12.04.2011

habis mbah. terbit lah jeng

Habis Mbah, Terbitlah
Jeng
| Tri Wahono | Dibaca : 5293 kali
Minggu, 4 Desember 2011 | 14:48 PM
Jeng Kenny berada di ruang praktiknya di
kawasan Pamulang, Tangerang Selatan,
Banten, Rabu (30/11/2011).
Photo: KOMPAS/ TOTOK WIJAYANTO
Oleh Budi Suwarna & Sarie
Febriane
KOMPAS.com — Inilah
fenomena dunia
penyembuhan alternatif-
supranatural di era konsumsi
seperti saat ini. Dulu,
penyembuh identik dengan
orang tua yang disebut mbah.
Kini, para jeng unjuk diri di
radio dan televisi.
Suasana di Klinik Jeng Ana di
Jalan Kalibata Timur, Jakarta
Selatan, pada Kamis
(1/12/2011) siang sangat
sibuk. Empat kru Jak TV
tampak mengabadikan hampir
semua sudut klinik dan
mewawancarai beberapa
pasien yang memberi
kesaksian tentang keampuhan
pengobatan Jeng Ana. Tidak
ketinggalan, gambar Jeng Ana
sedang mengobati pasiennya
diambil secara lengkap.
Ya, sejak tujuh tahun lalu Jeng
Ana rajin muncul di acara
pengobatan alternatif di
televisi. Jadwal shooting-nya
kini padat. Senin pagi, Jeng
Ana tampil di Bali TV, Jumat
hingga Sabtu dia tampil
berturut-turut di Jak TV. Jumat
siang, dia siaran di TVRI
Stasiun Jawa Barat dan Sabtu
di TVRI Stasiun Riau. Jeng Ana
juga pernah muncul di MNCTV
(dulu TPI), O'Channel, dan
TVRI Pusat. Selain itu, dia juga
mengisi siaran pengobatan
alternatif di beberapa stasiun
radio di Jakarta, seperti Radio
Kamajaya, Pop FM, dan Safari.
Suami Jeng Ana, Suprayitno,
mengatakan, untuk membeli
jam tayang di televisi, Jeng
Ana mengeluarkan dana Rp 30
juta-Rp 50 juta setiap minggu.
Selain itu, dia juga membayar
presenter khusus Rp 5 juta
sekali siaran. "Jeng Ana itu
maunya eksklusif, makanya
presenter yang memandu
acaranya pun harus eksklusif,"
ujar Suprayitno.
Ada lagi pengeluaran
tambahan, yakni kostum
untuk tampil di televisi.
Menurut Suprayitno, biaya
untuk kostum mencapai Rp 30
juta setiap bulan. Dana relatif
besar yang dikeluarkan Jeng
Ana tampaknya sebanding
dengan hasilnya. Boleh dikata,
popularitas Jeng Ana kini tidak
kalah dibandingkan dengan
artis sinetron. Wajahnya akrab
di mata, tutur kata halusnya
terngiang terus di telinga, dan
citranya sebagai Ratu Herbal
Indonesia menancap kuat
dalam ingatan publik.
Pergaulannya pun
membentang luas hingga
kalangan atas. Ketika Jeng Ana
meresmikan klinik baru dan
salon spanya di Kalibata
Timur, tamu yang datang
mulai dari jenderal hingga
artis, seperti Roy Marten dan
Rhoma Irama. Semuanya
berdiri berdampingan dengan
Jeng Ana dan memberi
kesaksian. Momen itu
kemudian disebar lewat
televisi.
Buat Jeng Ana, siaran di
televisi hanyalah salah satu
strategi pemasarannya. "Kami
bukannya ingin mencari
pasien sebanyak mungkin.
Kami hanya ingin
memperkenalkan diri agar
bisa menolong lebih banyak
orang," ujar Jeng Ana yang
selalu berjilbab rapi, tampil
modis, dan senang
menunggang mobil Alphard.
Dia juga sangat
memperhatikan penataan
kliniknya. Memasuki klinik Jeng
Ana di Kalibata Timur, Kamis
(1/12/2011), kita seperti
memasuki klinik dokter yang
telah mapan. Ruang tunggu
ditata rapi, modern, bersih,
dan wangi. Susunan herbal
dikemas dan dipajang secara
artistik. Tidak ada suasana
mistis sama sekali.
Itu sebabnya berbagai
kalangan tanpa sungkan
datang ke klinik ini. Setiap
Sabtu dan Minggu ratusan
pasien antre di klinik Jeng Ana
di Kalibata untuk berobat.
Sebagian datang dengan
mobil mewah. Hal yang sama,
kata Jeng Ana, juga terjadi
setiap dia praktik di Bandung,
Pekanbaru, Tangerang, dan
Bali.
Ini bisnis besar. Bayangkan,
setiap pasien Jeng Ana rata-
rata membayar Rp 1 juta
hingga Rp 5 juta untuk
berobat dan membawa
pulang herbal racikan Jeng
Ana yang diklaim ampuh
mengobati penyakit apa pun,
terutama kanker.
Merek dagang
Gambaran tentang
penyembuh alternatif-
supranatural yang modern,
modis, dan dandan juga ada
pada sosok Jeng Kenny (57).
Ketika ditemui, Rabu
(30/11/2011), di Pamulang,
Banten, Jeng Kenny bersolek,
mengenakan kerudung, dan
kaftan modis yang penuh
dengan manik. Hal yang sama
terlihat pada sosok Jeng Nur
Hikmah yang membuka
praktik pengobatan
supranatural di Perumnas
Klender, Jakarta Timur. Dia
berjilbab rapi dan
mengenakan baju kurung.
Meski begitu, aroma magis
tetap mereka pertahankan di
ruang praktik. Di dinding
ruang praktik Jeng Kenny yang
tertutup dan bercahaya
temaram terpampang gambar
sosok yang disebut sebagai
Nyi Roro Kidul dalam ukuran
besar. Di dinding ruang
praktik Jeng Nur terpasang
tulisan Arab, simbol-simbol,
dan dua bilah keris. Di meja
tertata rapi majalah mistik
dengan sampul depan
bergambar Jeng Nur dalam
balutan kebaya dan rambut
disanggul.
Di ruang praktik tertutup
itulah Jeng Kenny dan Jeng
Nur mengobati penyakit
pasien, terutama yang bersifat
nonmedis. Jeng Nur mengaku
spesialisasinya adalah
mengurus persoalan rumah
tangga, seperti
perselingkuhan. Dari
pengalamannya, persoalan ini
semakin parah dari tahun ke
tahun. Laki-laki dan
perempuan zaman sekarang
sama getolnya dalam urusan
selingkuh.
Metode pengobatan Jeng Nur
dan Jeng Kenny sama-sama
mengandalkan doa. Mereka
menempatkan diri sekadar
sebagai perantara saja.
"Semua pengobatan
supranatural semacam ini
sama saja, pasti
mengandalkan doa," ujar Jeng
Nur dengan suara lembut.
Kesamaan lainnya, mereka
mengaku mendapatkan
kemampuan mengobati orang
lewat laku spiritual yang
rumit. Selain itu, mereka juga
sama-sama lebih nyaman
dengan sebutan jeng.
Mengapa? Jeng Nur
menggunakan sebutan jeng
sekadar untuk menunjukkan
dia orang Jawa dan keturunan
priayi. Sementara itu, Jeng Ana
mengatakan, sebutan jeng
dalam tradisi Jawa biasanya
dilekatkan pada anak muda
yang memiliki kemampuan
mengobati orang.
Apa kalau sudah tua tetap
menggunakan sebutan jeng?
Jeng Ana tertawa mendengar
pertanyaan itu. "Sampai kapan
pun saya tetap gunakan
sebutan Jeng Ana karena itu
sudah jadi merek dagang
saya," katanya.
Ya, inilah para jeng
penyembuh di era konsumsi
yang sadar benar seluk-beluk
pencitraan dan pemasaran.
Sumber : Kompas Cetak

Sent from Samsung Mobile

Tidak ada komentar:

Posting Komentar