9.27.2019

@bende mataram@ Bagian 211

@bende mataram@
Bagian 211


Namun mereka yang mencongakkan diri dari balik semak-semak tiada menyahut
sama sekali seolah-olah tuli. Bahkan mereka terus bergerak mengepung.
Tiba-tiba Bagus Kempong terus saja sadar. Katanya setengah terperanjat,
"Celaka! Mereka hendak mem-bakar alang-alang! Kita akan dibakar hidup-hidup!"


Tepat dugaan pendekar yang sudah berpe-ngalaman ini. Kira-kira lima belas
langkah di depan mereka, nampak api mulai menyala membakar alang-alang.
Melihat nyalanya api. Bagus Kempong tertawa dingin. Terus saja dia berjalan
tanpa bersuara menghampiri mereka. Tahu-tahu, tubuhnya melesat secepat
kilat. Tiga orang sekaligus kena disambarnya. Kakinya menendang dan
ketiga-tiganya ter-pental di udara.


Orang keempat kaget setengah mati menyaksikan serangan Bagus Kempong
menyambar betis. Orang itu kena ditariknya dan dilemparkan pula ke udara.


Bagus Kempong tiada berniat membunuh. Dia hanya hendak menunjukkan gigi
belaka, agar mereka tiada memandangnya terlalu ren-dah. Karena itu, orang
keempat yang dilem-




parkan ke udara dibiarkan berjumpalitan dengan merdeka. Tetapi orang itu
nampaknya tiada mau mengerti akan kelapangan dada Bagus Kempong. Begitu
kakinya menancap di atas tanah, lantas saja melesat sambil menikam.


Bagus Kempong tiada terkejut sama sekali. Memang, dia adalah salah seorang
murid Kyai Kasan Kesambi yang canggih. Ilmunya jauh di atas Wirapati.
Sewaktu bertempur melawan pendekar-pendekar undangan Pangeran Bumi Gede,
dia hanya mengiringi maksud dan tujuan Wirapati. Karena itu dia hanya
bertahan dan bermaksud melindungi Wirapati belaka. Tapi kini, dia berkelahi
dengan bisa mengambil keputusannya sendiri. Maka begitu ia ditikam musuh,
dengan sebat ia menangkap lengan tanpa mengelak. Sikunya terus menyodok dan
tahu-tahu orang itu jatuh terkapar di atas tanah dengan melontakkan darah
kental. Berbareng dengan terkaparnya lawan, ia berseru kepada Wirapati.


"Lihat di sana! Rupanya kita dihadang barisan yang berjumlah cukup banyak.
Kita sudah mentaati peraturan. Tapi mereka tak memedulikan. Karena itu,
terjang!"


Wirapati melepaskan pandang ke depan. Kira-kira lima puluh langkah di
depannya, berdirilah belasan orang yang berjalan mem-bentuk setengah
lingkaran. Terang sekali, mereka hendak mengepung rapat.


Waktu itu matahari belum tenggelam. Karena itu senjata mereka nampak
meman-tulkan cahaya gemerlapan. Yang sebelah kiri bersenjatakan pedang dan
yang kanan golok, panah dan cempuling.


Tiba-tiba seorang laki-laki yang menge-nakan kedok juga dan bertubuh tegap,
menghunus pedangnya dan memberi isyarat aba-aba agar berhenti. Kemudian dia
maju tiga langkah dan dijajari dua orang pada tiap sisinya. Orang itu
membungkuk pendek seba-gai tanda memberi hormat. Pedangnya di-tusukkan ke
bawah.


Bagus Kempong membalas hormat sekali, lalu berjalanlah dia maju. Ternyata
Bagus Kempong tak diusiknya. Mereka bahkan menyibakkan diri memberi jalan.
Tetapi begitu Bagus Kempong keluar dari kepungan, segera barisan menutup
pintu lagi sehingga Wirapati dan Sangaji kini terkurung di tengah-tengah.
Serentak mereka menghunus pedangnya dan ditelentangkan ke titik tengah.


"Apakah kalian menghendaki Wirapati?" dengus Wirapati sambil tertawa
dingin. Ter-ingat, bahwa pedangnya telah kena dipatah-kan Adipati
Surengpati, ia merasa agak kuwa-lahan. Tetapi sebagai seorang pendekar, tak
sudi ia memperlihatkan kelemahannya. Itulah sebabnya dia berkata lagi,
"Agaknya Tuan-tuan hendak mengkerubut aku. Benar-benar Tuan-tuan menghargai
aku sampai main kerubutan."


Laki-laki bertubuh tegap itu nampak berbimbang-bimbang. Sekonyong-konyong
ia mengacungkan ujung pedangnya ke tanah lagi sebagai tanda memberi jalan.


"Aji! Berjalanlah engkau dahulu!" kata Wirapati kepada Sangaji.


Sangaji terus melangkah maju. Tetapi baru saja melangkah mendadak sinar
pedang berkelebat. Tahu-tahu empat pedang telah mengancam dadanya. Karena
terkejut, Sangaji cepat mundur. Namun keempat pedang itu pun ikut bergerak.
Malahan ujungnya terus menggetar siap menikam.


Melihat Sangaji terancam senjata, Bagus Kempong tiba-tiba meloncat masuk ke
dalam kepungan lagi dengan melintasi pagar manu-sia. Kedua tangannya lantas
bekerja. Dengan mengeluarkan tepukan, tahu-tahu empat pedang itu terpental
ke udara. Tepukan tangan empat kali beruntun itu, benar-benar luar biasa
sampai keempat pedang bisa terbang ke udara dengan berbareng. Dan belum
lagi mereka tersadar dari rasa terkejut dan kagum, tangan Bagus Kempong
yang cekatan telah menyambar pergelangan tangan laki-laki bertubuh tegap
yang masih menggenggam pedang. Ia heran sampai tercengang-cengang, karena
pergelangan tangan itu begitu empuk dan lunak. "Hai! Apakah dia seorang
wanita,"




dia berpikir sibuk. Tetapi dia terus bekerja. Kelima jarinya mencengkeram
nadi pergelangan. Dan pedang terlepas dari tangan dan jatuh dengan
gemerincing. di tanah.


Karena senjata yang bertubuh tegap terlepas dari tangan, keempat orang yang
mendampingi mundur dengan berbareng. Tapi mendadak saja dari arah samping
berkelebatlah sinar pedang dan menusuk tiga kali beruntun. Itulah suatu
serangan pedang berbau ajaran Barat.


"Ilmu pedang Kepatihan Danurejan...! Apakah mereka laskar Patih Danurejo?"
Diam-diam Bagus Kempong menduga. Ia menunggu tusukan yang penghabisan.
Tatkala ujungnya hampir menancap di dada, cepat luar biasa ia menyurutkan
diri. Tangannya memutar danterus menepuk ke datan pedang dengan dibarengi
tusukan jari.


Menepuk sambil berputar serta menusukkan jari, nampaknya sederhana dan
mudah dilakukan. Tetapi sebenarnya ia lagi menggunakan ilmu sejati ajaran
Kyai Kasan Kesambi. Dalam kalangan pendekar, ilmu tenaga itu di sebut
gendam. Seseorang untuk memiliki tenaga gendam, harus menghimpun secara
teratur paling tidak tiga tahun lamanya. Sesat dan bersih tergantung belaka
kepada ajaran yang ditekuni.


Ajaran Kyai Kasan Kesambi tak pernah ter-lepas dari pokok soal. Yakni,
mengutamakan rasa kemanusiaan yang disenduknya dari ku-bangan rasa sejati.
Geraknya lancar halus ba-gaikan air, mengingat jasmaniah ini asalnya dari
zat-zat air. Tetapi barangsiapa kena ben-turannya akan tergetar seluruh
sendi tena-ganya. Karena betapa sakti orang itu, bukankah salah satu anasir
yang menjadikan dia seorang manusia berasal dari anasir air? Maka begitu
pedang tadi kena sampok ) seketika seluruh tubuhnya terasa menjadi
lemah-lunglai dan seolah-olah terselimuti bulu beleter ). Tahu-tahu, tak
terasa pedang itu telah tercabut dari genggamannya. Dia hendak bertahan,
namun aneh! Mendadak saja tubuhnya limbung sampai terhuyung ke belakang
beberapa langkah. Terus saja terbanting di atas tanah dengan melontakkan
darah. Inilah kehebatan ilmu gendam perguruan Kyai Kasan Kesambi, kekuatan
badai yang susah dibayangkan.


Menyaksikan kegagahan Bagus Kempong, orang yang bertubuh tegap tadi
serentak memberi aba-aba, "Mundur!" Suaranya nya-ring merdu. Terang
sekali-dia seorang wanita. Dan begitu mendengar aba-aba itu, semua yang
mengepung memutar tubuh. Tak usah menunggu waktu lama, tubuh mereka cepat
menghilang di balik semak-semak belukar.


Melihat mereka lari mengundurkan diri, Bagus Kempong berdiri tegak dengan
sikap menghormat. Kemudian berseru nyaring, "Sampaikan sembah Bagus Kempong
dan Wirapati kepada Gusti Patih Danurejo. Dengan ini kami berdua memohon
maaf sebesar-besarnya atas kelancangan kami."


Yang memimpin mereka tidak menjawab. Ia hanya menoleh, kemudian memberi
senyum. Setelah itu lenyap dari penglihatan.


"Dia seorang wanita!" tukas Sangaji. "Guru, siapakah dia?"


Wirapati mengerenyitkan dahi. Dia menoleh kepada Bagus Kempong meminta
keterangan. Katanya,


"Apakah mereka utusan Patih Danurejo?"


Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar