4.30.2015

Relakah kita?


From: A.Syauqi Yahya 


Australia: Sapi Kami Lebih Berharga daripada Presidenmu

http://m.kompasiana.com/post/read/741943/1/australia-sapi-kami-lebih-berharga-daripada-presidenmu.html

Susy Haryawan
30 Apr 2015 | 17:27

Ini sarkas sekali untuk menunjukkan perilaku Australia kepada Indonesia. Hubungan bertentangga yang hendak mendikte dan memanfaatkan sebelah pihak dan menjadi juragan dan budak. Berkali sikap mereka seperti itu. Apalagi saat ada warga negaranya melakukan pelanggaran hukum atau pemerintahnya sekalipun melanggar norma bersahabat, seolah malah Indonesia yang merugikan mereka.
Sapi sekali lagi penghargaan Australia sangat tinggi pada sapi. Selain satu yang sudah saya bahas kemarin, tentu kita masih ingat bagaimana Australia marah dan menghentikan eksport sapi ke Indonesia, karena ada pemberitaan dari media mereka, ABC yang menyatakan kesadisan dan kekejaman dalam memperlakukan sapi mereka saat penyembelihan. Dijegal dan dijagal, bagi mereka melanggar HAS. (www.bbc.co.uk. 9 Juni 2011).
Sapi saja mereka sudah begitu sikapnya. Merasa masih milik mereka lagi, namanya sudah jual beli, sangat tidak patut sebetulnya perlakuan mereka. Menghentikan enam bulan eksport mereka. Sebanyak 700000 ekor sapi  mereka yang tidak boleh kesakitan. Bandingkan dengan 30-50 orang, ini sekali lagi orang bukan semata sapi per hari harus meregang nyawa karena narkoba, mereka abai dan acuh tak acuh, karena bukan anak negeri mereka. Sapi saja dibela sedang manusia  dibiarkan saja mati dalam kesia-siaan.
Sikap mereka terhadap manusia lain juga tidak kalah buruknya. Menolak pengungsi, bayangkan saja terombang-ambing di samudera berhari-hari panas terik dan dinginnya udara harus mereka tanggung dengan lapar dan mereka menolaknya. Lebih ironis dan sikap mereka yang tidak punya malu meminta Kamboja, yang jelas-jelas jauh lebih miskin dari pada mereka. (www.dw.de, 24 Feb. 2014). Sikap mereka yang kali ini menyatakan hukuman mati bukan jawaban atas narkoba, mana buktinya. Sok berbicara kemanusiaan, sedang mereka sendiri mengabaikan manusia yang mencari peruntungan, dan itu bukan orang Indonesia lho. Belum lagi sikap mereka terhadap nelayan Indonesia yang tersasar ke perairan mereka.
Paling kurang ajar dan sangat tidak layak disebut tetangga ketika mereka menyadap presiden RI dan ibu negara. Apapun dalihnya sangat kurang ajar sudah masuk ke dalam bagian yang paling privat kehidupan seseorang bukan hanya negara. Jangan berbicara itu wajar dalam negara modern ketika mereka juga tidak mau menghargai kemanusiaan pada ranah yang lain. Jangan berpikir ketika kepentinganku boleh, kamu dilarang.
Selalu mendikte dan menyatakan tahu mengenai HAM sedang mereka sendiri melakukan pelanggaran HAM yang jauh lebih buruk. Mungkin berlebihan dan mengungkit luka lama sekali, siapa mereka ini? Pendatang dan siapa yang mereka "usir" ingat tidak mereka. Tidak usahlah mengatasnamakan HAM sedang mereka sendiri "mengusir" orang-orang yang memiliki tanah ke tempat yang sangat tidak layak.
Saatnya komponen bangsa ini mendukung pemerintah siapapun mereka dalam menghadapi kearoganan pihak lain, bukannya malah mendeskreditkan bangsa lain yang seolah-olah bersih dan mau mengajarkan perilaku mereka, yang belum tentu lebih baik. Bangsa yang bahu membahu antarkomponennya tidak akan ada yang bisa mendiktekan kepentingannya di negara itu. Berbeda, ketika anak bangsanya sendiri malah menghujat dan mendukung pihak lain, ya bisa dinilai sendiri.
Balas dendam dan kekerasan memang bukan zamannya lagi, hukuman mati sudah usang, kata sekjen PBB, untuk Indonesia yang melakukan, namun kalau negara lain pelakunya dan mengenai warga Indonesia diam saja, saya sepakat, namun tahukah mereka Indonesia sudah terlalu parah, kalau tidak menerapkan dengan tegas, keras, dan lugas akan hancur. Apa kata sekjen PBB soal Moamar Kadafi, Sadam Husein, dengan dalih HAM, padahal ingat mereka presiden negara berdaulat lho, dirongrong dan dijatuhkan karena kepentingan maminya PBB, mereka diam saja.
Mereka memang suka karena kekayaan bangsa ini yang demikian melimpah tidak hendak dipimpin dan diatur oleh generasi cerdas selain manusia dungu yang mau diatur dan disetir mereka-mereka ini. Bangsa ini harus tidak rela generasi penerusnya dihancurleburkan pihak lain dan harta kekayaannya dijarah dengan mudah.

Relakah kita?

Salam Damai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar