuda, la mulai
berpikir keras lagi. Kesan pende-ngarannya benar-benar mengejutkan hatinya.


Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar