Wong Cilik
Pak Harto si Tukang Gali Terpaksa Meninggalkan Bertani Demi Sekepal Nasi
Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Halaman 1 dari 2
Jakarta - Sejak pagi tadi agaknya sudah lebih dari sepuluh kilo Pak Harto (60) menyusuri jalan mencari rezeki. Sesendok nasi pun belum dapat dia beli hari ini ketika mentari saja sudah di posisi tertinggi.
Tak tahu sudah berapa tetes peluh berlalu ketika dia memikul pacul dan serokan bambu. Pak Harto hanya tahu kalau-kalau sehari lagi dia harus mengirimi uang ke kampung untuk kebutuhan keluarga di sana.
"Daripada jadi tukang gali begini sebenarnya lebih enak bertani. Saya punya sih sawah, tapi kalau zaman sekarang mana cukup kalau cuman bertani saja?" ucap Pak Harto setelah suara motor dua tak digeber di Jl Khairil Anwar, Kreo, Tangerang, Jumat (9/5/2014).
Tak ada keahlian lain buat dia jikalau harus berpindah pekerjaan mencari peluang lain. Bakat menjadi tukang gali dan sesekali mencabuti rumput pun dia asah karena sebelumnya dia besar sebagai penggarap sawah padi.
"Kalau dulu menanam padi selain ada yang bisa dijual juga ada lebihan buat makan di rumah. Kalau sekarang panen hanya sekali setahun. Itu pun langsung cepat habis uangnya karena semua harga mahal," sebut Pak Harto.
Sekiranya panen pertama dalam setahun telah dituai, Pak Harto dahulu masih bisa membeli pupuk untuk bertanam yang lainnya. Tidak seperti sekarang yang bahkan hampir-hampir tak kembali modal ketika sudah panen.
"Sekarang juga karena hanya mengandalkan air hujan, jadinya susah kalau mau bertani sepanjang tahun. Belum lagi harga pupuk yang tidak subsidi. Belum lagi kalau kena hama. Jadi ya setahun sekali garap sawah sudah cukup. Sisanya ya ke Jakarta buat nyari kebutuhan hidup," kata Pak Harto
Tapi sesiang ini pun Pak Harto belum jua mendapat panggilan menggali ataupun sekedar memotong rumput. Padahal jika bertani, sesiang ini adalah waktu membuka rantang dan menikmatinya sembari melayangkan pandang ke sawah nan hijau layaknya permadani.
"Kalau kondisi lagi bagus, saya lebih memilih bertani. Apalagi kalau tidak punya utang, pasti sangat cukup kalau hanya bertani walaupun tanah hanya sepetak saja," ucap Pak Harto.
"Sekarang pupuk import semua, saya juga belum tahu kalau ada program subsidi pupuk. Pokoknya sekarang ini susah buat memenuhi kebutuhan hidup," sebut Pak Harto.
Menatap kosong ke arah gumpalan awan di langit, Pak Harto pun masih duduk berharap ada yang butuh jasa dia. Istirahat kali ini pun dia habiskan untuk sekedar duduk, lagi-lagi tanpa ditemani sepiring nasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar