5.02.2020

Kusni Kasdut: Pejuang Yang Penjahat~

Kusni Kasdut: Pejuang Yang Penjahat~
#IskandarTanjung

Pejuang yang dikecewakan ini kembali pada masa lalunya sebelum Perang
Kemerdekaan, dunia hitam

Catatan hebatnya di dunia hitam adalah perampokan di Museum Gajah, yang
letaknya tak jauh dari Istana Negara, dengan hasil: 11 Butir Berlian!

Kusni Kasdut, lahir di Blitar pada 1929, masa kecilnya, seperti tertulis
dalam buku: Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia,1981, lebih banyak
dihabiskannya di terminal

"Di masa kecilnya ia berkeliaran di terminal bis-kota Malang, ia menjajakan
rokok dan permen kepada para penumpang bis yang baru datang. Ibunya hidup
menderita. Tinggal di daerah miskin Gang Jangkrik, Wetan Pasar, Malang"

Kusni tidak tahan hidup di rumah tanpa melakukan apapun selain diberi
makan. "Ia merasa di rumah, dihimpit tentang asal-usul dirinya yang ia
sendiri tidak tahu, hal itu mendesaknya untuk berontak," tulis Saiful Rahim
dalam biografi tentang Kusni: Perjalanan Hidup Kusni Kasdut,1980

Mengenai keluarganya, Kusni merasa dia hanya memiliki ibu saja di dunia
ini, Ayahnya tak jelas

Saat ia dewasa, ia terlibat Perang Kemerdekaan,1945-1949, melawan tentara
Belanda

Laki-laki yang kerap dijuluki "Kancil" ini adalah salah satu yang terlincah
dalam mencari dana untuk revolusi

Ia berjuang di sekitar front Jawa Timur

Semasa mudanya Kusni juga sangat pendiam, tak seorang pun teman dekat kepadanya

Suatu ketika saat Jepang hampir kalah, ia dan empat teman sekolahnya di
Malang bergabung dengan Heiho. Mereka berlima ditempatkan di Batalyon
Matsamura, lapangan terbang di sebelah timur laut Kota Malang

Jepang memberi pelatihan yang sangat keras, salah sedikit kepala langsung
ditempeleng

Belum lagi mereka diharuskan untuk sembah sujud kepada Tenno Heika atau
Yang Mulia Kaisar

Tapi yang paling membuat Kusni dendam kepada Jepang ialah ketika sekali ia
mangkir dari dinas untuk menghabiskan waktu bersama ibunya

Saat itu Kusni beralasan bahwa ibunya sedang sakit, tapi ia justru dimaki
oleh orang Jepang yang jadi pimpinannya

"Bagerooo! Binatang juga punya ibu. Karo (kalau) sekutu datang, ibumu tidak
perru (perlu) sakit tapi ditembaak!," kata orang Jepang tersebut kepada
Kusni seperti dikutip dalam buku tersebut

Hal itu terus terngiang di kepala Kusni, bahkan ia yang tidak biasa mabuk
pergi minum-minuman ke kawasan Calekat, Malang, hingga membuat
teman-temannya heran

Lepas dari Heiho, pada Oktober 1945 Kusni Kasdut bergabung dengan Tentara
Keamanan Rakyat, TKR, ia menjadi anggota batalyon RAMPAL

Saat mendengar terjadi perebutan senjata Jepang oleh rakyat Surabaya, Kusni
merasa bahwa itu saatnya membalaskan dendam kepada Jepang

Tetapi di Malang, pertempuran tak terjadi, Jepang sepakat menyerahkan
gudang senjata mereka yang isinya tak seberapa kepada rakyat tanpa perlawanan

Meski mendapat senjata, Kusni tak merasa senang, dalam dirinya ada
keinginan liar untuk ikut dalam perang yang bergelimangan darah

Belakangan terdengar kabar bahwa Jepang telah kalah dari Inggris,
didengarnya pula kabar bahwa negara sekutu itu telah masuk ke Surabaya

Hal itu membuat Kusni tergerak, ia dan pemuda-pemuda lain berangkat ke
Surabaya untuk berperang

Sebelum berangkat, Kusni minta izin kepada ibunya

"Bu mungkin lama kita baru ketemu lagi," ucap Kusni kepada ibunya

"Mungkin tidak ketemu lagi seterusnya," kata Kusni

Kusni tetap berangkat ke Surabaya bersama rombongan, di sana ia terlibat
dalam pertempuran hebat, kawan-kawan Kusni banyak yang terluka bahkan tewas

Inggris menurunkan panser dan tank untuk memerangi Surabaya, tapi Kusni
maupun rakyat lain tak gentar

Tiga minggu lamanya pertempuran di Surabaya terjadi hingga akhirnya Inggris
mundur

Usai peperangan itu rakyat mulai berkelompok-kelompok, banyak dari mereka
membicarakan soal politik yang tak dimengerti Kusni, yang ia tahu hanyalah
penjajah harus minggat dari Tanah Air

Pada 21 Juli 1947 giliran Belanda yang menyerang Indonesia, rombongan Kusni
yang berada di Kepanjen juga diserang

Setelah sempat melawan, mereka melarikan diri ke sawah-sawah dan berhenti
di suatu perbukitan

Tapi bagi Kusni pertempuran kali ini tidak menarik, ia hanya
kucing-kucingan dengan Belanda

Akhirnya, Kusni memutuskan untuk pergi ke Blitar dengan tujuan akhir
Yogyakarta di mana terdengar kabar akan terbentuk pasukan bambu runcing di sana

Kusni ke Blitar berjalan kaki, di tengah perjalanan, tanpa sengaja ia
bertemu dengan ibunya

Pertemuan itu membuat air mata ibunya bercucuran, bagaimana tidak, sudah
begitu lama mereka tidak bertemu

"Kus, Tuhan mengirimmu ke sini, ayolah pulang," kata sang ibu kepadanya

Kusni terheran, ke mana mereka akan pulang, ia hanya mengikuti ibunya tanpa
tahu ke mana

Akhirnya tibalah mereka di Jatiruri, di sana terungkap fakta bahwa ternyata
Kusni memiliki seorang kakak

Akhirnya, ibunya menceritakan seluruh kisah tentang asal usul Kusni, ia pun
tahu ternyata ia bukanlah anak haram

Ayahnya bernama Wonomejo, Tulung Agung, Wonomejo meninggal saat Kusni
berumur lima tahun

Mengetahui asal usul dirinya seolah mengembalikan harga diri Kusni sebagai
seorang manusia

Ia seolah ingin menunjukkan kepada dunia siapa anak dari Wonomejo ini

Pada 19 Desember 1948, Kusni sedang berada di Yogyakarta, Kusni yang sedang
bangun tidur tersentak, terdengar suara rentetan tembakan dari arah timur
yang makin lama menjalar ke seluruh kota

Ia lantas melihat puluhan tentara berkumpul dengan sejumlah rakyat
mengikuti, Kusni pun ikut dalam rombongan tersebut

Di suatu tikungan Kusni melihat sebuah meriam, dipanggilnya beberapa orang
untuk mendorong meriam tersebut

Meski begitu berat ia dan warga-warga tersebut mendorong meriam sejauh 20
kilometer dari Yogyakarta

Meriam itu akhirnya ia serahkan ke segerombolan prajurit yang kebetulan
ditemuinya untuk modal perang melawan Belanda, ia menyerahkan meriam dengan
rasa bangga

Penderitaan akibat menjadi pejuang yang melawan militer Belanda yang kuat
dan ganas pun dirasakannya, ia pernah kena tembak di kaki dan dipenjara
oleh Belanda

Semua itu dilakukannya demi Republik Indonesia

Menurut James Siegel, selama revolusi, pria yang kemudian dikenal dengan
nama Kusni Kasdut ini menyumbang tenaga dengan cara merampok orang-orang
Tionghoa dan membagikan hasil jarahannya pada mereka yang terlibat dalam
revolusi

"Kusni, konon, tak tahu menahu dan tak mau tahu nasib hasil jarahannya. Ia
menyumbangkan puluhan juta bagi revolusi," kata Siegel dalam bukunya:
Penjahat Gaya (Orde) Baru_ Eksplorasi Kejahatan Politik dan Kejahatan, 2000

Setelah revolusi usai, Kusni ingin masuk korps militer, namun luka tembak
di kaki menjadi alasan bagi pihak Tentara (dh. ABRI) untuk menolaknya

Selain itu, Kusni juga tidak resmi terdaftar dalam kesatuan milisi pro-Republik

Tak bisa jadi tentara, tak ada pekerjaan yang bisa menghidupinya padahal ia
sudah menikah, Kusni kemudian terjerumus ke lembah hitam

Kusni lantas ke Rampal mengurus surat pernyataan bekas pejuang, butuh waktu
satu tahun untuk surat itu terbit sekaligus Uang Pemulihan yang jumlahnya
amat sedikit

Uang itu diserahkannya ke istri keturunan Indo yang dinikahinya semasa
perjuangan

Ia lantas membujuk istrinya pulang ke Blitar dengan uang tersebut,
sementara dirinya mencari penghasilan

Dari Malang, Kusni pergi ke Surabaya, disana ia bertemu dengan dua teman
lamanya yakni Subagyo dan Purnomo, dua temannya itu memberi Kusni uang
cukup banyak hingga ia bisa mengirimkan sebagian ke kampung

Tapi Kusni merasa bahwa ia tetap butuh pekerjaan, ia berangkat ke Jakarta
ke kantor Biro Rekonstruksi Nasional yang mengurus penempatan bekas pejuang

Namun di Jakarta juga sama, ia masih tidak bisa mendapat pekerjaan, empat
tahun ia berjuang demi Tanah Air, tapi dalam sekejap ia kembali jadi orang
susah

Di tengah keterpurukan itu, ia kembali ke Surabaya, kembali bertemu dengan
Subagyo dan rekan lainnya sesama bekas pejuang

Subagyo lantas mengajak Kusni melakukan pemerasan dengan modus penculikan,
Kusni yang memimpin

Saat itu pula Kusni menggunakan nama Kasdut sebagai nama samaran

Penculikan dan pemerasan mereka berhasil, Kusni dan kawan-kawannya
mendapatkan uang Rp 600.000 yang dibagi rata, kala itu uang itu terasa
begitu banyak dan dibagi-bagikan Kusni ke rekan sesama pejuang

Tapi uang itu cepat menipis, Kusni lantas kembali merencanakan tindakan serupa

Penculikan dan pemerasan pertama itulah yang mendasari Kusni terus terlibat
pada kasus-kasus kejahatan selanjutnya

Bersama teman-temannya, Mohamad Ali alias Bir Ali mantan suami penyanyi
Ellya Khadam, juga Mulyadi dan Abu Bakar, mereka membikin kelompok perampok

Kusni Kasdut didaulat sebagai pemimpin geng mereka

Kusni kembali merampok, jika sebelum 1950 ia merampok demi republik, kali
ini ia menjadi perampok demi untuk hidupnya

Ia merampok seorang hartawan Arab bernama Ali Badjened pada 11 Agustus
1953, sang hartawan, yang hendak melawan, dibunuh oleh aksi komplotan Kusni ini

Aksi geng rampok Kusni selanjutnya yang tak terlupakan adalah perampokan
Museum Nasional Indonesia alias Museum Gajah yang di Merdeka Barat, Jakarta

Letaknya tak jauh dari Kantor Kementerian Pertahanan dan tak jauh dari
Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Sukarno

Dengan menyamar sebagai polisi dan memakai Jeep, Kusni dan gengnya memasuki
museum pada 31 Mei 1961

Dalam aksinya yang mirip adegan film itu, para perampok menyandera
pengunjung, seorang petugas di museum ditembak dan komplotan Kusni berhasil
kabur

Alhasil, 11 butir Berlian Berukuran Besar berhasil digondol, Kusni pun jadi
buronan lagi

Bergelimang hasil rampokan bukanlah hal baru bagi Kusni, tapi ini berlian
besar agak sulit menjualnya

Ketika hendak menjual beberapa butir berlian itu di pegadaian, petugasnya
curiga dan melapor ke polisi karena ukurannya tak biasa

Kusni pun akhirnya tertangkap

Dia kemudian dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain

Pengadilan Semarang, pada 1969 menjatuhkan vonis mati

Selama jeda menanti eksekusi, berkali-kali Kusni kabur dari penjara,
setidaknya 8 kali dia kabur dari penjara

Kusni Kasdut dikenal sering meloloskan diri dari penjara, Ia berulang kali
bebas dari tahanan baik pada masa ia sebagai pejuang maupun saat namanya
dikenal sebagai penjahat

Aksi pertama Kusni lolos dari tahanan ialah ketika ia bergabung dengan
Brigade Teratai dan berangkat sendiri ke Malang untuk mencuri senjata,
peluru, dan obat-obatan di Van Mook

Seperti dikutip dalam buku Kusni Kasdut karya wartawan senior Harian Kompas
Parakitri Simbolon, sebelum melancarkan aksinya, Kusni menghubungi dua
temannya yang bergabung di TRIP yakni Jiwo dan Sunardi

Di TRIP ia bertemu Frankie dan Linda yang berwajah Indo, kedua orang ini
diarahkan Kusni menjadi mata-mata Belanda

TRIP juga mengerahkan puluhan anak-anak, mantan copet, maling dan pelacur
dari badan mata-mata

Seluruh mata-mata itu membawa barang dengan mudahnya keluar kota Malang
dengan cara mereka masing-masing

Kusni menggabungkan diri, setelah mencukur kumis, dan menggunakan pakaian
anak-anak, Kusni ikut bergabung dalam operasi itu

Ia mengawasi toko kecil di Jalan Kawi sementara rombongan penyamar pertama
memasukinya mengambil buntalan peluru serta obat-obatan

Rombongan kedua juga berhasil, saat ia mengikuti rombongan ketiga, pasukan
Belanda mengurung tempat itu

Rombongan ketiga disuruh Kusni pergi tanpa membawa barang, Ia juga mencoba
lari tapi tertangkap jua

Kusni diinterogasi, awalnya hanya berupa pertanyaan-pertanyaan tapi Kusni
enggan menjawab dengan jujur

Akhirnya, ia dibawa ke suatu kamar di mana terpancang dua bilah lempeng
logam setinggi orang berdiri

Antara keduanya ada ruang yang muat untuk seseorang berdiri

Kusni diikat di lempengan tersebut, Ia kembali ditanyai, setiap kali tidak
menjawab ia dihajar oleh Belanda

Tak sekalipun Kusni menjawab, hasilnya ia babak belur

Setelah semua siksaan itu akhirnya Kusni dikurung di sebuah ruangan dekat:
kandang ular

Di sana sudah banyak tahanan lainnya, Kusni beristirahat memulihkan tenaga

"Kita harus lari! Harus bisa dobrak pintu!" kata Kusni kepada orang-orang
dalam kurungan itu setelah tenaganya sudah terisi penuh

Tapi tahanan lain merasa ragu dengan rencana Kusni, mereka hanya membantu
menyelundupkan alat-alat makan lalu menatap Kusni mengulik pintu dengan
perasaan ragu

"Sepuluh tahun tidak cukup lama bung," kata salah seorang tahanan tersebut
kepada Kusni

Tapi ia dengan keyakinan tetap berusaha menjebol pintu tersebut

Sampai suatu saat, datang momen ketika ular di samping tahanan mereka lepas
dari kandang, Kusni menyuruh teman-temannya itu berteriak

Mendengar teriakan, para penjaga datang dan kalang kabut ketika melihat
ular itu, mereka melemparinya dengan sejumlah barang hingga sebongkah besi
ke tahanan

Akhirnya ular itu ditembak mati oleh penjaga

Kusni lantas menyuruh temannya menggeser bongkahan besi tadi sampai bisa
dijangkau

Saat malam hari, ia memerintahkan seluruh tahanan membuat kebisingan
sementara Kusni mengetok engsel pintu dengan besi tadi

Tiga jam lamanya ia mengetok, satu sekrup goyah sehingga bisa diputar
dengan pangkal sendok

Kusni menyusun strategi, ia menunjuk sebuah pos jaga, supaya setelah mereka
sudah keluar, bisa mengambil senjata di sana

Setelah pintu terbuka, mereka langsung menyerbu pos tersebut dengan hati-hati

Di sana mereka mendapat senjata lengkap dengan pelurunya, dengan senjata
mereka lantas melarikan diri

Dalam upaya itu, kaki Kusni sempat tertembak orang Belanda, tapi
teman-teman menyeretnya sampai ke tempat yang sepi lalu berusaha mengobati
Kusni sebisanya, mereka juga membuat tandu

Kusni lalu digotong dan dibawa ke arah Kepanjen

Pelarian Terakhir Kusni Kasdut: waktu itu Kusni ditahan di LP Lowokwaru,
Malang setelah divonis hukuman mati oleh Hakim

Meski, Ia mencoba meminta grasi dari Presiden, tapi ditolak oleh Presiden
Soeharto

Pada tanggal 10 September 1979 sekitar pukul 03.00 Kusni melarikan diri

Dikutip dari Harian Kompas, Kusni ditempatkan di sel khusus dengan penghuni
satu orang berukuran 3x4 meter, Ia ditempatkan di ruangan IV/2

Danwil Kepolisian 102 Malang Kolonel Polisi (kini: Kombes Pol) Amijarsono
waktu itu menunjukkan sebuah obeng buatan dan seutas tali yang digunakan
Kusni untuk melarikan diri

Tali itu terbuat dari kain yang disambung-sambung dengan benang jahit
tangan, sedangkan obeng terbuat dari paku besar dan diberi pegangan kayu

Sel Kusni jaraknya hanya 100 meter dari kantor besar dalam lingkungan LP
dan dapat dilihat dengan mudah dari sana

Dari bentuk sel tersebut, rasanya tidak mungkin untuk melarikan diri lewat
pintu

Langit-langit ruang tahanan Kusni cukup rendah sehingga mampu dijangkau
dengan menaiki kasur

Kusni lantas mencongkel langit-langit tersebut dan meloloskan diri dari
lubang sebesar 30x40 cm
*****
Sebelum eksekusi, Kusni sempat mengajukan grasi, namun berdasar Surat
Keputusan Presiden No. 32/G/1979 tertanggal 10 November 1979: Presiden
Soeharto menolaknya

Maka, ia pun dieksekusi pada 16 Februari 1980

Ada sebuah ungkapan yang mengatakan jika kemiskinan itu selalu jadi alasan
di balik aksi-aksi kriminal

Ya, hal ini seratus persen benar, dari semua motif kejahatan, kemiskinan
pasti jadi alasan terbesar pelakunya

Dan kondisi yang sama seperti itu juga dialami oleh seorang Kusni Kasdut,
sejak lahir hidup dalam kondisi yang miskin

Yang mengenaskan, kondisi ini tak berubah sampai Kusni berusia remaja

Entah, mungkin karena sudah lelah hidup miskin serta tak kunjung bisa
mengubah nasib, akhirnya Kusni banting setir menjadi seorang penjahat

Revolusi 17 Agustus 1945 sempat membuat Kusni Kasdut jadi pahlawan untuk
sementara waktu, tapi ia kemudian jadi buronan nomor satu

Hidupnya berakhir di tangan-tangan regu tembak negara,

Negara yang pernah Ia perjuangkan untuk bisa merdeka: IRONI, MEMANG!!

#Dari_BerbagaiSumber

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar