5.08.2019

@bende mataram@ Bagian 48




@bende mataram@
Bagian 48


Si iblis Pringga Aguna lantas saja tertawa berkakakkan menyeramkan hati.
Mendadak ia bergerak cepat dan menyambar ketiga orang itu dengan sekaligus.
Sambil menggempur dia berteriak. "Bagus! Kalian yang menggantikan mereka."


Ketiga orang itu sama sekali tak mengira diserang begitu tiba-tiba,
sehingga tak sempat membela diri. Tapi seumpama mereka sudah oerjaga-jaga
pun tak akan mampu membela diri menghadapi serangan si iblis Pringga Aguna.
Gerakannya sangat gesit dan susah dilukiskan. Hereka bertiga serempak
terlempar ke udara. Selagi tubuhnya melayang-layang, iblis Pringga Aguna
melejit sambil melontarkan gempuran. Tanpa ampun lagi, mereka jatuh
terbanting di tanah dengan napas terputus.


"Hidup kalian pun tak ada gunanya! Percuma latihan!" teriak si iblis
Pringga Aguna seperti mengumpat. Mendadak ia menjejakkan kakinya dan
tubuhnya hingga terloncat tinggi di udara. Kemudian turun dengan
berjumpalitan dua kali. Tangannya menyambar dada sesosok mayat dan
dilontarkan ke udara. Berbareng dengan itu menukik lagi ke udara, suatu
kehebatan mengagumkan. Tiba-tiba menggempur dada mayat itu sehingga
terbelah berserakan.


Menyaksikan pemandangan yang menyeramkan serta kehebatan si iblis Pringga
Aguna, kelima orang bersaudara menggeridik bulu kuduknya. Coba, seumpama
mereka tak ditolong Jaga Saradenta dan Wirapati, pastilah akan dijadikan
mainan seperti itu. Diam-diam mereka berterima kasih kepada dua orang
penolongnya. Setelah itu timbullah api kemarahannya. Serentak mereka meraba
senjatanya masing- masing dan bersiap sedia.


Pringga Aguna masih saja lari berputar-putar. Kedua mayat lainnya
dilontar-lontarkan ke udara, kemudian dirobeknya pula. Isi perutnya
dihamburkan dan ia membiarkan diri tersiram darahnya. Hebat pemandangan
itu! Meskipun Wirapati bukan anak kemarin sore, belum pernah sekali


juga menyaksikan kebiadaban demikian. Darah kesatrianya lantas saja
bangkit. Dengan menggigit bibir ia bertekad hendak mengadu nyawa demi
kemanusiaan.


Mendadak Pringga Aguna berhenti bergerak dengan sekonyong-konyong. Matanya
mengarah kepada tumpukan batu. Benar-benar matanya tajam luar biasa. Ia
melihat bayangan orang. Itulah bayangan Atang dan Acep yang sudah berusaha
bersembunyi sebaik mungkin. Merasa kepergok, serentak mereka mengeluarkan
senjatanya. Atang menggenggam sebuah birui2) dan Acep sebilah golok Sunda.
Tidak sangsi lagi mereka berdiri dan bersiaga menunggu serangan lawan.


Pringga Aguna tetap berdiri tegak, la seorang yang berpengalaman dan
cerdik. Melihat munculnya dua orang lantas saja dia menduga-duga tempat
persembunyian ketiga temannya yang lain. la tertawa perlahan. Jaga
Saradenta yang mengenal kehebatan penciumannya langsung dapat menduga kalau
iblis itu telah mengetahui tempat persembunyian musuh-musuhnya.


Ia meloncat maju mendekati tumpukan batu. Kira-kira dua langkah dari
tumpukan batu, ia meloncat mundur dengan mendadak. Kesannya seolah-olah ia
sayang kepada kedua musuhnya kalau mati terlalu cepat


Atang ternyata seorang yang mudah tersinggung, karena harga dirinya terlalu
tinggi. Begitu menduga kehendak lawan, lantas saja ia menerjang sambil
mengayunkan bindinya.


Pringga Aguna tahu diserang lawan. Ia nampak tenang saja dan bersikap tak
peduli. Serangan bindi lawannya tak dielakkan. Bahkan tangannya memapak dan
didorongkan tajam. Hebat akibatnya. Atang merasakan suatu dorongan tenaga
dahsyat sampai ia terhuyung mundur dua langkah.


Pringga Aguna tak membiarkan Atang lolos dari rencana rangsakannya. Sebat
luar biasa ia melompat ke udara dan mencengkeram pundak lawan. Atang sadar
akan bahaya. Secepat kilat ia menjatuhkan diri ke tanah dan menyingkir
bergulungan.


Acep yang berada tak jauh dari Atang buru-buru membantu. Dengan memutar
golok Sundanya ia menerjang. Ia mengarah kepada cengkeraman Pringga Aguna.


Pringga Aguna kaget Terpaksa ia membatalkan cengkeramannya dan dengan cepat
menangkis golok Acep. Meskipun demikian dalam satu gerakan yang cepat ia
masih juga berhasil melukai pundak Atang.


"Monyet! Kau siapa?" betaknya.


Acep tak mau melayani. Ia meludahi muka Pringga Aguna dan serangan goloknya
makin gencar. Atang yang teriolos dari bahaya dapat pula membantu. Meskipun
pundaknya terasa nyeri, tenaganya tak kurang. Ia menggempur dari samping
sambil memaki kalang-kabut.


Pringga Aguna benar-benar perkasa. Dengan tertawa panjang ia bergerak
sangat gesit. Tanpa menolak ia menendang Atang. Tapi tendangannya membentur
suatu benda panjang. Tatkala menoleh ia melihat seorang berperawakan tegap
memutar pedang panjang. Itulah si Hasan yang tadi bersembunyi di sebelah
selatan. Pukulannya kuat dan serangannya menyambar arah kaki. Terpaksalah
Pringga Aguna meloncat ke udara dan membatalkan serangan kepada kedua musuhnya.


"Ah! Kalian teman latihan cukup tangguh." Serunya nyaring sambil tertawa
panjang.


la turun ke tanah dan mengulangi serangannya, la menyerang Atang dan Acep
sekaligus, sedang kakinya tetap melayani pedang panjang si Hasan.
Serangannya cepat dan aneh. Ketiga orang lawannya tak dapat menduga-duga.


Dua orang lain yang berperawakan agak kegemuk-gemukan muncul ke gelanggang.
Mereka membawa senjata keris dan pedang pendek. Itulah Kosim dan Memet
pendekar dari Rangkasbitung dan Pandeglang. Mereka berdua lantas saja
menyerang rapat Gerakannya gesit


dan berbahaya.


Pringga Aguna mundur selangkah. Rasanya yang peka lantas saja tahu, kalau
dirinya berada dalam kepungan. Dihitung berjumlah lima orang. Hatinya kini
lega, karena tak usah takut menghadapi serangan gelap. Lantas saja ia
memusatkan tenaganya.


Mereka berjumlah lima orang. Baiklah kugempur yang dua dahulu, pikirnya.
Berpikir demikian, tubuhnya berkelebat Tangannya menggempur bindi Ateng.
Tetapi Hasan mencegat serangannya dengan pedang panjang. Suatu perbenturan
tak dapat dihindarkan lagi. Tangannya tergetar, sedangkan pedang Hasan
hampir terpental dari genggamannya. Diam-diam ia kaget Rkirnya, eh,
ternyata mereka cukup tangguh. Aku tak boleh main-main.


Kini ia berpaling ke Hasan. la merangsak, tetapi ke empat lawannya yang
lain merangsak pula. Permainan senjata mereka lumayan. Mereka bahkan mahir
memainkan senjatanya masing-masing. Secepat kilat ia menyambar Kosim yang
bersenjatakan sebilah keris.


Memet melihat sahabatnya berada dalam bahaya. Dengan senjata pedang pendek
ia menetak pergelangan tangan Pringga Aguna. Tetapi Pringga Aguna tak
mempedulikan serangan itu. Dengan membalikkan tangan ia memapak pedang
pendek Memet. Agaknya dia tak takut melawan tajamnya senjata.


Kosim terkejut bukan main. Buru-buru ia mundur selangkah. Tetapi Pringga
Aguna tak mem-biarkannya membebaskan diri. Tangannya yang menyambar tadi
terus ditusukkan. Gerakannya kuat sampai menimbulkan ke siur angin. '


Terdengar kemudian suara meretak. Pedang pendek Memet tepat mengenai
sasaran. Begitu juga bindi Atang bersamaan menggempur pundak. Tapi Pringga
Aguna tetap berdiri tegak, la tak menggubris. Serangannya tak dihentikan.
Keruan saja Memet dan Atang terkejut


Dia bukan manusia! pikir Memet.


Pedang pendeknya adalah pedang pusaka. Biasanya barang siapa kena terpegas
pasti tak ampun lagi akan terkupas kulit dagingnya. Tapi dia nyaris
bersorak karena gembira. Tak tahu dia menumbuk batu.


Bersambung




Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar