@bende mataram@
Bagian 50
"Ah!" Pringga Aguna tercengang. Kemudian tertawa riuh, karena telah
mendapat kepastian, la dapat menebak kalau Kyai Kasan Kesambi yang disegani
tidak berada di sekitarnya. Mendapat kepastian begitu lantas saja dia
melabrak maju.
Wirapati dan Jaga Saradenta maju berendeng. Mereka mencoba menangkis sambil
mencoba-coba kekuatan musuh. Tetapi kelima bersaudara tak mau tinggal diam.
Mereka bergerak berputar-putar dan merupakan suatu kerjasama yang rapih.
Dikerubut demikian rapi, timbullah amarah Pringga Aguna. Ia memperhebat
rangsakannya. Kelima bersaudara didesaknya ke pinggir. Tetapi Wirapati dan
Jaga Saradenta bukanlah musuh-musuh yang ringan. Kedua orang itu memiliki
ilmu jauh lebih tinggi daripada kelima orang bersaudara. Begitu mereka
berdua mendapat peluang, lantas saja mengggempur bersama. Jaga Saradenta
mengemplangkan cempuling-tiya mengarah muka, sedang Wirapati menyodok perut
bagian bawah. Inilah bahaya.
Cepat-cepat Pringga Aguna bergerak mundur, "etapi Wirapati lebih cepat
Serangannya ber-lieh. Ia meloncat mencegat gerakan mundur Jan mengemplang
tengkuk.
Pringga Aguna terperanjat la membungkuk, sapi justru membungkuk cempuling
Jaga Saradenta mencengkeram mukanya. Pringga Aguna merasa kesakitan sampai
menjerit tinggi. Pringga Aguna bertambah gusar dan mengumbar ma-lehnya.
Tanpa menghiraukan rasa sakit lagi ia menubruk Jaga Saradenta.
Gntung Jaga Saradenta sempat melompat ke samping, sedangkan Wirapati mundur
tiga langkah. Celakalah nasib kelima bersaudara. Mereka tak sempat
mengelak, karena waktu itu baru feergerak maju, tak ampun lagi mereka
terpaksa berbenturan mengadu tenaga. Bagaimana mereka sanggup melawan
tenaga Pringga Aguna. Begitu mereka kena gempur, tubuhnya terpental di
udara dan jatuh ke tanah seperti layang-layang putus. Tiga orang di antara
mereka luka parah.
Pringga Aguna jadi kalap, la melejit ketiga musuhnya yang jatuh terkapar di
tanah. Tetapi Jaga
Saradenta dan Wirapati tak membiarkan ia berbuat semaunya sendiri. Dengan
berendeng mereka berdua mencegat dan melancarkan serangan kilat berantai.
Keruan saja Pringga Aguna kelabakan. Meskipun begitu dia tidak gugup.
Tenang-tenang ia memunahkan serangan kedua orang itu.
Pada saat itu jumlah kelima bersaudara tinggal dua orang yang masih dapat
bergerak dengan leluasa. Atang dan Hasan. Menyaksikan ketiga kawannya
menggeletak setengah hidup, mereka jadi penasaran. Mereka nekad. Tanpa
menghiraukan keselamatan nyawanya, lantas saja mereka menyerbu hendak
mengadu nyawa.
Meskipun Pringga Aguna seorang tokoh kenamaan tetapi menghadapi orang
sedang kalap, repot juga. Apalagi selain mereka masih ada dua orang
musuhnya yang tak bisa di anggap enteng.
Jaga Saradenta cukup bertenaga, sedangkan kecekatan Wirapati mengagumkan
hatinya. Teringatlah dia pada Kyai Kasan Kesambi empat puluh tahun yang lalu.
Ah, benar-benar bukan nama kosong Kyai Kesambi Sejiwan. Dia dapat
mewariskan kehebatannya kepada muridnya, pikirnya diam- diam.
Mendadak di tengah lapangan terjadi suatu peristiwa di luar dugaan. Dari
sebelah utara nampaklah bayangan seorang pemuda tanggung berlari-lari cepat
Wirapati menoleh. Segera dia mengenali Sangaji yang benar datang. Mestinya
dia girang, tapi mengingat bringasnya Pringga Aguna dia jadi cemas. Karena
rasa cemasnya, ia berteriak,"Bocah! Mnggir dulu!"
"Siapa?" tanya Jaga Saradenta.
"Sangaji," sahut Wirapati dengan suara gemetar.
Mendengar disebutnya nama Sangaji, Jaga Saradenta terperanjat sampai
berdiri tertegun. Sebaliknya Pringga Aguna orangnya cerdik. Lantas saja dia
dapat menduga. Cepat ia mundur jumpalitan. Kini ia mencegat larinya Sangaji
dengan gesit.
Wirapati gugup bukan main. Cepat ia menje-tanah dan melesat menyusul. Jaga
Saradenta tak mau kalah sebat. Dengan sepenuh enaga ia mencoba menjambret
lengan Pringga Aguna. Tapi luput, la kalah hebat.
Atang dan Hasan ikut memburu. Mereka sadar akan bahaya yang bakal terjadi.
Kalau si iblis mau jahat, dia dapat mencekik leher si anak dengan sekali
sambar. Apakah dia lantas menghisap darahnya, itu tergantung nasib si bocah.
Sangaji mendengar teriakan orang yang dikagumi, la menjerit kegirangan,
lantas berseru nyaring. Sama sekali tak tahu, kalau ia sedang menghadapi
bahaya. Cuma ia melihat beberapa orang melesat berkelebatan. Semuanya
mengarah kepadanya seolah-olah datang menyambutnya. Ia berhenti terhenyak.
Hatinya heran menebak-nebak. Pikirnya, tadi cuma dia seorang. Mengapa
sekarang banyak?
Jaga Saradenta yang kalah cepat agak jauh tertinggal di belakang. Sambil
melesat memburu ia mulai menduga-duga. Sangaji, pikirnya. Apakah bocah yang
dicarinya selama ini? Mengapa Wirapati baru bilang sekarang?
la lupa. Semenjak berjumpa dengan Wirapati petang tadi, perhatiannya
terpusat kepada kedua iblis musuhnya tumn-temurun. Wirapati tak diberinya
kesempatan menceritakan pengalamannya.
Pada saat itu Pringga Aguna telah berada tiga langkah di depan Sangaji.
Wirapati gugup. Cepat ia berseru nyaring, "Minggir!"
la kaget mendengar seruannya sendiri. Ya— bagaimana si bocah bisa mengerti
tentang bahaya yang mengancam dirinya dengan seruan peringatan sependek
itu. Sadar akan hal ini, ia menjejak tanah dan mengerahkan tenaga
kege-sitannya yang penghabisan.
Pringga Aguna telah berhasil menyambar lengan Sangaji. Tetapi begitu ia
berhasil menyambar lengan, mendadak terasa enteng. Ia heran sampai
terhenyak. Ternyata si bocah kena fcampas Wirapati yang dapat bergerak
begitu gesit. Hatinya penasaran. Ia menjejak tanah dan Telejit.
Wirapati sedang mengempit Sangaji. Sudah barang tentu kecepatannya
berkurang. Ia kena 'pukulan Pringga Aguna. Tak ampun lagi ia jatuh
terjungkal di tanah.
Serangan Pringga Aguna tidak berhenti sampai di situ. la melontarkan
pukulan maut. Wirapati masih dapat menguasai kesadarannya. Ia rcgulingan
sambil melemparkan Sangaji ke amping. Setelah itu ia memaksa diri untuk
berdiri tegak. Tetapi matanya berkunang-kunang. Alam seakan-akan bergerak
berputar di aepannya.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:
Posting Komentar