11.20.2011

Maaf, jika sudah tahu Fw: Kenapa Andy F. Noya mengundurkan diri


From: hernowo hasim

>
> Andy F. Noya: Mengapa saya mengundurkan diri dari Metro TV?
>
> Banyak
> yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai
> pemimpin redaksi
> Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap
> orang yang
> bertanya bahwa saya keluar bukan karena pecah kongsi dengan
> Surya Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam
> situasi yang
> tidak menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang
> tinggi, dengan
> power yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun
> televisi berita,
> tiba-tiba saya mengundurkan diri.
>
> Dalam perjalanan hidup dan
> karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama,
> ketika saya
> tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP
> Padang. Saya
> lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi
> Publisistik di
> Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah.
> Kedua, ya itu
> tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari
> Metro TV.
>
> Dalam
> satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang
> saya kagumi,
> sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba
> menganalisa mengapa
> saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam.
> Ikannya
> terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan
> tersebut
> terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.
>
> Saya
> tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur
> saja, sejak lama
> saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV.
> Persisnya
> ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My
> Cheese.Bagi
> Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua
> kurcaci. Mereka
> hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci
> yang satu
> selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka
> tinggal akan
> habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan
> kesadarannya agar
> jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari
> keju di tempat
> lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai
> kiamat pun
> persediaan keju tidak akan pernah habis.
>
> Singkat cerita, suatu
> hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk
> meninggalkan
> tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat
> menolak. Dia
> yakin keju itu hanya dipindahkan oleh seseorang dan nanti
> suatu hari
> pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari
> keju di tempat
> lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu
> terus di
> tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali.
> Apa yang
> terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian
> mati
> kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah
> menemukan
> labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak
> dibandingkan di
> tempat lama.
>
> Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan
> sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga
> lupa
> mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan
> yang lebih
> besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah
> nyaman di suatu
> posisi, biasanya akan mati digilas waktu.
>
> Setelah
> membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa
> yang
> menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa
> yang
> mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari
> labirin yang
> selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari
> keju itu sudah
> tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera
> jiwa saya.
> Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri
> sendiri.
>
> Maka
> ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang
> dinyanyikan
> Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan
> yang ingin
> disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati
> saya, sudah
> sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak
> orang. Dalam
> perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang
> merasa tidak
> bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan
> saya, yang
> sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi
> asing,
> mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan
> ternyata
> tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di
> ajang
> pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut
> untuk
> memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan
> ekonominya
> yang sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa
> hidupnya dalam
> dilema itu. Dia tidak bahagia.
>
> Ketika diminta untuk menjadi
> pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan banyak
> mahasiswa yang
> tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. Ada
> yang
> mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang
> jujur bilang
> ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga)
> atau ada yang
> karena solider pada teman. Tetapi yang paling banyak
> mengaku jurusan
> yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak
> bahagia --
> adalah karena mengikuti keinginan orangtua.
>
> Dalam episode
> Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),
> kita dapat
> melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar
> dalam hidup
> mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan
> Hubungan
> Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan
> drastis untuk
> berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih
> menjadi
> koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya
> sebagai
> salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini
> memiliki
> restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang saya
> kerjakan
> saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara
> mengikuti
> jejak sang ayah sebagai dpilomat.
>
> Juga ada Wahyu Aditya yang
> sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti
> bidang animasi.
> Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British
> Council.
> Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan
> ibunya
> lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang
> ayah
> sebagai dokter.Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan
> meninggalkan
> posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris
> di beberapa
> perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini
> memilih tinggal di
> Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public
> speaker.
>
> Pertanyaan
> yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam
> kehidupan yang
> singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang
> tidak tahu
> bagaimana cara mencapainya.
>
> Karena itu, beruntunglah mereka yang
> saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang
> membuat mereka
> begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup.
> Bagi saya,
> bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada
> capeknya, ujar
> Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat bertemu
> saya di
> kantor majalah Rolling Stone. Dalam usianya menjelang 68
> tahun, Yon
> tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu,
> saat pementasan
> Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa
> henti. Sungguh
> luar biasa. Semua karena saya mencintai pekerjaan saya.
> Musik adalah
> dunia saya. Cinta saya. Hidup saya, katanya.
>
> Berbahagialah
> mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka
> yang sudah
> mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka
> sudah menemukan
> lentera jiwa mereka.
> "Pekerjaan
> yang nikmat ketika kemampuan dan minat saling bertemu.
> Jadi, jangan
> pernah membayangkan bekerja adalah berekreasi bila
> kemampuan dan minat
> tidak menyatu"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar