@bende mataram@
Bagian 44
Wirapati kaget sampai terjingkrak. "Bukankah mereka sudah lama mati?" "Dari
mana kautahu?"
"Guruku senngkali mengisahkan riwayat orang-orang gagah dan orang-orang
sakti di jamannya. Disinggungnya juga tentang nama dua iblis sakti itu pada
jaman Perang Giyanti. Pringgasakti dan Pringga Aguna yang dulunya bernama
si Abu dan si Abas. Diceritakan, kalau kedua iblis itu mempunyai kebiasaan
yang luar biasa biadab. Mereka menculik gadis-gadis mumi untuk diperkosanya
dan dihisap darahnya, semata-mata untuk mempertahankan ilmu saktinya."
"Betul!" potong Jaga Saradenta bersemangat, -kupun menyangka, kalau kedua
orang itu sudah lama mampus. Tak tahunya bersembunyi z. sini. Entah apa
yang dikerjakan. Nyatanya mereka berdua ditunjuk Pemerintah Belanda menjadi
anggota penyambut tamu resmi," ia |erhenti sebentar. Napasnya menyesak.
"Gu-mmu telah menceritakan riwayatnya, tetapi belum pasti tentang
kesaktiannya secara terperinci. Kau belum mengenal mereka. Karena iu lebih
baik kamu melarikan diri dari Jakarta sebelum mereka mengetahui siapa kau
sebenarnya. Sebab mereka berdua adalah musuh §uumu pula." Jaga Saradenta
mencoba mene-rangkan.
"Melarikan diri?" Wirapati tersinggung. Suaranya tiba-tiba sengit.
Mendamprat, "Apalagi mereka berdua adalah musuh guruku, mana bisa aku
ngacir seperti maling?"
Menyaksikan orang begitu mantap tekadnya, Jaga Saradenta akhirnya mau juga
mengerti, la mengajak Wirapati minggir ke tepi jalan dan berkata perlahan.
"Baiklah kuceritakan dulu lebih jelas, agar kelak kamu tak menyalahkan aku
jika terjadi suatu malapetaka. Pringgasakti dan Pringga Aguna dulu bernama
si Abu dan si Abas. Asal negerinya kurang jelas. Tetapi nama itu sebenarnya
pemberian gelar dari Patih Paku Buwono II Kartasura yang bernama
Pringgalaya. Ada satu dugaan pula, kalau Abu dan Abas itu saudara
seperguruan Patih Pringgalaya. Nyatanya mereka berdua sangat sakti.
Meskipun termasuk golongan sesat, sekarang kita berdua membuk-tikan
kebenaran keyakinannya. Tahukah kamu mengapa mereka memperkosa gadis-gadis
dan menghisap darahnya? Dulu ada suatu kepercayaan, barang siapa dapat
memperkosa gadis dan menghisap darahnya akan dapat berumur panjang dan awet
muda. Nyatanya si jahanam Abu dan. Abas sampai kini masih nampak perkasa
dan gagah. Padahal umurnya kutaksir. sudah lebih dari 80 tahun."
"Ih!" Wirapati menggeridik. "Selama itu berapa jumlah gadis-gadis yang
sudah menjadi korbannya?"
"Jangan tanya lagi. Ratusan sudah jumlahnya."
"Mereka bagaikan iblis, mengapa orang-orang sakti dan orang-orang gagah
pada jaman itu tidak beramai-ramai mengkerubutinya?"
"Hm... mudah dikatakan," sahut Jaga Saradenta cepat. 'Tetapi nyatanya
mereka tak mampu memampuskannya. Pertama-tama, karena mereka sangat licin.
Mereka mempunyai ilmu penciuman yang lebih tajam melebihi panca rafera
kita. Mereka pandai mengetahui gelagat buruk. Setiap kali akan kepergok,
selalu saja dapat menghindarkan diri. Dan kedua, mereka mendapat
perlindungan penuh dari Patih Pring-galaya dan kompeni Belanda."
Makin larna makin tertariklah hati Wirapati mendengar keterangan Jaga
Saradenta.
"Kamu benar. Meskipun guruku kerapkali me-nyriggung nama orang-orang sakti,
beliau enggan mengisahkan riwayat orang-orang sesat sampai jelas." Wirapati
terus mendesak.
"Aku tahu sebabnya, karena gurumu khawatir akan meracuni kebersihan hati
murid-muridnya,"
jawab Jaga Saradenta. "Dengarkan kuceritakan. Patih Pringgalaya adalah
musuh Pangeran Mang-Io±)umi 1. Pada suatu hari terjadilah suatu
pemberontakan di daerah Sukawati yang dipimpin oleh Raden Mas Said dan
Panembahan Martapura. Paku Buwono II membuat pengumuman— "Barang siapa
dapat mengalahkan kedua pemimpin pemberontak itu akan mendapat hadiah tanah
Sukawati." Pangeran Mangkubumi 1,—adik Paku Buwono II—tampil ke depan.
Dengan diam-diam Patih Pringgalaya mencoba untung pula, Pangeran Mangkubumi
I berhasil mengusir kedua pemimpin pemberontak itu. Patih Pringga-laya iri
hatinya. Dengan pengaruhnya ia mencoba mendesak Paku Buwono II agar
menggagalkan hadiah itu. Paku Buwono II yang lemah hati mendengar bujukan
Patih Pringgalaya. Hadiah tanah Sukawati dibatalkan. Pada tanggal 19 Mei
1746, Pangeran Mangkubumi 1 meninggalkan istana dan menggabungkan diri
dengan pemberontak. Itulah asal mula terjadinya Perang Giyanti. Paku Buwono
II gentar menghadapi adiknya. Tapi Patih Pringgalaya membesarkan hatinya.
Lantas saja dia minta bantuan kompeni dengan menjanjikan tanah-tanah
kerajaan diluar pengetahuan Paku Buwono II. Di samping itu dia mengumpulkan
orang-orang sakti dan orang-orang gagah. Di antara mereka terdapat si Abu
dan si Abas." Ia berhenti sejenak. Kemudian diteruskannya. "Kedua orang itu
ditemukan sewaktu terjadi pemberontakan bangsa Tionghoa. Mereka abdi
kepercayaan Raden Mas Garendi yang diangkat oleh masyarakat Tionghoa
menjadi Sultan Kuning. Sewaktu bangsa Tionghoa menggempur istana Kartasura,
mereka berdua itulah yang memimpin. Gadis-gadis istana banyak yang hilang
dan kedapatan mati kaku dengan tengkuknya terluka parah bekas kena hisap.
Patih Pringgalaya dan Pangeran Mangkubumi I tampil ke depan, waktu itu
mereka berdua masih hidup rukun, dan berhasil mengalahkannya. Sedianya
hendak dihukum mati, tapi mereka tak mempan kena senjata. Diam-diam Patih
Priggalaya berpikir lain. Dia seorang yang cerdik dan pandai memilih
pengikut. Mungkin juga pada waktu itu dia sudah mempunyai rencana-jencana
tertentu. Maka dengan pengaruhnya ia zaemohonkan ampun kepada Paku Buwono
II. Dan semenjak itu, Abu dan Abas menjadi pengikut setianya dan diberi
hadiah gelar Pringgasakti dan Pringga Aguna. Dalam Perang Giyanti mereka
berdua sangat disegani pengikut-pengikut Pangeran Mangkubumi I. Akhirnya
gurumu tampi ke depan. Waktu itu gurumu berusia tigapu-uhan tahun,
sedangkan aku baru berumur uang lebih 20 tahun. Aku dipilih gurumu sebagai
pembantu. Gurumu lantas bertempur melawan kedua iblis itu sampai tujuh hari
tujuh makam."
Tujuh hari tujuh malam?" Wirapati mengilang.
"Ya, —dan tak ada yang kalah dan menang. !Sah, kau bisa mengira-ira
kesaktian mereka Derdua. Pada hari kedelapan aku disuruh guru-rru
bertanding. Rupanya gurumu hendak beristirahat sebentar sambil mempelajari
kelemahannya. Mana bisa aku tahan bertempur melawan mereka berdua? Baru
sepuluh gebrakan aku sudah kalang-kabut. Tetapi waktu yang sebentar itu.
cukuplah sudah membuka pikiran gurumu. Gurumu lantas memanggil dua orang
perajurit dan membisiki sesuatu. Lantas gurumu mulai bertempur lagi."
"Guru membisikkan apa?" potong Wirapati lagi.
"Waktu itu sama sekali tak kuketahui. Tetapi sebentar kemudian semuanya
menjadi jelas. Ternyata dua orang perajurit itu disuruh mengumpulkan
beberapa gadis desa yang diharuskan berpakaian dengan kemben1) melulu."
"Mengapa diharuskan hanya mengenakan kemben?" "Apa-apa kamu tak bisa menerka?"
Wirapati mengerenyit sebentar. Tiba-tiba menjawab girang. 'Tahu aku. Guru
mau mengacaukan pikiran mereka berdua. Bukankah mereka manusia penghisap
darah gadis?"
"Betul!" sahut Jaga Saradenta cepat. "Begitu kedua iblis itu melihat
tengkuk-tengkuk gadis-gadis desa, seketika kacaulah pikirannya. Mulutnya
seperti meliur. Gerak-geriknya lantas saja bernafsu. Padahal bertempur
melawan musuh berilmu tinggi adalah suatu pantangan besar bergerak penuh
nafsu. Seketika itu juga, gurumu menggertak dan memusatkan ketenangan
hati. Dengan suatu gerakan aneh gurumu merangsak mereka berdua. Belum lagi
mereka sadar akan kesalahannya, tahu-tahu mereka kena gempuran. Tak ampun
lagi mereka tergetar mundur tiga langkah. Gurumu tak membiarkan mereka
ber-napas. Begitu kaki mereka menginjak tanah, lalu gurumu berkelebat.
Suatu kecepatan yang sukar kulukiskan terjadi di luar pengamatan mataku.
Mereka berdua tiba-tiba berteriak dan tubuhnya tergempur melayang ke udara
dan jatuh berdeburan di tanah."
SERASA mengembang dada Wirapati ketika iiendengar kisah keunggulan gurunya
dalam pertempuran itu. Hatinya terlalu bangga berbareng girang. Dalam
benaknya berkelebat tubuh gurunya merangsak kedua iblis Pringgasakti dan
hingga Aguna. Dan orang-orang yang menyak-skan pertempuran itu bersorak-
sorai gemuruh.
"Guru tahu kalau mereka berdua mempunyai aebiasaan menghisap darah. Apa
mereka waktu tu sudah terkenal sebagai orang-orang sesat?" tanyanya memotong.
"Orang-orang gagah di kolong langit ini siapa yang tak mengenal
sepak-terjang kedua iblis itu," jawab Jaga Saradenta yakin. "Nama mereka
cukup menggegerkan dalam perang pemberontakan bangsa Tionghoa di Kartasura.
Selain lu bertempur terus-menerus dalam tujuh hari tujuh malam bukan
sembarang orang dapat melakukannya. Gurumu yang sudah mengenal
bermacam-macam ilmu dan aliran kesaktian, lambat-laun jadi curiga. Pasti
mereka bukan sewajarnya orang."
"Bukan sewajarnya orang?"
"Ya, bukan sewajarnya. Bagaimana tidak? Di kolong langit ini hanya empat
orang yang bisa tahan bertempur selama itu. Pertama, almarhum Pangeran
Mangkubumi I. Kedua, Raden Mas Said yang kelak terkenal sebagai Gusti
Sambar Nyowo. Ketiga, Kyai Haji Lukman Hakim. Dan keempat, gurumu sendiri.
Mereka berempat itulah orang-orang besar pada jaman ini."
"Kyai Haji Lukman Hakim dari Cirebon?" potong Wirapati. Teringatlah dia
sewaktu delapan tahun yang lalu diutus gurunya menghadap padanya.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:
Posting Komentar