4.11.2019

@bende mataram@ Bagian 28




@bende mataram@
Bagian 28


Pada malam ketiga habislah sudah kesabar-annya. Mereka bertekad mau
menerjang masuk. Tenda-tenda dijenguknya. Tatkala bersua dengan seorang
penjaga mereka membekuknya dan dibawanya lari ke suatu tempat. Mereka
mengorek keterangan tentang di mana Kodrat. Serdadu itu disiksanya. Mau tak
mau terpaksa memberi penjelasan.


Serdadu itu kemudian diikat erat-erat pada sebatang pohon. Mereka kembali
menyusup tenda perkemahan yang berada di sebelah timur. Kodrat waktu itu
baru saja datang dari berunggun api. Tadi dia menyanyi dan menari sebagai
penghibur hati. Kesan itu masih dibawanya saat pulang ke tenda. la
bersiul-siul kecil serta berdendang lemah. Mendadak terasalah kesiur angin
memasuki tenda. la menoleh. Tahu-tahu mulutnya kena bungkam dan
teringkuslah Kodrat tanpa bisa membuat perlawanan.


Dua tiga kawannya yang masih bangun kaget bukan kepalang. Mereka lantas
saja berteriakan. Jaga Saradenta segera mengambil tindakan cepat.
Digempurnya merekabersama. Dalam sekejap saja, mereka terpental ke tanah
dan jatuh pingsan.


Tetapi teriakan mereka membangunkan seluruh kesatuan militer. Terompet
tanda bahaya melengking di tengah malam. Serdadu-serdadu berlari-larian dan
dengan cepat bersiaga penuh.


Wirapati dan Jaga Saradenta menemui kesulitan kini. Dengan cepat mereka
menerobos ke utara. Tetapi serdadu-serdadu yang berada di perkemahan utara
sudah pada keluar dengan senjatanya masing-masing.


"Cepat ke kandang kuda!" kata Wirapati nyaring sambil memapah Kodrat.


Mereka berdua lantas saja menghampiri kan¬dang kuda dan melepaskan
kuda-kuda. Kegaduhan segera terjadi. Kuda-kuda lari berserabutan dan
menerjang tenda-tenda kalang-kabut. Terpaksalah serdadu-serdadu kompeni
membagi perhatiannya. Mereka digulung-gulung oleh suatu kesibukan terkutuk.
Dengan mempergunakan kegaduhan itu Jaga Sara¬denta dan Wirapati berhasil
meloloskan diri.


Sekarang mereka telah berada jauh dari perkemahan. Mulailah mereka
mengkompes mulut Kodrat tentang di mana beradanya Rukmini dan anaknya.
Kodrat mengharapkan suatu ampunan. Dikisahkan riwayat perjalanannya dengan
terus terang. Diterangkan pula maksudnya melarikan Rukmini dan Sangaji.
Tetapi ia gagal, karena mereka berdua melarikan diri tidak ada beritanya lagi.


"Kodrat!" kata Jaga Saradenta menegas. "Aku ini pamanmu. Semenjak
kanak-kanak kau kuasuh dan kudidik. Kenapa sekarang kamu tega membuat aku
mendapat kesulitan. Kenapa?"


Kodrat mengenal watak pamannya. Segera ia menjatuhkan diri sambil meratap.
"Paman! Kalau aku membawa lari Rukmini dan anaknya, semata-mata karena
terpaksa demi tugas. Dulu aku diberi tugas sang Adipati Dewaresi merampas
kembali pusaka itu. Pusaka itu ternyata hilang. Bukankah satu-satunya jalan
untuk mendapat keterangan adalah dari mulut salah seorang anggota keluarga
mereka?"


"Jahanam! Karena kamu gila kedudukan, mereka kaubuat susah begitu rupa.
Mereka sudah cukup dihancurkan malapetaka. Mengapa kau sampai hati
membebani kesedihan lagi ke anak-isteri mereka. Apa kau mau memperkosanya?"


"Tidak, sama sekali tidak! Tuhan menjadi saksi," sahut Kodrat cepat.


Jaga Saradenta merenungi. Ia melihat pandang mata kemenakannya
sungguh-sungguh. Dia ingin percaya. Kemudian berpaling kepada Wirapati
minta pertimbangan.


"Wirapati, sesungguhnya dia tidak begitu berdosa. Tidak ada bukti, ia tidak
berniat mencelakakan keluarga Wayan Suage dan Made Tantre. Perbuatannya
hanya terdorong karena rasa tugas belaka. Untuk ini aku bisa mengampuni.
Dan, diapun tidak merusak kehormatan Rukmini atau menyiksa Sangaji.
Bagaimana pendapatmu?"


Wirapati sudah lama menaruh dendam. Masa ajaran Ilmu Mayangga Seta yang
dirindukan semenjak lama, tak dapat dicapainya lagi. Ini semua gara-gara si
Kodrat. Seumpama Kodrat tidak melarikan Rukmini dan Sangaji, pastilah masih
ada harapan untuk mengejar waktu. Tetapi diapun sebenarnya bukan manusia
bengis. Hati nuraininya penuh dengan pengucapan-pengucapan kemanusiaan.
Sebaliknya membebaskan Kodrat tanpa hukuman, rasanya kurang memuaskan hatinya.


"Kita berdua telah susah payah. Lagi pula tidak gampang memergoki dia,
sekiranya Tuhan tak menaruh belas-kasih. Seumpama kita berdua tiada melihat
dia pada hari ini, perjalanan kita bisa jadi mengalami waktu empat lima
tahun. Aku telah kehilangan suatu kesempatan bagus. Karena itu aku menuntut
ganti kerugian." Kata Wirapati tegas.


"Apa itu?" Jaga Saradenta berlega hati. Sebab bagaimanapun juga tak sampai
hati ia mengadili kemenakannya.


"Dua bulan yang lalu mestinya aku telah menerima ajaran suatu ilmu sakti
dari guruku. Tapi gara-gara ini, gagallah aku. Untuk minta pengajaran
ulangan di kemudian hari tidaklah gampang."


"Lantas?"


"Kemenakanmu kini menjadi serdadu. Nampaknya dia mantap."


"Biar mantap, tak sudi aku mempunyai kemenakan jadi begundal Belanda!"
teriak Jaga Saradenta.


"Bagus! Kupinta dia mulai hari ini menanggalkan pakaian kompeni. Kemudian
ikut kita berdua mencari Rukmini dan Sangaji. Ini baru adil."


"Kaudengar Kodrat! Betul-betul adil keputusan itu." Jaga Saradenta lantas
saja menguatkan.


Kodrat menundukkan kepala. Wajahnya berubah pucat. Keputusan itu sangat
berat baginya. Bagaimana dia dapat melepaskan pangkatnya. Ke mana dia
lantas hendak pergi?


Dia merasa telah kehilangan tempat. Kehilangan pelindung pula. Kalau
Adipati Dewaresi tiba-tiba datang menagih kesetiaan-nya, apa yang akan
diandalkannya. Tetapi ia sadar, dirinya berada dalam kekuasaan mereka. Ia
tak berani membantah biar sepatah katapun.


"Nah sekarang tanggalkan pakaian begundalmu!" perintah Jaga Saradenta garang.


Kodrat terpaksa menurut. Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benaknya.


"Paman! Aku adalah kemenakan Paman. Pekerjaan menjadi serdadu Belanda ini,
karena terpaksa. Aku takut pada hukuman Paman. Tak tahunya Paman memberi
ampun begini besar kepadaku. Tetapi aku adalah keturunan kesatria. Tak
dapat aku meninggalkan kesatuan kompeni secara kasar dan liar. Apa Paman
sampai hati nama kemenakanmu menjadi omongan orang. Biar yang mengomongkan
orang-orang Belanda," katanya.


Jaga Saradenta adalah seseorang yang mengutamakan nama dalam pergaulan
hidup. Ia dapat menerima kata-kata kemenakannya. "Lantas?" katanya.


Bersambung






























































































































Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar