@bende mataram@
Bagian 174
Sangaji ngeri membayangkan hukuman itu. Sebagai seorang laki-laki dapatlah
dia merasakan bagaimana hebat siksaan batin Yuyu Rumpung tatkala melakukan
hukuman itu. Kecuali malu bukan main, tubuhnya tersengat hebat oleh bisa
serangga dan semut merah. Belum lagi, disoraki orang sepanjang jalan dan
harus pula mengantarkan pulang 45 orang gadis yang tempat tinggalnya
berpencaran di kotanya masing-masing. Tapi Titisari berkesan lain. Gadis
itu bahkan bersyukur dalam hatinya, mendengar kabar siksaan hati Yuyu
Rumpung. Katanya setengah bersorak,
"Mestinya dia harus Paman siksa berjalan terbalik. Nah, itu namanya baru
pantas..."
"Tidak! Tidak!" bantah Gagak Seta penuh kemenangan. "Hukuman itu lebih
berat daripada dihukum mati."
"Ah! Apakah begitu?" gadis itu heran.
"Ya. Dan dia kuancam lagi. Apabila sampai bertemu aku kembali, nyawanya
akan kucabut sedikit demi sedikit. Itulah sebabnya. Ia ketakutan setengah
mati."
Titisari diam seperti lagi memikirkan sesuatu.
"Tongkat Paman seperti mempunyai keramat. Tahulah aku sebabnya, karena dia
pernah terikat erat-erat pada tongkat itu. Begitu melihat tongkat itu,
lantas saja ia teringat siapa pemiliknya. Tetapi... sebaliknya kejadian
tadi merupakan soal rumit bagi kami berdua. Bukankah kita tak bakal hidup
bersama-sama untuk selanjutnya? Aku tahu, pada suatu kali Paman pasti
meninggalkan kami. Bagaimana kalau dia kemudian membalas dendam dan
melampiaskan amarahnya kepada kami?"
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak sambil menyahut, "Otakmu memang cerdik
seperti iblis benar. Aku tahu maksudmu. Kau ingin aku mewariskan seluruh
Ilmu Kumayan Jati kepada bakal suamimu sampai bisa danberbareng memberi
ilmu lain kepadamu. Baiklah! Apa boleh buat, aku sudah kepincut dengan
masakanmu. Nah, carilah resep makanan dan masakan kira-kira seratus macam.
Selama itu, kukira kalian berdua sudah bisa menaklukkan orang-orang gagah
di seluruh kepulauan Jawa ini."
Mendengar ujar Gagak Seta, Titisari girang luar biasa. Lantas saja ia
menyambar perge-langan tangan Gagak Seta dan dibawanya lari ke pinggir
hutan. Di sana Gagak Seta menurunkan dua ilmu sakti lagi kepadanya.
Sedangkan kepada Sangaji, ia mewariskan sembilan jurus ilmu sakti Kumayan
Jati sekaligus dengan pecahan-pecahannya. Dengan demikian, pada hari itu
juga Sangaji sudah memiliki ilmu sakti Kumayan Jati yang terbagi menjadi
dua bagian. Yakni keras dan lunak.
Tetapi mempelajari gaya jurus ilmu Kumayan Jati, bukanlah mudah. Sangaji
diajar melompat tinggi di udara. Di sana dia harus bisa berputar dan turun
ke bawah dengan melontarkan serangan. Menyerang dari atas mempunyai daya
tekanan dua kali lipat. Tatkala Gagak Seta memberi contoh, tanah yang jadi
sasaran bidikan sekaligus am-blong ) menjadi kubangan sedalam dua langkah
seorang laki-laki. Bisa dibayangkan bagaimana hebat tenaganya.
Untuk memahami kesembilan jurus ilmu sakti Kumayan Jati ini, Sangaji
membutuhkan waktu sepuluh hari lamanya. Selama itu. Titisari melayani
selera Gagak Seta dengan secermat-cermatnya. Orang tua itu merasa puas dan
tak habis-habisnya memuji keahliannya.
Tujuh hari kemudian, Sangaji mulai dapat menguasai pecahan-pecahannya
kesembilan jurus sakti Kumayan Jati. Memang Ilmu Kumayan Jati bukan ilmu
sembarangan. Nampaknya
sederhana tetapi mengandung rahasia pukulan luar biasa bagusnya. Kecuali
itu, memiliki segi-segi bidikan yang dapat menyekat dan menguasai semua
penjuru bidang gerak. Inilah keistimewaannya.
Sesungguhnya Ilmu Kumayan Jati adalah ilmu andalan Gagak Seta hasil dari
ciptaannya sendiri. Ilmu itu berdasarkan kunci sari-sari Ilmu Kawrastan,
Pangabaran Sepi Angin, Pemepesan, Bandung Bondowoso, Lebur-seketi, Gimeng,
Lindupanon dan Narantaka. Konon menurut cerita, ilmu-ilmu itu adalah milik
Syanghyang Wenang, Syanghyang Tunggal, Resi Abiyasa, Manikmaya, Hanuman,
Gondomono, Drestarata, Kasipu, Resi Seta,
Pandudewanata dan Harjuna. Gagak Seta berhasil meleburnya menjadi satu.
Setelah ditekuni bertahun-tahun lamanya, ia berhasil menciptakan ilmu sakti
luar biasa yang diberinya nama, Kumayan Jati. Dulu ia mengadu kesaktian
melawan Kyai Kesambi, Kyai Haji Lukman Hakim, Pangeran Mangkubumi I,
Adipati Surengpati, Kebo Bangah dan Pangeran Samber Nyawa. Ilmu Kumayan
Jati belum rampung diciptakan. Seumpama sudah rampung pasti dia merebut
gelar pendekar sakti nomor satu. Meskipun demikian, ilmunya yang belum
paripurna sudah memperoleh pujian hebat dari semua yang hadir. Bahkan
mereka semua mengagumi dan menyegani. Dengan demikian, Sangaji merupakan
seorang yang kejatuhan rejeki tak ternilai har-ganya. Karena ialah
satu-satunya orang sepanjang sejarah yang kelak dapat mewarisi Ilmu Kumayan
Jati seluruhnya.
Titisari pun tercatat pula oleh sejarah sebagai seorang wanita suku Jawa
satu-satunya yang memiliki ilmu prajurit ). Dialah sebe^ narnya yang berhak
mendapat julukan Srikandi untuk yang pertama kalinya. Dari Gagak Seta ia
mewarisi beberapa ilmu sakti yang bercampur aduk. Yakni: Ilmu Pameling,
Mundri, Panitisan, Pranawajati, Pramanajati, Condobirowo, Pangabaran,
Poncosona, Panra-wangan dan Pengesanan. Dan dari ayahnya ia mewarisi ilmu
siasat ilmu alam, ilmu falak dan ilmu pelarutan.
Dalam sebulan saja, mereka berdua sudah menjadi manusia-manusia baru.
Mereka kini, bukan lagi seperti sepasang muda-mudi yang dahulu. Tubuhnya
menjadi kekar, cekatan, gesit dan padat. Otaknya mendadak saja menjadi
cerah dan terang. Sangaji sendiri yang sering di sebut sebagai seorang
pemuda tolol tiba-tiba saja tersulap menjadi seorang pemuda yang cerdas.
Inilah berkat pengkajian dan usaha keseimbangan antara sari-sari Ilmu Bayu
Sejati dan Kumayan Jati yang bersandar pada daya sakti Dewadaru.
Pada suatu hari, mereka telah berada dekat Dusun Karangtinalang. Selama
bergaul satu bulan itu, mereka selalu berpindah-pindah tempat mendekati
tujuan. Gagak Seta kini bersikap lain kepada Sangaji. Meskipun bukan
seperti guru, namun sikapnya lebih ramah daripada dahulu.
Waktu itu sore hari, matahari hampir tenggelam di balik gunung. Gagak Seta
memanggil
Sangaji dan Titisari menghadap padanya. Orang tua itu kemudian berkata,
"Anak-anak! Kita sudah berkumpul lebih dari satu bulan lamanya. Sudah tiba
waktunya kita berpisah."
Mereka berdua sudah barang tentu terkejut mendengar berita itu. Serentak
Titisari berkata tinggi.
"Paman! Jangan Paman meninggalkan kami. Aku masih mempunyai beberapa resep
masakan yang harus Paman nikmati..."
"Anakku," kata Gagak Seta penuh kasih. "Ingat, tidak ada pesta yang tidak
bubar. Kautahu, biasanya aku tak pernah mengajar orang lain lebih dari tiga
hari. Tetapi terhadap kamu berdua, sudah melebihi satu bulan lamanya. Aku
tak bisa tinggal lebih lama lagi."
"Kenapa?" Titisari minta keterangan dengan cemas. "Ilmuku akan kalian kuras
habis..."
"Ah, Paman! Paman seorang yang berbudi. Hati Paman begini mulia dan baik.
Dahulu pernah aku mendengar pepatah bahasa dari Ayah. Bunyinya begini,
'Sekali kamu berbuat suatu kebajikan, pertahankan kebajikan itu selama
hayatmu dikandung badan', " kata Titisari
mengambil hati. "Paman sudah menurunkan kesembilan bagian ilmu sakti
Kumayan Jati. Itu baru separuhnya. Jika
Paman menurunkan yang sembilan jurus lagi, bukankah akan lengkap jadinya.
Dengan demikian, sejarah Paman ada bekasnya. Karena Sangajilah orang yang
akan memupuk dan mengagungkan ilmu Paman."
Gagak.Seta tertawa terbahak-bahak sambil meludah ke tanah. Katanya tak
senang hati, "Janganlah kamu mendongeng tentang suatu kebajikan. Aku bukan
orang berbudi. Aku bekerja menurut kemauanku sendiri dan takkan membiarkan
diriku diperintah siapapun juga. Biar malaikat pun, apa peduliku. Sekarang
aku mau pergi dan pergilah aku."
Sehabis berkata demikian, dengan sebat ia menyambar tongkatnya. Kemudian
terus saja bangkit dan pergi meninggalkan mereka.
Titisari dan Sangaji bingung bukan kepalang. Mereka saling pandang dan tak
tahu lagi, apakah yang harus dilakukannya. Seperti saling memberi isyarat,
mereka kemudian lari menyusul. Tetapi Gagak Seta bukan orang sembarangan.
Sekali berkelebat, tubuhnya telah lenyap.
"Paman! Paman!" teriak Sangaji. "Aku ' adalah muridmu... Sekian lama aku
mengabdi padamu belum pernah aku menyatakan sebagai muridmu. Kini dengan
saksi bumi dan langit, aku mengakui Paman sebagai guruku.
Dan Paman sudah menurunkan ilmu sakti kepadaku. Sedangkan aku belum dapat
membalas budi. Paman! Dengarkan suaraku ini. Aku ingin membalas jasa dan
budi Paman. Katakan, apakah yang harus kulakukan!"
Sangaji adalah seorang pemuda yang kukuh hati, sehingga tak gampang-gampang
ia mengakui seorang sebagai gurunya. Meskipun andaikata orang itu
kepandaiannya melebihi kedua gurunya. Dahulu dia pernah menolak pula
kehendak baik Gagak Seta, tatkala akan menurunkan ilmu saktinya dengan
janji tidak diperkenankan berkabar kepada Titisari. Itulah suatu bukti,
kalau dia bukanlah seorang pemuda yang serakah atau mudah kepencut. Tetapi
kini, di luar dugaannya tiba-tiba menyebut diri sebagai murid dan mengakui
Gagak Seta sebagai gurunya. Hal itu membuktikan, kalau dia benar-benar
menaruh hormat kepada orang tua itu.
Tetapi di luar dugaan pula, Gagak Seta mendadak muncul kembali sambil
menggertak.
"Apa kau bilang? Benar-benar aku mengajarmu rahasia ilmu sakti Kumayan
Jati, tetapi bukan karena aku sudi menerimamu sebagai murid dan aku sebagai
gurumu. Tapi semata-mata karena aku telah menggerogoti masakan kalian.
Karena itu pula, antara aku dan kalian tiada hubungan sama sekali sebagai
murid dan guru. Nah, selamat tinggal."
Sangaji terperanjat mendapat jawaban demikian. Sebentar dia termangu-mangu,
kemudian dengan cepat terus saja hendak berjongkok melakukan sembah. Tetapi
baru saja ia menekuk lutut, sekonyong-konyong tubuhnya menjadi kaku. Ia
melihat Gagak Seta menyentilkan dua jari. Tahulah dia, bahwa orang tua itu
sedang menyerangnya dengan sentilan rahasia Ilmu Kumayan Jati yang bisa
dibidikkan dari jauh. Kemudian orang tua itu bersembah sambil berkata,
"Ingat-ingatlah kejadian ini. Di antara aku dan kamu tiada pernah menerima
sembah sebagai suatu peng-hormatan. Tadi kamu mau bersembah. Kini aku telah
membalasnya. Jadi tiada lagi hutang-piutang. Aku bukan gurumu dan kamu
bukan muridku..."
Sampai di sini Gagak Seta mengungkurkan Sangaji dan terus saja meloncat
hilang sambil menyentilkan jari. Seketika itu juga, Sangaji dapat bergerak.
Ia heran benar-benar menyaksikan perangai pendekar sakti itu. Tak tahulah
dia, apa yang harus dilakukan. Segera ia menoleh kepada Titisari untuk
minta bantuan. Tetapi gadis itu pun yang diakui cerdik luar biasa, hanya
membungkam mulut. Nampak dia sedang menghela napas panjang. Kesan mukanya
muram mengibakan hati.
Di luar dugaan, tiba-tiba terdengarlah suara Gagak Seta di kejauhan, "Ih!"
Dan tahu-tahu sudah
muncul kembali di depan mereka. "Awas!" katanya dengan pandang
sungguh-sungguh. "Tabuan Kelingking!"
Titisari menghampiri orang tua itu. Tak tahu-lah dia, apakah maksud Gagak
Seta. Pandangnya menebak-nebak. Mendadak saja Gagak Seta menolak pundaknya,
hingga dia membungkuk tanpa dikehendaki sendiri. Dan kemudian dipentalkan
sampai mundur tujuh langkah.
* * *
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:
Posting Komentar