Blognya alumni SMPN 1 Magelang; berbagi kenangan; berbagi rasa dan berbagi cerita.... OPEN to all of alumnus.
5.10.2014
Dia...Puntadewa
KOMPAS.com - Dalam segarnya pagi, hari Kamis tanggal 21 Mei 2009, beberapa wartawan mengunjungi rumah Boediono, yang pada waktu itu merupakan calon wakil presiden berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Hampir semuanya mengagumi betapa sederhananya hidup Menteri Perekonomian yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Rumahnya yang berada di Mampang Prapatan, Jakarta, sungguh biasa untuk ukuran seorang menteri. Terasnya dihiasi tanaman-tanaman bunga merambat. Kursi yang ada mengingatkan pada mebel kuno yang lazim ditemui di rumah-rumah keluarga Jawa. Ubin rumahnya ditutup lampit rotan yang banyak dijual di pasar. Bahkan temboknya tidak berwarna cemerlang namun cukup putih bersahaja.
Tak kalah sederhana adalah penampilan Pak Boed, demikian kami memanggilnya. Mengenakan sandal kulit, kaos berkerah lengan pendek, dan celana kain yang sedikit robek di bagian saku belakang, calon wapres menyambut kami. Pembicaraan pun mengalir seputar pencalonannya mendampingi SBY.
Di akhir wawancara, tibalah sesi untuk berfoto. Beberapa wartawan, yang selama berbincang-bincang mengamati ruang tamu Boediono, tertarik mengabadikan Pak Boed bersama satu-satunya hiasan dinding yang tertempel di ruang tamu, yakni wayang kulit Kresna, tokoh yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu.
Namun ketika diminta berfoto dengan Kresna, Boediono mengatakan, "Kalau mau foto, saya pegang wayang yang lain saja," lalu bergegas masuk dan kembali dengan tokoh berbeda di
tangannya, yaitu wayang Puntadewa. Rupanya ia lebih memilih membawa tokoh yang diceritakan sangat jujur ini dibanding Kresna yang sering dianggap penuh akal muslihat.
Siapakah Puntadewa? Ia adalah sulung para Pandawa, putera pasangan Pandu dan Kunti. Kitab Mahabharata versi asli mengisahkan Puntadewa sebenarnya anak Dewa Dharma. Pandu sendiri tidak bisa menjadi ayah karena terkena kutukan tidak bisa berhubungan dengan istrinya setelah tanpa sengaja membunuh brahmana bernama Resi Kindama. Brahmana itu terkena panah Pandu ketika ia dan istrinya sedang bercinta dalam wujud sepasang rusa.
Untunglah Kunti menguasai mantra Adityahredaya yang merupakan ilmu pemanggil dewa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putera darinya. Putera itu diberi nama Yudistira, artinya "dia yang bisa memerangi nafsu". Sebagai putra Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan, ia mewarisi sifat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam pewayangan gagrak Jawa, nama Puntadewa yang berarti "dia yang keluhurannya seperti dewa" lebih banyak dipakai. Selain nama lain seperti Dharmaraja, yang bermakna "raja Dharma", karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.
Saking jujur dan sucinya, Puntadewa digambarkan sebagai sosok berdarah putih, tanpa cela. Dalam perseteruan, ia tidak pernah mengarahkan senjata pada lawan, namun membidik tanah. Uniknya, bila lawannya memang bersalah, senjata itu akan mencari jalannya sendiri menuju sang lawan. Keretanya pun diceritakan mengambang alias tidak menyentuh tanah, perlambang kebersihan hatinya.
Boediono saat wawancara di rumahnya di Mampang, Jakarta, Kamis (21/5/2009). Sebuah wayang kulit Kresna tergantung di dinding ruangan.
Tribunnews/Bian Harnansa
Berbeda dengan Puntadewa, Kresna dikenal sebagai raja yang cerdik, penuh akal, kalau tidak bisa dibilang licik. Meski begitu segala perbuatannya dilakukan dengan penuh kesadaran sebagai tuntutan lakon atau perannya di dunia ini, di mana setiap manusia memiliki tugas yang harus digenapi.
Dalam budaya pewayangan Jawa, tokoh Kresna dikenal sebagai raja Dwarawati (Dwaraka), yang merupakan awatara atau titisan Wisnu yang ke delapan dari sepuluh awatara Wisnu. Kresna adalah putra kedua Basudewa, Raja Mandura. Kakaknya, Baladewa, adalah prajurit tangguh tanpa tanding dan adiknya adalah Sembadra (Subadra), yang kelak menjadi istri Arjuna, adik Puntadewa.
Kresna merupakan salah satu penasihat utama pihak Pandawa. Berbagai peperangan atau pertandingan dimenangkan Pandawa atas cara-cara dan nasehat dari Kresna. Bahkan dalam perang Baratayuda antara pihak Pandawa dan Kurawa, Kresna dikisahkan membujuk kakaknya Baladewa agar bertapa. Ini dilakukan agar Baladewa yang sangat sakti tidak ikut berperang, sebab secara hubungan kerjasama dan persekutuan, Baladewa bakal berperang untuk negara Astina yang dikuasai Kurawa.
Berbagai cerita kembangan Mahabarata dan Baratayuda yang sering dibawakan dalang Jawa menunjukkan betapa Kresna mahir memainkan strategi untuk kemenangan pihaknya.
Salah satu yang patut dicatat adalah peristiwa tewasnya Durna, guru para Pandawa dan Kurawa yang berperang di pihak Astina. Durna, yang menjadi panglima Kurawa diketahui sangat mencintai anaknya Aswatama. Dia akan terus berperang selama anaknya baik-baik saja.
Nah, mengetahui kelemahan Durna, Kresna memerintahkan Bima untuk membunuh seekor gajah perang yang juga bernama Aswatama, serupa dengan nama putra Durna. Pasukan Pandawa mengabarkan bahwa Aswatama mati. Namun Durna tidak langsung percaya mendengar berita itu. Dia lalu bertanya pada Puntadewa yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berdusta.
Saat ditanya oleh Durna, dalam keraguannya Puntadewa menjawab, "Ya, Aswatama mati." Jawaban Puntadewa itu adalah kebenaran karena gajah bernama Aswatama memang mati. Namun sekaligus kebohongan karena pertanyaan Durna merujuk pada putranya.
Akibat jawaban Puntadewa, Durna pun kehilangan semangat. Ia meletakkan senjatanya, dan saat itu juga sekutu Pandawa bernama Drestadjumena memenggal kepalanya.
Pada saat bersamaan, kereta Puntadewa yang biasanya melayang, langsung turun menyentuh tanah. Puntadewa untuk pertama kali dalam hidupnya dianggap berbohong. Meski demikian, kisah Mahabarata tetap menokohkan Puntadewa sebagai orang yang suci. Dialah satu-satunya Pandawa yang mencapai Nirwana dalam tubuh dunianya.
Tak heran ketika diminta berfoto dengan wayang Kresna, Boediono memilih untuk memegang wayang Puntadewa, tokoh panutan dalam hal kejujuran dan kebaikan.
Hari Jumat (9/5/2014) Boediono yang kini menjadi Wakil Presiden akan bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century. Dalam kasus Bank Century, Boediono saat itu menjabat Gubernur BI. Boediono akan dimintai keterangan terkait pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century sebesar Rp 689,394 miliar dan penggelontoran dana talangan (bailout) Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun.
Banyak pertanyaan soal kasus Century ini yang harus dijelaskan. Misalnya adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata? Adakah konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah? Ke mana saja aliran dana talangan Bank Century? Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu melalui skenario bail out bagi Bank Century? Mengapa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century?
Sebagai saksi dalam persidangan, Boediono diharapkan bisa memberikan keterangan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dan mengingat pilihannya terhadap tokoh Puntadewa lima tahun silam, kiranya kita bisa berharap banyak. Semoga.
Penulis: Wisnubrat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar