4.24.2020

PSSI 90 tahun

Pada Hari Minggu (19/4/2020) ini, PSSI genap berusia 90 tahun. Jika menarik
jauh ke belakang tentang organisasi ini, tentu tak akan jauh-jauh dengan
sosok Ir. Soeratin Sosrosoegondo, yakni pendiri sekaligus Ketua Umum PSSI
yang pertama.

PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo.
Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg,
Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika
kembali, Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda, Sizten
en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta. Di sana dia merupakan
satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan
konstruksi besar itu. Akan tetapi, didorong oleh semangat nasionalisme yang
tinggi, dia kemudian memutuskan untuk mundur dari perusahaan tersebut.

Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di
bidang pergerakan. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepak bola,
dia menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah
disepakati bersama dalam pertemuan para pemuda Indonesia pada tanggal 28
Oktober 1928 (Sumpah Pemuda). Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah
terbaik untuk membuat rasa nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana
untuk menentang Belanda.

Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Soeratin rajin mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh sepak bola di Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Pertemuan
dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan
Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan pertemuan di hotel kecil
Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, Soeri, ketua VIJ (Voetbalbond
Indonesische Jakarta), dan juga pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan
perlunya dibentuk sebuah organisasi sepak bola nasional. Selanjutnya,
pematangan gagasan tersebut dilakukan kembali di Bandung, Yogyakarta, dan
Solo yang dilakukan dengan beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti
Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A. Hamid, dan Soekarno (bukan Bung
Karno). Sementara itu, untuk kota-kota lainnya, pematangan dilakukan dengan
cara kontak pribadi atau melalui kurir, seperti dengan Soediro yang menjadi
Ketua Asosiasi Muda Magelang.

Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil dari VIJ
(Sjamsoedin, mahasiswa RHS), BIVB - Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond
(Gatot), PSM - Persatuan sepak bola Mataram Yogyakarta (Daslam Hadiwasito,
A. Hamid, dan M. Amir Notopratomo), VVB - Vortenlandsche Voetbal Bond Solo
(Soekarno), MVB - Madioensche Voetbal Bond Madiun (Kartodarmoedjo), IVBM -
Indonesische Voetbal Bond Magelang (E.A. Mangindaan), dan SIVB -
Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond Surabaya(Pamoedji). Dari pertemuan
tersebut, diambillah keputusan untuk mendirikan PSSI, singkatan dari
Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia. Nama PSSI lalu diubah dalam
kongres PSSI di Solo pada tahun 1930 menjadi Persatuan sepak bola Seluruh
Indonesia sekaligus menetapkan Ir. Soeratin sebagai ketua umumnya.

Tak berselang lama setelah berdirinya PSSI, sepak bola Indonesia akhirnya
ikut berbicara di pentas dunia. Selang 7 tahun kemudian, Nusantara yang
masih dalam kondisi dijajah Belanda ikut berpartisipiasi dalam Piala Dunia
1938 di Prancis. Sejumlah negara seperti Jepang, Cina, Hongkong, hingga
dataran Korea pun bertekuk lutut oleh talenta Indonesia yang waktu itu
masih memakai nama East Indies. Nusantara kemudian dapat unjuk gigi di
pentas dunia, karena mampu menjadi pionir bagi Asia untuk mengenal sepak
bola. Pada 1940, Soeratin pindah ke kampung halamannya di Bandung dan
jabatannya sebagai Ketua PSSI diambil alih oleh Artono Martosoewignyo.
Ketika itu, kehidupan Soeratin menjadi serbasulit. Rumahnya sempat
diobrak-abrik tentara Belanda, karena aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) yang dianggap musuh. Pengabdian Soeratin bagi bangsa pun masih besar
di hari tuanya. Dia menyanggupi permintaan Ir. Djoeanda untuk memimpin
Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1949. Akan tetapi, dengan tubuh yang semakin
renta, pekerjaan itu sedikit berat. Apalagi, ketika itu perjuangan fisik
melawan Belanda terus terjadi. Setelah sekian lama sakit dan tidak mampu
menebus obat, kisah hidup Soeratin semakin mengenaskan. Ia harus rela dalam
kesulitan ekonomi hingga akhir hayat. Tidak ada yang ia tinggalkan, kecuali
organisasi yang sangat dicintai, yakni PSSI. Organisasi besar yang menjadi
media perjuangan bangsa. Soeratin meninggal dunia pada 1 Desember 1959 pada
usia 60 tahun. Dia memilih untuk hidup tenang di sisa umurnya.

Sumber : laman resmi PSSI

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar