4.25.2020

CATATAN DIBALIK LAYAR OPERATION DYNAMO

CATATAN DIBALIK LAYAR OPERATION DYNAMO

Saya gak akan mengatakan apakah Jerman yang terlalu berambisi, atau Inggris yang tidak mau menempuh jalan lain kecuali perang. Saya tidak tahu kondisi politik dan tak mau berburuk sangka pada dendam masa lalu perang dunia pertama.

Tapi yang jelas Neville Chamberlain telah menyeret eropa pada perang dunia kedua. Entahlah andai saja ajakan Hitler untuk berdamai dia setujui. Akan jadi seperti apa sejarah masa kini.

Sebab kita tentunya harus memperhatikan juga perasaan rakyat Polandia yang lagi-lagi jadi korban. Entahlah korban permusuhan "abadi" antara sosialis dan komunis. Dugaan saya, Polandia sebenarnya cuma dimanfaatkan sebagai jalan pembuka untuk menyerang Soviet. Manis sekali sandiwara politik dari Hitler dengan membikin perjanjian non agresi molotov ribbentrop. Polandia menurut saya hanya ibarat sama seperti Belanda dan Belgia yang setahu saya juga merupakan korban dari taktik jenderal Mainstein untuk Operation Fall-Gelb.

Tidak bijak rasanya kalau selalu mengaitkan Jerman pada perang dunia kedua dengan Nazi, Holocaust, atau lebensraum. Sebab rakyat Jerman juga sejatinya adalah korban perang. Korban pemerintah mereka sendiri. Saya pernah baca mereka yang hidup di Jerman sekarang amat sensitif dengan kata Werchmart, Luftwaffe, atau bahkan salib iron cross. Jangan mengatakan hal tersebut di depan umum jika anda berwisata ke Jerman. Atau anda akan dipandang dengan tatapan sinis. Kata seseorang.

Kemarin saya untuk kedua kalinya nonton film Darkest Hour. Ini film tentang Winston Churchill yang diperankan oleh Gary Oldman. Pertama kali saya menonton masih saya skip dan skip, karena gak paham dan gak bisa menikmati. Gak tahu menahu sejarah Inggris di perang dunia. Kedua kali saya menonton saya berharap bisa mengerti. Setelah sebelumnya lebih dulu berburu bacaan tentang perdana menteri "nyentrik" pengganti Neville Chamberlain tersebut.

Jadi, saya selalu berharap ada kawan-kawan yang mau membetulkan kesimpulan saya kalau saya salah. Saya masih mencoba belajar.

***

Mungkin habis sudah kesabaran Inggris dan Perancis atas manuver-manuver pemerintahan Jerman. Aneksasi Cekoslovakia, dan aneksasi daerah lain dibiarkan saja. Karena Inggris gak ingin ada peperangan. Peningkatan jumlah pasukan yang siginifikan menyalahi perjanjian Versailles juga ditoleransi.

Tapi saat tentara Hitler menginvasi Polandia, Inggris mungkin sudah tak tahan lagi. Pikir saya mungkin mereka bilang, "ini kalau dibiarkan terus menerus Hitler bakalan kelewatan." Akhirnya Inggris menyatakan Perang. Dan Perancis juga menyatakan perang. Sesuatu yang sama sekali gak diduga oleh Hitler. Setahu saya, Hitler tidak memperkirakan akan jadi masalah sebesar ini. Entahlah. Bagaimana menurut anda?

Pertama kali perang pecah, Winston Churchill masih menjabat panglima tertinggi angkatan laut. Neville Chamberlain mengambil keputusan berisiko untuk menyatakan perang kepada Jerman. Saya gak begitu tahu apakah kondisi militer Inggris waktu itu sudah benar-benar siap tempur dengan Jerman yang terkenal maju peralatannya. Tapi yang jelas, itulah risiko yang diambil seorang pemimpin.

Ketika situasi makin memburuk, Norwegia jatuh dalam kekuasaan Jerman tahun 1940, Neville Chamberlain makin kehilangan dukungan dari partai politik di Inggris. Kedudukannya makin lemah. Semakin kehilangan kepercayaan dari orang-orang. Saya gak tahu persis ada berapa partai saat itu. Semua makin tidak percaya pada Neville Chamberlain. Akhirnya dia mengundurkan diri. Kita bisa melihat reka adegan kegaduhan pertemuan politik di parlemen waktu itu di film Darkest Hour ini. Semua orang berteriak-teriak pada suatu malam di Mei 1940 M.

Awalnya yang dicalonkan sebagai pengganti adalah Viscount Halifax. Tapi Halifax sendiri awalnya menolak.

Selanjutnya Winston Churchill tampil. Dia mendapatkan banyak dukungan. Dia digadang-gadang mampu membawa Inggris kepada kemenangan.

Awalnya Raja George VI sempat ragu dengan kepemimpinan Churchill sebagai perdana menteri. Tapi berhubung "gak ada orang lain" yang dipandang memungkinkan menduduki jabatan tersebut, akhirnya mau gak mau ya harus.

Pada pidato pertama di parlemen, Churchill dengan tegas tidak akan menempuh jalan damai atas masalah Jerman. Dia berkeras kepala untuk menolak negosiasi. Perang harus dilanjutkan sampai menang. Itu yang saya pahami. Waktu itu Inggris masih memiliki harapan besar untuk menang.

Keputusan ini membuat ada rasa ketidaksukaan dari Halifax dan Naville yang cinta damai. Kita tahu bahwa Churchill pernah menjabat di militer sebelumnya. Punya pengalaman militer. Sudahlah, agak panjang nanti intrik drama antara tiga orang penting ini. Churchill, Neville, dan Halifax.

Intrik politik dibalik gemuruh peperangan yang diangkat dalam kisah ini menarik. Banyak dari kita mengira bahwa seluruh Inggris mau berperang melawan Jerman. Kenyataannya tidak. Banyak juga dari mereka yang sebenarnya tidak mau berperang dan ingin melakukan negosiasi. Tapi Winston Churchill adalah orang yang teguh pendiriannya. Dia yang pegang kemudi, jadi dia yang memutuskan. Entah orang lain setuju atau tidak, itu urusan biasa. Hidup selalu penuh kontroversi. Dimana-mana juga begitu.

Bayangkan saja anda adalah Winston Churchill. Keputusan apa yang akan anda ambil? Lanjut perang, atau berdamai? Sudah pasti jika lanjut perang akan banyak yang gak setuju karena gak siap melawan kekuatan militer Jerman yang lebih superior. Tapi kalau mau berdamai ya berarti juga harus siap dikecam orang di seluruh dunia. Ibarat buah simalakama.

Bayangkan bagaimana kecewanya rakyat Polandia. Bagaimana kecewanya rakyat Inggris yang sudah terdampak. Bagaimana malunya kerajaan Inggris yang dulu memenangkan perang dunia pertama. Kok sekarang mau mengalah. Dan mengakui bahwa Jerman hebat. Dan silahkan pemerintah Jerman mau melakukan apa saja sesuka hati. Inggris gak bakalan ikut campur. Bayangkan sendiri jika anda adalah Winston Churchill. Jadi, saran saya sebagai penikmat sejarah ya cukup berada di posisi netral. Wong sudah terjadi ya sudah.

Satu kekaguman saya adalah, sikap Winston Churchill yang demikian optimis. Dia sangat percaya diri. Dan mempertahankan pendapatnya. Meskipun dalam kondisi yang terpuruk di awal-awal perang, Churchill tetap memiliki keyakinan kuat.

Salah satu ujian pertama paling berat untuk keputusan Churchill adalah peristiwa di Dunkrik. Inggris hampir saja kehilangan "seluruh" tentara paling terlatih mereka disana. Hampir saja, jika Hitler tidak ikut campur menahan laju pasukan jenderal Heinz Guderian yang tinggal selangkah lagi menangkap mereka. Churchill bisa dibilang sangat beruntung atas suksesnya Operation Dynamo. Itu salah satu operasi militer paling unik dan ajaib yang pernah saya tahu. Andaikan saja pasukan di pantai Dunkrik itu ditawan, Inggris bisa dikatakan "tak lagi memiliki tentara" untuk berperang. Itu setahu saya.

Churchill "mengorbankan" ribuan orang di Calais untuk mengalihkan sementara perhatian Jerman dari Dunkrik. Sementara evakuasi dilakukan. Itu tentu saja dikecam banyak orang. Saya gak mau menilai, tapi mungkin itu terlihat lebih baik. Memancing dengan nyawa sekitar 4000 orang, daripada sekitar 400.000 orang harus ditawan Jerman di Dunkrik. Jika itu anda, apakah keputusan yang akan anda ambil?

Meskipun ada alternatif lain daripada mengorbankan pasukan bunuh diri, dengan mengadakan perundingan perdamaian dengan Jerman, Churchill menolak. Dia memilih bertanggung jawab penuh untuk mengevakuasi 400.000 pasukan. Dan melanjutkan perang. Luar biasa. Saya hanya membayangkan, andaikan saja Operation Dynamo sampai gagal, mungkin saja Winston Churchill akan lengser dari jabatannya sebagai perdana menteri Inggris. Orang sudah tak percaya lagi padanya. Mungkin. Sekali lagi, itu hanya mungkin. Padahal evakuasi pasukan sebanyak itu adalah mission impossible. Angkatan laut Inggris kapalnya gak memadai. Ditambah lagi saat itu Luftwaffe lagi berjaya. Ada adegan saat Churchill menelpon sahabatnya, Presiden Roosevelt. Tapi dengan berat hati Roosevelt berkata tidak bisa melakukan banyak hal. Karena Amerika sekarang dalam posisi netral. Bayangkan sendiri betapa gentingnya suasana.

Halifax menuntut Churchill lebih rasional. Untuk segera melakukan perdamaian. Paris sudah diambang kejatuhan. Dan sebentar lagi, Jerman akan benar-benar menjadi kekuatan terbesar di dunia tanpa tandingan. Produksi masal dan besar-besaran akan membuat kekuatan militer Jerman makin digdaya. Dan akhirnya Inggris akan benar-benar jatuh dalam hitungan waktu. Saat itu Amerika masih netral. Jadi Inggris benar-benar sendirian. Tapi Churchill tetap tidak mau berdamai dengan Hitler.

Churchill minta tolong kepada laksamana Ramsey untuk menyukseskan operasi di Dunkrik. Meskipun Inggris kekurangan kapal, ada inisiatif untuk meminta bantuan sipil. Militer "meminjam" kapal dan tenaga mereka untuk membantu evakuasi. Karena jelas Amerika gak bisa membantu. Amerika masih netral. Kita bisa lihat detil hiruk pikuk langsung peristiwa ini di film karya Christopher Nolan.

Perang itu ya bukan masalah aksi di lapangan saja. Tapi juga terkait masalah strategi. Harus melihat sisi kemanusiaan. Dan meminimalisir jatuhnya korban jiwa.

Dalam Darkest Hour, Halifax memaksa Churchill melakukan negosiasi damai. Dia bahkan sampai mengancam untuk mengundurkan diri dari kabinet. Ini benar-benar genting. Mengakhiri perang, dan mengakui kekalahan Inggris. Atau melanjutkan perang dengan kemungkinan yang serba tidak pasti. Churchill kini tidak hanya menghadapi Hitler di Eropa. Tapi juga menghadapi orang terdekat yang tidak mendukung prinsipnya.

Hampir saja Churchill melakukan negosiasi. Karena terus menerus mendapatkan tekanan. Meskipun itu juga berarti Inggris akan kehilangan muka. Setidaknya daripada mengalami kehancuran total.

Saya gak mengatakan urusan ini merembet ke persoalan pribadi antara Churchill dan Hitler, seperti gosip yang berkembang dalam perang dengan Soviet. Yang katanya juga ada sentimen dan persaingan personal antara Hitler dan Stalin. Seperti kita lihat betapa dahaga ambisi Hitler yang mengabaikan segala risiko demi menguasai Stalingrad. Kota Stalin. Terlalu berlebihan rasanya. Sebab ini adalah urusan negara yang tentunya harus lebih bijak dalam menilainya. Inggris bukan milik Churchill, sebagaimana Jerman bukan milik Hitler seorang. Kita harus ingat itu.

Lebih mudah untuk menilai dan mengatur seseorang. Apalagi sekedar memberikan kritik. Padahal jika jadi mereka, belum tentu kita mampu berbuat lebih baik.

Dalam perang, serdadu mengalami pertempuran fisik. Tapi para pemimpin yang menyusun rencana juga mengalami pertempuran batin yang tak kalah menyiksa.

Ditengah kegalauan itu, dalam film Darkest Hour ada scene dimana secara pribadi Raja George VI datang mengunjungi rumah Churchill. Raja mengutarakan kalau memiliki pendapat pribadi yang mendukung keputusan Churchill. Kini Churchill tak lagi merasa sendirian. Inggris tak seharusnya dengan mudah menyerah begitu saja.

Dan tanggal yang ditunggu tiba. 28 Mei 1940 M. Operation Dynamo dilaksanakan. Itu mungkin beberapa hari yang paling mendebarkan bagi seorang Winston Churchill.

Salah satu scene menarik lain di film ini adalah saat tiba-tiba Churchill "menghilang". Dia naik kereta bawah tanah ketika dalam perjalanan menuju parlemen. Saya gak tahu keakuratan scene ini. Tapi disitulah Churchill ingin mendengar sendiri dari rakyatnya. Ingin mendengar pendapat mereka langsung tentang Jerman. Apakah ingin terus berperang, atau justru berdamai. Kebijaksanaan seorang pemimpin saat mau mengambil keputusan.

Kalimat seorang wanita dalam kereta terdengar penuh semangat. "Pukul pakai gagang sapu jika harus."

Disitulah Churchill mendengar suara rakyat. Rakyat tak ingin menyerah begitu saja dengan mudah. Mereka akan rela bertempur untuk negara. Ketika Churchill bertanya, tentang perundingan perdamaian, serempak mereka menjawab untuk tidak.

Kabinet perang sudah menyusun memorandum pengajuan perdamaian yang sedianya dikirim lewat Italia. Sebagai penengah. Tapi akhirnya Churchill merubah keputusan. Setelah juga mendengar pendapat dari kabinet luar. Banyak orang di kabinet luar tidak rela Inggris menyerah. Meskipun konsekuensinya juga nanti Inggris siap kalah seperti Perancis. Apalagi jika evakuasi Dunkrik gagal. Inggris tak lagi memiliki "tentara". Dan ibarat harus membangun kekuatan militer dari bawah lagi.

Ketika Churchill membawa keputusan itu ke parlemen, ia mendapatkan dukungan. "Mereka yang tak pernah berubah pikiran, tak akan pernah mengubah apapun." Kata Churchill di film itu.

Untung sekali terjadi keajaiban. Operation Dynamo sukses besar. Itu artinya Inggris masih memiliki tentara untuk melanjutkan perang. Inggris masih memiliki harapan untuk bisa memenangkan perang.

Itu menurut saya. Bagaimana menurut anda?

Jika anda penggemar film aksi yang heboh dengan adegan tembak menembak, siap-siap kecewa. Ini adalah sisi lain perang dunia. Tempat dimana semua keputusan penting dibuat. Bukan tempat dimana eksekusi nya dilakukan. Anda mendapatkan gambaran perang nyata di film seperti Band of Brothers. Tapi anda tidak mendapatkan bagaimana semua keputusan dalam perang itu dibuat. Makanya film ini membantu melengkapi pandangan itu menjadi utuh. Istilahnya ini behind the scene dari film Dunkrik nya Nolan.

Kalau anda pernah menonton Sherlock Holmes Game of Shadow, dan membayangkan kalau Holmes itu sosok yang demikian anteng dan serius, maka anda salah. Demikian juga saat menonton Darkest Hour. Winston Churchill digambarkan adalah orang yang sebenarnya agak "gokil" dan unik. Orangnya sebenarnya humoris. Kebalikan sekali dengan karakter pendahulunya, Neville Chamberlain yang sangat tenang dan pakem.

Dengan humornya, kita masih bisa dibuat tertawa atas kelakuan "dibalik layar" Churchill. Padahal situasi di luar sana demikian genting. Entah karena tekanan perang membuatnya begitu, atau memang dari dulu wataknya begitu. Saya gak mau berandai-andai. Saya gak pernah ketemu dia.

Belajar sejarah lewat film itu menarik buat saya. Asalkan filmnya bisa dipertanggungjawabkan dan digarap dengan serius. Membantu menanamkan pemahaman akan cinta tanah air pada kita. Pentingnya masa damai. Dan susahnya saat terjadi perang. Hidup NKRI harga mati.

24 April 2020 M.

--
Sent from myMail for Android

Tidak ada komentar:

Posting Komentar