3.01.2019

*NOGO SOSRO SABUK INTEN* *Jilid. : 368*

*Inspirasi Petang,,,,,,,,,,,!!




*NOGO SOSRO SABUK INTEN*


*Jilid. : 368*




Arya Salaka mengerutkan keningnya. Dan tanpa menunggu lagi, Karebet mulai
dengan ceriteranya. Karena itulah maka perkelahian diantara mereka menjadi
bertambah surut.


KETIKA Karebet selesai dengan ceriteranya, maka terdengar Arya Salaka
berkata. "Apakah kau berkata sebenarnya?"


"Ya. Aku berkata sebenarnya."


"Kenapa kakang tidak berkata sebelumnya?"


"Aku memerlukan kau datang dalam kesiagaan yang benar-benar."


"Hem," Arya Salaka menggeram. Tampaklah keragu-raguan membayang diwajahnya.
Dipertimbangkannya masak-masak kata-kata Karebet itu dan dikupasnya
sejauh-jauhnya. Ketika ia melihat wajah Karebet yang bersungguh-sungguh
itu, maka tiba-tiba ia tersenyum meskipun dicobanya untuk menyembunyikan
dalam-dalam. "Gila. Kau benar-benar bermain api kakang. Apakah aku harus
bersimpuh menyembahmu?"


"Jangan. Lepaskan Sasra Birawa itu."


"He?," Arya Salaka terkejut. "Apakah sebenarnya maksudmu?"


"Ya. Lepaskan Sasra Birawa. Aku tidak akan melawan. Tetapi aku akan
bertahan dengan Lembu Sekilan. Mungkin aku dan adi akan terlempar beberapa
langkah. Mudah-mudahan tidak berbahaya, meskipun tubuh kita akan kesakitan."


Arya Salaka tidak sempat berpikir lebih lama. Menilik wajah dan kata-kata
Karebet, maka Karebet telah berkata sebenarnya. Tetapi seandainya Karebet
itu berbohong, bukankah Sasra Birawa itu adalah kekuatannya yang tertinggi?
Seandainya Sasra Birawa itu tidak mampu mengalahkan Karebet, maka ia sudah
tidak memiliki kekuatan lain yang akan dipergunakan. Karena itu apapun yang
dilakukan oleh Karebet, maka sudahlah pasti ia akan mempergunakan kekuatan
tertinggi itu.


Arya Salaka yang sedang menimbang-nimbang itu pun terkejut ketika ia
melihat Karebet melontar menyerangnya. Ketika ia mengelak ia mendengar
Karebet berbisik. "Mulailah."


Arya Salaka itu tidak dapat berbuat lain daripada memenuhi permintaan itu.
Sekali ia meloncat surut. Diangkatnya sebelah tangannya tinggi-tinggi, dan
disilangkannya tangannya yang lain di dadanya. Satu kakinya diangkatnya ke
depan dan dengan menggenggam Arya Salaka meloncat melontarkan Aji Sasra Birawa.


Dalam pada itu, Karebet yang melihat Arya Salaka telah siap, segera
mempersiapkan dirinya pula. Direnggangkannya kakinya dan kedua tangannya
segera bersiap dimuka dadanya. Wajahnya segera menjadi tegang. Dan
diterapkannya Aji Lembu Sekilan sejauh-jauhnya yang dimilikinya.


Pukulan Arya Salaka benar-benar dahsyat. Seakan-akan sebuah gunung runtuh
menimpa dada Karebet. Namun Karebet telah mapan dalam Aji Lembu Sekilan,
sehingga pukulan itu tidak menggugurkan isi dadanya. Meskipun demikian ia
terlontar beberapa langkah surut dan jatuh berguling beberapa kali ditanah.
Namun sesaat kemudian ia telah melenting berdiri tegak di atas kedua kakinya.


Arya Salaka yang mempergunakan Ajinya terasa seakan-akan membentur benteng
baja. Pukulan itu seakan-akan telah menghantam dirinya sendiri, sehingga ia
pun terlempar beberapa langkah. Dengan kerasnya ia terbanting ditanah.
Sesaat matanya menjadi berkunang-kunang. Seakan-akan langit akan runtuh
menimpanya. Karena itu ia segera memejamkan matanya dan mengumpulkan
segenap kekuatan yang ada padanya.


Sebenarnyalah bahwa tubuh Arya Salaka adalah tubuh yang luar biasa,
sehingga dengan demikian, ia tidak mengalami cidera. Namun untuk sesaat ia
tidak dapat bangkit berdiri dengan kekuatan sendiri.


Melihat anaknya terbanting jatuh, dada Gajah Sora seperti akan meledak.
Tiba-tiba hilanglah segenap pertimbangannya. Dengan serta merta ia berkata,
"Akulah yang akan menjadi orang kedua."


Kebo Kanigara terkejut mendengar perkataan itu. Karena itu segera ia
mencegahnya sambil berkata. "Tunggulah. Apakah yang akan terjadi kemudian."


"Apa yang harus aku tunggu?" Kebo Kanigara menjadi bingung. Sejak semula ia
telah menyangka, bahwa akan sulitlah untuk mengendalikan Gajah Sora.
Apalagi mereka melihat Lembu Sora ditengah lapangan itupun telah menjadi
gemetar dan tangannya telah melekat di hulu pedangnya. Namun sekali lagi
wajah Gajah Sora itupun terkulai ketika tiba-tiba ia melihat Sultan
Tranggana dikejauhan keluar dari dalam baraknya.


"O. Apakah yang sepantasnya aku lakukan?" terdengar Gajah Sora berdesah.
Kedua tangannya tiba-tiba telah menutupi wajahnya. Dalam kebingungan itu ia
bergumam. "Kalau saja Sultan tidak ada disana. Kalau saja panji-panji Gula
Kepala itu tidak berkibar disana pula."


"Jangan cemas kakang", tiba-tiba terdengar suara Mahesa Jenar. "Akupun
orang buangan seperti Karebet. Birlah aku maju ke arena. Seandainya aku
akan digantung sekalipun, aku tidak akan menyesal."


"MAHESA JENAR," potong Kebo Kanigara.


"Jangan."


"Aku tidak sampai hati melihat Arya Salaka dan aku tidak sampai hati
melihat Kakang Kebo Kanigara kehilangan anaknya satu-satunya," berkata
Mahesa Jenar.


"Tetapi," Kebo Kanigara menjadi gelisah. Ketika ia memandang kelapangan,
dilihatnya Baginda berjalan ke arena. Dibelakangnya berjalan seorang tua
dalam pakaian kepangeran. "Kau lihat orang tua itu?" bertanya Kebo Kanigara.


"Ya, aku lihat. Pangeran Buntara, yang bergelar Panembahan Ismaya dan
pernah menggemparkan Demak sebagai seorang yang bernama Pasingsingan."


"Ya," sahut Kebo Kanigara.


"Apa peduliku."


"Mahesa Jenar," Kebo Kanigara menjadi bertambah gelisah. Tetapi tiba-tiba
ia melihat Mahesa Jenar tertawa. Aneh sekali. Gajah Sora pun menjadi sangat
heran karenanya. Dan mereka mendengar Mahesa Jenar itu berkata, "Aku telah
bertemu di Lemah Telasih. Ki Buyut Banyubiru telah mengatakan kepadaku
semuanya."


"Oh," Kebo Kanigara berdesah.


"Kau mencemaskan aku."


"Kakang pun telah mencemaskan aku pula."


Gajah Sora memandang mereka dengan penuh pertanyaan. Namun tiba-tiba mereka
melihat Paningron melambaikan kepada mereka.


"Marilah kakang," ajak Mahesa Jenar. Kita menghadapi Baginda."


Baginda pun kemudian melihat mereka datang. Kebo Kanigara, Mahesa Jenar dan
Gajah Sora. Dengan tersenyum Baginda menerima mereka, sambil berkata,
"Eyang Buntara. Apakah mereka akan kami bahwa masuk ke dalam perkemahan?"


"Ya cucunda Baginda."


"Bawalah," perintah Baginda kepada Paningron. Baginda itu memandang Arya
Salaka sesaat. Kemudian dihampirinya anak yang masih menyeraingai itu.
Ditepuknya pundaknya sambil berkata, "Kau pun anak luar biasa. Mari,
masuklah ke dalam kemahku."


Terasa sesuatu yang aneh di dalam dada Arya Salaka. Perlahan-lahan ia
menyembah, dan kemudian diikutinya Baginda masuk ke dalam perkemahan.


Di dalam perkemahan itu duduk Baginda Sultan Trenggana, Pangeran Buntara
dan Paningron, dihadap oleh Karebet, Kebo Kanigara, Mahesa Jenar, Rara
Wilis, Ki Ageng Pandan Alas, Gajah Sora, Lembu Sora, Arya Salaka dan Bantaran.


Dengan wajah yang terang Baginda itu memberi kesempatan kepada Pangeran
Buntara untuk berceritera, apa saja sebenarnya yang telah mereka lakukan.


"Oh," Gajah Sora menarik nafas dalam-dalam. "Jadi semuanya ini hanyalah
sebuah permainan saja? Permainan yang berbahaya."


"Ya," jawab Pangeran Buntara.


"Namun dengan demikian Baginda akan menjadi tenang menghadapi masa-masa
depan. Baginda tidak akan lagi diganggu oleh prajurit yang selalu bersedih
hati, dan menyebabkan permaisuri bersedih pula."


Baginda mengangguk-anggukkan kepala. Dan Gajah Sora pun berkata. "Wajarlah
kalau selama ini Kakang Kebo Kanigara tidak tampak bersungguh-sungguh
berduka. Rupa-rupanya Karebet telah mendapat ijin daripadanya."


Karebet tersenyum. Tetapi ia menjadi ngeri pula kalau dikenangnya cara-cara
yang ditempuhnya itu. Apalagi ketika pada suatu malam ia dikejar oleh Arya
Salaka ketika ia berusaha menemui Kebo Kanigara di halaman rumah Gajah Sora.


Tetapi bukan itu saja. Tiba-tiba Pangeran Buntara itu pun berkata."Baginda,
hari ini adalah dapat memanggil kembali Karebet, maka Baginda akan
mendapatkan kembali pusaka-pusaka Baginda itu. Selain Sangkelat yang telah
diserahkan lewat Karebet kemarin, dan Baginda sendiri melihat bahwa keris
itu agaknya telah luluh dalam diri Karebet, sehingga meyakinkan Baginda
akan berhasilnya cara ini, maka kini perkenankan Mahesa Jenar menyerahkan
pula keris-keris yang selama ini dicarinya, Kiai Nagasasra dan Sabuk Inten."


Alangkah terkejutnya Baginda. Sehingga dengan serta merta Baginda berkata,
"Jadi keris-keris itu telah kau ketemukan?"


Mahesa Jenar menyembah dengan takzimnya. Jawabnya penuh haru.


"Hamba Baginda."


"Dimanakah pusaka-pusaka itu kau simpan."






*Bersambung*,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,


*(@Ww/tris)*๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar