5.27.2020

Konflik Keluarga dalam Perang Dunia

Konflik Keluarga dalam Perang Dunia

Great War atau PD I (28 Juli 1914-11 November 1918) memakan korban total 19
juta jiwa, militer maupun sipil. Terlepas dari adanya Perjanjian Versailles
28 Juni 1919, Gencatan Senjata Compiègne pada 11 November 1918 jadi upaya
awal mengakhiri perang yang mengglobal sampai ke Pasifik itu.

Arsip Kementerian Pertahanan Prancis, La Convention d'Armistice du 11
Novembre 1918, menguraikan, negosiasi gencatan senjata terjadi pada jam 11
pagi (waktu Prancis) hari ke-11 dan bulan ke-11 di sebuah lokasi di Hutan
Compiègne (60 km dari Paris), tepatnya di sebuah gerbong kereta pribadi
Marsekal Ferdinand Jean Marie Foch, panglima Tertinggi Sekutu di Perang
Dunia I.

Selain Foch sebagai "tuan rumah", Sekutu juga diwakili Laksamana Rosslyn
Wemyss (Inggris). Pihak Jerman diwakili Matthias Erzgeber, Count Alfred von
Oberndorff, dan Jenderal Detlof von Winterfeldt. Sekutu menerima gencatan
senjata dengan 34 syarat yang tentu merugikan Jerman sebagai pihak yang kalah.

Oleh karena itu, selain London, Paris juga akan menggelar hari H peringatan
100 tahun gencatan senjata, 11 November 2018. Dilansir time.com, 4 November
2018, peringatan terbesarnya di London juga akan dihadiri Kanselir Jerman
Angela Merkel dan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, memenuhi
undangan Ratu Elizabeth II.

Perserteruan Satu Darah

PD I mengubah wajah dan politik dunia. Terutama, di Eropa yang saat itu
masih didominasi tiga monarki dan Timur Tengah. Kini, hanya satu yang
bertahan, Kerajaan Inggris dengan ratunya Elizabeth II.

Padahal, PD I sebetulnya merupakan konflik dari rivalitas tiga monarki
adidaya saat itu: Kerajaan Inggris, Kekaisaran Jerman dan Kekaisaran Rusia.
Uniknya, ketiga penguasa monarki yang berseteru itu masih satu darah! Raja
Inggris George V, Kaiser Jerman Wilhelm II, dan Tsar Rusia Nikolai II,
menurut sejarawan Margaret MacMillan dalam The Rhyme of History: Lessons of
the Great War, tak lain adalah saudara sepupu.

MacMillan meringkas garis keturunan ketiganya berakar dari Dinasti
Hohenzollern (Prusia). Ketiga raja tadi merupakan keturunan Raja Frederick
William III dan Ratu Luise (Louise of Mecklenburg-Sterlitz). "Kaiser
Wilhelm II dan Raja George V adalah sepupu pertama, sebagaimana Raja George
V dengan Tsar Nikolai II. Sementara Kaiser Wilhelm II dan Tsar Nikolai II
adalah sepupu ketiga," sebutnya.

Ibunda Kaiser Wilhelm II, Putri Victoria Adelaide Mary Louisa, adalah kakak
dari Raja Edward VII (ayah Raja George V). Sementara ibu Raja George V,
yakni Ratu Alexandra/istri Raja Edward VII, adalah kakak dari Ratu
Dagmar/istri Tsar Alexander III (ibu Tsar Nikolai II).

Tiga Saudara Dipisahkan Perang

Satu dari sekian pemicu Perang Dunia I adalah pembunuhan Franz Ferdinand,
putra mahkota Kekaisaran Austria-Hungaria, oleh Gavrilo Princip dari Mlada
Bosna (Milisi Pemuda Serbia-Bosnia) pada 28 Juni 1914. Pembunuhan itu
membuat Austria-Hungaria menyerang Serbia. Lantaran Serbia disokong Tsar
Nikolai II yang tengah menggencarkan propaganda Pan-Slavisme,
Austria-Hungaria mencari dukungan kepada kepada Kaiser Wilhelm II.

Awalnya Kaiser tak ingin Perang Balkan antara Austria-Hungaria-Kesultanan
Ottoman vs Serbia-Bulgaria-Yunani, meluas, meski sakit hati sohibnya, Franz
Ferdinand telah dibunuh. Perihal ini sempat digambarkan dalam film bertema
pengasingan Wilhelm II di Belanda semasa Perang Dunia II, The Exception
(2016). "Aku sudah mengirim telegram ke Wien, meminta Austria berhenti
sampai di Belgrade,".

Hal itu diperkuat fakta di mana Wilhelm II juga sempat meminta sepupunya,
Tsar Nikolai II via telegram pada akhir Juli 1914, untuk menunda atau lebih
baik lagi membatalkan mobilisasi militer Rusia mendukung Serbia. Herman
Bernstein dalam The Willy-Nicky Correspondence: Being the Secret and
Intimate Telegrams Exchanged between the Kaiser and Tsar menyebutkan, Tsar
Nikolai II menolak jika Wilhelm tak melakukan hal serupa memobiliasi
militer mendukung Austria-Hungaria.

"Saya paham Anda berkewajiban memobilisasi militer, tapi saya berharap
jaminan yang sama dari Anda dan bahwa mobilisasi militer Rusia bukan
berarti perang dan kita harus terus bernegosiasi demi perdamaian. Bukti
persahabatan kita harus tetap terjaga dengan pertolongan Tuhan, menghindari
pertumpahan darah. Nicky (Nikolai II)," ujar Nikolai II dalam balasan
telegramnya kepada Wilhelm II, dikutip Bernstein. Jawaban itu dianggap
Jerman sebagai penolakan.

Hampir bersamaan dengan dikirimnya ultimatum kepada Rusia itu, Wilhelm II
juga menuntut Prancis tidak ikut campur dengan mendukung Rusia jika Jerman
mendeklarasikan perang pada Rusia. Tuntutan itu dilakukan Wilhelm II untuk
mengantisipasi agar Jerman nantinya tak akan menghadapi dua front, di timur
melawan Rusia dan di barat melawan Prancis-Inggris.

Namun, tingginya tensi persaingan senjata dan terutama Angkatan Laut (AL)
antara Jerman dan Inggris akhirnya berkembang jadi deklarasi perang, 4
Agustus 1914. Pemantiknya, invasi Jerman atas Prancis dan Belgia yang
merupakan bagian dari strategi Schlieffen-Plan. Inggris tak terima Belgia
diinvasi karena netralitas Belgia terhadap peperangan apapun dijamin
Inggris sejak 1839.

Benih kebencian mulai tumbuh di dada Raja George V. Sejak saat itu juga,
George mengganti trahnya dari Dinasti Saxe-Coburg and Gotha menjadi Dinasti
Windsor meski baru diresmikannya pada 17 Juli 1917 seiring runtuhnya
monarki Jerman.

"Inggris, Rusia, dan Prancis saling besekutu untuk mengadapi dukungan kita
terhadap Austria – memanfaatkan konflik Austria-Serbia sebagai perang
membinasakan Jerman dengan alasan Balance of Power di Eropa…George dan
Nicky (Nikolai II) telah mengerjai saya. Jika nenek saya masih hidup (Ratu
Victoria), dia takkan membiarkannya!," sesal Wilhelm, dikutip Michael
Balfour dalam The Kaiser and His Times.

Alhasil, perang benar-benar meluas, di mana Amerika Serikat dan Jepang
turut campur, hingga berakhir pada 1918. Dampaknya, monarki Jerman runtuh
dan digantikan Republik Weimar. Wilhelm II lalu diasingkan ke Belanda.

Namun meski Jerman kalah, Nikolai II tak merasakan kemenangan itu.
Kekaisaran Rusia lebih dulu gulung tikar setahun sebelumnya oleh Revolusi
Bolshevik. Nikolai II dibui dan lantas dieksekusi bersamaan dengan sisa
Dinasti Romanov, 17 Juli 1918, setelah permintaan suakanya ke Inggris
ditolak Raja George V. Sang sepupu khawatir kehadiran Nikolai II di Inggris
justru akan memicu lagi pemberontakan seperti peristiwa Easter Rising di
Irlandia, April 1916.

Nasib Wilhelm II lebih beruntung. Meski tak lagi punya kuasa sejak 28
November 1918 via pernyataan resmi turun takhtanya, dia tetap bisa hidup di
pengasingannya dengan belas kasih Ratu Wilhelmina.

Oleh George V, Wilhelm II dicap penjahat perang. Namun permintaan Sekutu
agar Wilhelm II diekstradisi ditolak Wilhelmina dengan alasan ingin
mempertahankan persaudaraan Dinasti Hohenzollern dan Orange sejak 1646. Di
masa Perang Dunia II, PM Inggris Winston Churchill sempat menawarkan suaka
tapi ditolak Wilhelm II. Dia memilih tetap di Belanda sampai mangkat pada 4
Juni 1941.

Sumber :
https://historia.id/militer/articles/konflik-keluarga-dalam-perang-dunia-v5E73

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar