3.04.2019

*NOGO SOSRO SABUK INTEN* *Jilid. : 369*

*Inspirasi Malam,,,,,,,!!




*NOGO SOSRO SABUK INTEN*


*Jilid. : 369*




MAHESA JENAR tidak menjawab. Tetapi ditatapnya wajah Pangeran Buntara yang
tua itu. Sehingga Pangeran itu pun berkata, "Kedua keris itu aku simpan
Baginda."


"Oh," Baginda menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian. "Mahesa Jenar,
kecuali Karebet, maka kaupun akan kembali ke istana. Pekerjaan yang kau
pilih telah selesai. Sekarang teruskanlah pekerjaanmu yang lama. Tenagamu
sangat aku perlukan."


Mahesa Jenar menyembah dengan penuh hormat. Ia tidak dapat menolak perintah
itu. Dan karena itulah maka ia menjawab. "Hamba Baginda. Hamba hanya akan
tunduk pada perintah Baginda."


Baginda itu pun menarik nafas panjang-panjang. Panjang sekali. Seakan-akan
semua mendung yang meliputi Demak kini telah terbuka. Ketika Baginda
diperkenalkan satu demi satu dengan orang-orang yang menghadap, maka
Baginda berkata. "Jadi gadis ini adalah bakal isterimu Mahesa Jenar?"


"Hamba Baginda," jawab Mahesa Jenar sambil tersipu-sipu.


"Dengan pedang dilambungnya?"


"Hamba Baginda," sekali lagi Mahesa Jenar menyahut sambil menyembah.


"Yang ini, kakeknya?"


"Hamba Baginda. Gadis itu telah tidak berayah dan beribu."


"Oh," Baginda menganggukkan kepalanya dan tiba-tiba Baginda itupun berkata.
"Ki Ageng Pandan Alas. Biarlah aku melamar cucumu untuk Mahesa Jenar. Kau
terima lamaran itu? Sebenarnya aku telah mendengar sebagian dari kisah
hubungan Mahesa Jenar dan cucumu yang tertunda-tunda itu. Dan kini
pekerjaan Mahesa Jenar itu sudah selesai."


"Ampun Baginda," sembah orang tua itu. Betapa ia menjadi sangat gembira.
Cucunya telah mendapat sangkutan yang diidamkannya. Karena itu maka matanya
pun menjadi basah. Jawabnya, "Bukan main anugerah yang hamba terima."


"Jangan tunggu umurnya bertambah tua, Mahesa Jenar. Bulan ini biarlah kakek
itu merayakan peralatan perkawinannya. Bukankah semalam purnama sedang
naik. Masih ada waktu setengah bulan."


Mereka berpaling ketika mereka mendengar isak Rara Wilis yang tak dapat
ditahannya. Hari yang ditunggu-tunggu kini benar-benar telah mambayang di
pelupuk matanya. Akhirnya hari itu akan sampai pula kepadanya.


Arya Salaka pun kemudian mendapat pengukuhan kembali atas tanah
perdikannya. Dan dengan sebuah senyuman Baginda berkata, "Bagaimanakah
tuntutanmu atas gadis putera Kebo Kanigara itu?"


Arya Salaka tidak menjawab. Namun ia masih menyeringai kesakitan. Dadanya
masih nyeri karena Ajinya yang membentur Aji Lembu Sekilan.


"Gadis itu tidak berada disini," berkata Baginda. "Tetapi besok akan segera
kau jumpai di Banyubiru."


Hari itu adalah hari yang menentukan bagi Mahesa Jenar dan Arya Salaka.
Juga hari yang menentukan bagi Karebet. Meskipun para prajurit Demak dan
laskar Banyubiru masih bingung melihat perkembangan keadaan, namun mereka
menjadi lega, ketika mereka melihat para pemimpin mereka menjadi gembira.
Pertentangan itu benar-benar telah berakhir.


Namun dalam pada itu Baginda terkejut melihat Arya Penangsang sudah siap di
atas punggung kudanya. Dengan lantang ia berteriak. "Aku akan pergi berburu
sendiri paman. Aku dapat berbuat itu tanpa orang lain. Biarlah Karebet
menemui paman dan adinda puteri bungsu."


Baginda terkejut. Tetapi Arya Penangsang telah pergi diiringi oleh
Tumenggung Prabasemi.


Angin pegunungan bertiup semakin kencang mengguncang daun-daun rimba. Semua
persoalan yang dihadapi Baginda terasa seakan-akan telah dihancurkan pula
oleh angin itu. Persoalan-persoalan yang mengganggunya selama ini dalam
tugasnya menyatukan tanah tumpah darah.


Tetapi kembali Baginda diganggu oleh sebuah persoalan yang baru saja
tumbuh. Agaknya Arya Penangsang, kemanakannya itu tidak senang melihat
hubungan Karebet dengan puterinya. "Tentu pokal Prabasemi," pikir Baginda.


Namun ketika Penangsang kembali, Prabasemi tidak turut serta, Tumenggung
itu tiba-tiba menghilang. Disadarinya bahwa Karebet telah merebut
kemenangannya, dan ia akan mendapat kesusahan karena itu. Tetapi persoalan
itu tidak akan segera memerlukan tangan Baginda untuk menyelesaikan.
Persoalan itu masih akan dapat dirampungkan pada saat-saat mendatang.


Ketika awan yang putih berarak ke utara, maka Mahesa Jenar menengadahkan
wajahnya. Dilihatnya langit cerah secara hatinya. Dan ia menjadi semakin
gembira ketika dilihatnya kemudian Arya Salaka dan Karebet bersendaugurau
dengan gembiranya. Tetapi lebih-lebih lagi ketika ia melihat seorang gadis
yang berpedang dilambungnya tersenyum kepadanya sambil berbisik. "Kakang,
hari itu akan segara datang."


"Ya Wilis. Segera akan datang. Semoga."


Keduanya pun kemudian menundukkan wajah-wajah mereka. Sedang hati mereka
memanjatkan perasaan terima kasih serta do'a kepada Tuhan yang Maha Esa,
semoga mereka akan sampai pada saat-saat yang ditunggu-tunggu itu.




*T A M A T*
๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน


*(@Ww/tris)*,

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar