Dari: <syauqiyahya@gmail.com>
> Polisi, Kejahatan, dan Idealisme
>
> Oleh: Sidik Nugroho | 17 August 2011 | 07:00 WIB
>
> 
> Judul: Serpico | Sutradara: Sidney Lumet | Penulis: Peter Maas (buku), Waldo Salt dan Norman Wexler (skenario) | Pemain: Al Pacino, John Randolph, Cornelia Sharpe | Rilis: US, 1973
>
> ***
>
> "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda."
>
> ~ Tan Malaka
>
> Pada awalnya adalah bunyi sirene. Makin lama makin keras. Kemudian tampaklah seorang pria dengan pipi berdarah-darah, bertampang mirip Yesus Kristus. Ia dibawa ke rumah sakit Greenpoint. Ialah Frank Serpico (Al Pacino), seorang polisi yang idealis. Dari kejadian di Greenpoint, kisah hidup Serpico dikisahkan mundur. Kisah itu diawali dengan adegan saat ia mendengar pidato di acara pelantikannya sebagai polisi New York:
>
> "Menjadi polisi berarti percaya pada hukum… menghormati persamaan manusia… dan menghargai setiap individu. Setiap hari kau bertugas. Kau perlu integritas dan keberanian, (juga) kejujuran, kasih sayang, sopan santun, ketekunan dan kesabaran. Kalian sekarang siap bergabung, berperang dengan kejahatan," demikian retorika itu berkumandang dengan agung.
>
> Namun, sejak awal Serpico bergabung, kegelisahan di dalam jiwanya terus berkecamuk akibat ketidakberesan yang ia temui. Seperti pada suatu malam, saat ia patroli dengan seorang rekannya dengan mobil polisi: lewat jaringan telepon kepolisian terlapor kabar pemerkosaan yang agak jauh dari posisinya, di perbatasan negara bagian. Rekan yang mendampinginya tampak tak bersemangat dengan laporan itu, malah tidur. Namun, ia memutuskan akan membekuk si penjahat.
>
> Penjahat yang berhasil ditangkap dalam kejadian perkosaan itu nyatanya bukan penjahat yang melakukan kesalahan fatal, karena perkosaan itu dilakukan beramai-ramai. Dia hanya ikut-ikutan. Namun, penjahat itu dihajar oleh polisi lainnya hingga babak belur. Belas kasihan Serpico pun tergugah, ia mengajak penjahat itu minum kopi dan bicara dari hati ke hati. Di hari lain, demi mencari pemerkosa lain di malam itu, ia berhasil menangkap dua penjahat lain. Namun, oleh polisi lainnya Serpico dinyatakan salah tangkap.
>
> ***
>
> Serpico yang idealis ternyata juga mengalami kesusahan dalam membangun berbagai relasi. Leslie Lane (Cornelia Sharpe), seorang gadis yang ia temui di sebuah ruangan kelas mirip kursus bahasa, sempat menjalin hubungan asmara dengannya. Namun, Serpico selalu memikirkan cara menumpas kejahatan. Ia sering resah dengan kejahatan yang tak bisa tuntas ditumpas. Hal ini membuat ia kian dijauhi oleh teman-temannya. Ia tidak memiliki banyak rekan yang sepaham, salah satunya seorang senior bernama Sidney Green (John Randolph) yang menunjukkan idealismenya dengan cara yang lebih bijak dan tak meledak-ledak.
>
> Hal yang membuatnya begitu senang adalah kepercayaan yang diberikan pimpinannya suatu ketika. Ia diangkat menjadi detektif. Dengan cara ini, obsesinya yang paling dalam menemukan titik terang. Rambutnya ia biarkan panjang, dan ia bahkan memakai anting-anting. Namun, ketika sudah menjadi detektif ia justru menyaksikan betapa kejahatan kian mengurat-akar dan mustahil diberantas di kalangan pembuat kejahatan dan polisi. Polisi kongkalikong dengan penjahat. Mereka disuap agar kejahatan dibiarkan hingga kian merajalela. Sebuah adegan yang begitu kuat menempelak rasa keadilan adalah saat Serpico berhasil menangkap gembong mafia bernama Rudy Corsaro:
>
> Setelah Rudy berhasil ditangkap, ia malah kongkow-kongkow bersama beberapa polisi lain di kantor polisi. Mereka tertawa dan bercanda bersama. Serpico yang amarahnya sudah tak terkendali, awalnya hanya bersiul-siul. Namun, berangnya lalu terlampiaskan begitu memukau dan tak terduga. Dia jatuhkan Rudy ke lantai, dia pelorotkan celananya, dia robek bajunya, dan dia lemparkan Rudy ke sel kecil yang ada di kantor itu!
>
> Seorang polisi lain datang dan menyerahkan catatan kejahatan yang dilakukan Rudy. Serpico membacanya. "Pria ini (dulu) dipenjara 15 tahun. Kalian tahu karena apa?" kata Serpico. "Dia dulu membunuh polisi!"
>
> Nama Serpico menjadi perbincangan di kalangan pejabat tinggi kepolisian. Suara terpecah menjadi dua: ada yang salut padanya, ada yang tak menyukainya. Leslie bahkan meninggalkannya karena terlalu sering mengalami konflik dengannya. Resiko sebuah idealisme bermuara pada kehidupan yang kacau-balau. Kejahatan tak pernah berhenti dilakukan, sementara Serpico yang minim dukungan terus berupaya menegakkan apa yang diyakininya sebagai sesuatu yang benar. Di tengah-tengah dunia yang porak-poranda, Serpico ingin menjadi juruselamat: hidup dengan kejahatan demi memberantas kejahatan. Pada akhirnya, kegigihan Serpico harus dibayar mahal.
>
> ***
>
> Saya termasuk penyuka film-film Pacino. Serpico adalah salah satu yang terbaik. Heat yang ia bintangi bersama Robert De Niro dan Val Kilmer, Scarface, Donnie Brasco, dan Insider, adalah film-film terbaiknya dalam genre crime atau thriller. Aktingnya — ditambah faktor keberuntungan tokoh/karakter yang ia perankan — membuatnya tampil maksimal dan menggugah. Kini, kualitas akting Pacino dalam film-film bergenre crime atau thriller tampak menurun. Di film 88 Minutes, dan Righteous Kill yang menampilkan duetnya dengan De Niro, tampaknya ia kurang tampil maksimal.
>
> Di film yang diangkat dari kisah nyata ini, Al Pacino memainkan peran sebagai Serpico dengan sempurna. Aktingnya begitu mantap, mengingatkan saya pada film Godfather yang rilis setahun sebelumnya (1972), di mana Pacino menjadi Michael Corleone, satu-satunya putra Don Vito Corleone yang menjadi tentara. Di film Serpico ini ia juga mendapat nominasi sebagai aktor terbaik di ajang Oscar, dan menjadi aktor terbaik di ajang Golden Globe. (*)
>
> Sidoarjo, HUT RI ke-66
>
> Sidik Nugroho, penyuka film-film Al Pacino
Tidak ada komentar:
Posting Komentar