Dari: "A.Syauqi Yahya"
> Tanggungjawab Hukum Dokter
>
> Kasus meninggalnya pasien/korban Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada hari Sabtu, 10 April 2010 di RSU. Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado terus berbuntut panjang dengan aksi solidaritas para dokter se-Indonesia yang dimotori oleh Ikatan Dokter Indonesia dengan mendudukan tiga orang dokter kandungan di kursi pesakitan.
> Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Ayu), dr. Henry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian dengan pasal berlapis, yakni; Dakwaan Kesatu, Pasal 359 KUHP Jis, Pasal 361 KUHP, Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP; Subsidair: Pasal 359 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan kedua,Pasal 76 Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan ketiga, Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidair: Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
> Argumen Hukum
> Beberapa dalil hukum yang penting disimak dalam kasus tersebut, antara lain : Pertama, Bahwa pada saat sebelum operasi CITO SECSIO SESARIA (operasi caesar, pen) terhadap korban dilakukan, Para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi CITO SECSIO SESARIA tersebut dilakukan terhadap diri korban; (Pasal 45 ayat (1) dan (3), Pasal 52 UU Praktik Kedokteran yang mengharuskan setiap tindakan kedokteran harus mendapat persetujuan dari korban atau keluarganya dan penjelasan lengkap tentang tindakan medis )
> Kedua, Bahwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban Siska Makatey, lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksaanaan operasi sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung; (Pasal 359 KUHP jo Pasal 51 ayat (a) dan (d) UU Praktik Kedokteran)
> Ketiga, Bahwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban Siska Makatey, Para terdakwa hanya memiliki sertifikat kompetensi tetapi Para Terdakwa tidak mempunyai Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran dan tidak terdapat pelimpahan/persetujuan untuk melakukan suatu tindakan kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran/yang berhak memberikan persetujuan sedangkan untuk melakukan tindakan praktik kedokteran termasuk operasi CITO/Darurat yang dilakukan oleh Para Terdakwa terhadap diri korban, Para Terdakwa harus memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran; (Pasal 36 UU praktik kedokteran)
> Keempat, Bahwa ternyata tanda tangan korban yang berada di dalam surat persetujuan tindakan khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) untuk ditandatangani oleh korban tersebut berbeda dengan tanda tangan korban yang berada di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011, yang dilakukan oleh masing-masing lelaki Drs. Samir, S.St. Mk., lelaki ArdaniI Adhis, S. Amd dan lelaki Marendra Yudi L., SE., menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan/ "Spurious Signature". (Pasal 263 (1) KUHP, Pasal 45 (1) UU Praktik Kedokteran).
> Selain itu, catatan medis No.CM.041969 an. korban Siska Makatey banyak yang diabaikan dan tidak dicatatkan oleh terpidana. Rekam medis yang tidak dibuat sepenuhnya dalam setiap tindakan medis yang dilakukan, pemasangan infus dengan jenis obat yang tidak diketahui oleh Para Terpidana sampai dengan dikeluarkannya resep obat secara berulang kali hingga ditolak oleh pihak apotik, tidak terdapatnya koordinasi yang baik di dalam tim melakukan tindakan medis, terdapatnya "25 informed consent"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran.
> Kondisi Darurat
> Terkait alasan penanganan pasien/korban dalam keadaan darurat (emergency action) sehingga menghilangkan kewajiban dokter dalam melakukan tindakan medis yang seharusnya dilakukan, juga tidak dapat benarkan, karena (a). Pasien/korban datang ke RS. Kandao sejak pukul 09.00 Wita dalam keadaan ketuban sudah pecah dari Puskesmas. kondisi korban digambarkan oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH. Sp. F. bahwa pada saat pasien/korban masuk RSU. Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat; (b). Hingga pukul 18.30 Witaatau 10 jam masa tunggu baru ada tindakan medis dari para terpidanadengan melakukan operasi caesar sekalipun ada surat konsul dari saksi dr. Hermanus Jakobus Lalenoh, Sp. An. yang menyatakan bahwa bagian kebidanan kepada bagian anestesi menyatakan: pada prinsipnya kami setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, (c). Saksi dr. Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan menyatakan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan saat itu saksi dr. Najoan menanyakan kepada terpidana (dr. Ayu) jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya dijawab terpidana bahwa hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi dr. Najoan mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung).
> Dari kesaksian tersebut diatas, alasan "darurat" tidak memenuhi krn penanganan korban/pasien tidak segera ditangani atau diambil tindakan medis sebagaimana mestinya, terbukti dengan masa tunggu (tanpa tindakan medis) selama 10 jam. seharusnya rekomendasi saksi ahli dr. Erwin yang menyatakan korban lemah dan status penyakit korban adalah berat, seketika itu ada tindakan medis dalam bentuk operasi caesar.
> Demikian pula, pemeriksaan jantung korban baru dilakukan setelah korban selesai dioperasi dengan kondisi gawat, yang seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para Terpidana tersebut sebelumnya telah dapat dibayangkan dengan cara berpikir, pengetahuan atau kebijaksanaan sesuai pengetahuan, keahlian dan moral yang dimiliki oleh Para Terdakwa berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga seluruh tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap korban yaitu korban meninggal dunia.
> Majelis Hakim MA terdiri dari Artidjo Alkostar (ketua majelis), Sofyan Sitompul (anggota) dan Dudu D. Machmudin (anggota) menilai hakim pengadilan negeri Manado dalam judex fakcti salah menerapkan hukum karena tidak mempertimbangkan rekam medis yang disampaikan oleh saksi dr. Erwin Gidion Kristanto, SH., Sp. F. bahwa pada saat itu korban dalam keadaan lemah dan status penyakit korban adalah berat.
> Maka Majelis Hakim memutuskan, melalui putusan MA Nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, yaitu; (1) mengabulkan permohonan kasasi JPU pada kejari Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011 yang membebaskan para terpidana dari segala dakwaan (Vrijspraak); (2). Menyatakan Para Terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain. (dakwaan subsidair Pasal 359 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP); dan (3). Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr. Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh) bulan.
> Dari putusan tersebut diatas, menjadi jelas bahwa para terpidana secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana yang akibat kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Ini keputusan majelis didepan sidang pengadilan dengan konstuksi hukum yang kuat dan bukan "kriminalisasi" sebagaimana yang dituduhkan. Andai para terpidana melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali, tentu lebih elegan dan terhormat, daripada menuduh diri sendiri seolah-olah dikriminalisasi atau memang "kriminal" sehingga harus dipertanggungjawabkan.
>
> Dibaca : 11 kali
> Penulis : Ollenk d'Jeantackque
>
> --
> --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar