12.12.2013

Ndeso

> Cerita bab wong ndeso, iki ana cerita seka adiku wonogiri sing melu nambah-nambahi jogyes dadi saya tambah ndesa... muga-muga ra kedawan  .
>  
> (Episode Yogya) WONG NDESO...
>
> Dulu waktu awal-awal masuk kuliah aku punya beberapa teman deket. Sebagai anak bau kencur yang baru lulus SMA dan merantau, tentu aku harus bergaul dengan banyak teman. Dan salah duanya adalah yang akan kuceritakan ini. Riris, asli Kebumen.  Oranganya cantik, putih, semampai dan pakai jilbab yang selalu matching dengan bajunya.  Hmmm…tak heran banyak banget kakak tingkat cowok yang klepek-klepek, sekedar melihat sekelebat bayangannya. Kalau pas kebetulan aku jalan bareng dengannya, rasanya aku jadi pelengkap penderita yang selalu ditanya-tanya. "Sstt...siapa itu namanya de?", atau "kosnya dimana???" Malah ada seorang temen gondrong, anggota pencinta alam Setrayana yang mendadak jadi alim begitu melihat Riris melintas di depan base camp. 
>
>  
>
> Yang kedua Hasnah, asli Ponorogo. Temenku yang satu ini manis, sangat cerdas, jago berdebat tapi super duper pelupa. Rasanya tiap pagi selalu ontrang-ontrangan nyari kaca mata yang ketlingsut entah dimana. Dan saking cerdasnya, kadang kami bingung mencerna omongannya. Bukunya seabrek-abrek memenuhi kamar kos-kosannya yang imut. Bahkan, entah sudah berapa kali aku nganter dia beli rak kayu di Samirono yang selalu ambrol karena keberatan nampung buku-buku bekasnya yang menggunung.  
>
> Kami bertiga memang berbeda. Riris pendiam, Hasnah ceriwis dan aku lebih ceriwis lagi hehehe.... Tapi persamaan kami yang sangat menonjol dan paling mudah dikenali adalah kami sama-sama punya logat yang muedooookkkkkkkkk!!!! Ndesooooooo...... Rasanya tak perlu diragukan lagi deh soal itu. Kadang sebel juga, pas lagi serius cerita eh orang-orang bukannya menyimak tapi malah kepingkal-pingkal menirukan logat kami yang medhok tur ndeso itu. 
>
>  
>
> Misalnya kebiasaan Hasnah yang selalu menambahi dengan akhiran arik, "Aku ora ngerti arik..",  "Dikandani arik...". Kami selalu kesulitan menterjemahkan apa arik itu karena memang tidak ada artinya. Itu hanya kata penegas saja seperti "kok".
>
>  
>
> Setali tiga uang dengan Hasnah, aku juga punya kebiasaan yang kerap jadi bahan guyonan, yakni bahasaku yang sering hiperbol. Misalnya, "byuh...byuh...mbake kuwi kok ayune tumpuk undung, gek mbiyen leh nggawe piye..."  atau ekspresiku yang sering culun jika melihat sesuatu. Ndelongop, bahasa wonogirine.
>
>  
>
> Lain lagi dengan Riris. Sebagai wong ngapak-ngapak sejati, dia terlalu sulit untuk menghilangkan logatnya itu.  Dia sendiri risih sebenarnya, --karena orang selalu senyum-senyum padahal dia lagi serius presentasi di depan kelas!!!--, tapi apa daya lidahnya udah terlanjur tebal hehehe... bahkan untuk menyebut angka 8, "wolu" dia mati-matian belajar melafalkan dengan benar tapi tetap saja menjadi "wholhu".
>
>  
>
> Nah suatu ketika tiga mahasiswa ndeso itu mengunjungi seorang teman di pinggiran Yogya. Bus sudah penuh sesak penumpang, ada juga beberapa mahasiswa yang good looking hmm..hmm.... Nah supaya nggak malu-maluin si Hasnah punya ide, selama ngobrol di bus kita pakai bahasa Indonesia saja. Kita setuju. Jadilah kami berebutan cerita riuh rendah pakai bahasa Indonesia. Berhasil. Sepertinya tidak ada yang senyum-senyum lagi mendengarkan logat kami. Aman....  Bahkan kenek yang meminta kami menggeser tempat dudukpun menggunakan bahasa Indonesia. Asyik...
>
>  
>
> Bus sarat penumpang itu terus melaju dan kami terus berceloteh. Saking serunya ngobrol kami tak menyadari bahwa kami seharusnya sudah turun. Bus terus bergerak meninggalkan tujuan dan bus sudah berbalik arah menjauh.
>
>  
>
> Begitu menyadari itu aku spontan teriak sekenceng-kencengnya, "Eeh, wis tekan....wis tekan....ayo ndang mudun".  (Eh, sudah sampai..sudah sampai, ayo segera turun...). Tentu ditingkahi ekspresiku yang culun tur ndeso itu. 
>
> Hasnah kaget dan tertawa. "Jo mbengok-mbengok. Nggilani. Pancen wong ndeso, berantakan iki leh arep ngecengin arek iku (jangan teriak-teriak. Dasar wong ndeso, berantakan nih ngecengin cowok itu)",  katanya cekikikan sambil melirik sekilas ke mas mahasiswa yang jadi senyum senyum. 
>
>  
>
> Eh, Riris malah menimpali, "Kepriben sih kiye, kok pada kelalen kabeh padahal aku wis kebelet nguyuh...." (Gimana sih ini kok pada lupa semua, padahal aku udah kebelet kencing dari tadi).
>
>  
>
> Huahahahaha...... sekali ndeso tetap ndesoooo...!!!!
>
>
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar