Dari: "Daniel H.T."
>
>
> http://politik.kompasiana.com/2013/12/05/konyolnya-rhoma-irama-dari-mk-sampai-jokowi-615722.html
>
> Musisi dangdut Rhoma Irama (kiri) didampingi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (16/4/2013). Dalam kesempatan tersebut Rhoma Irama yang berkunjung bersama komunitas difabel menyatakan dukungannya bagi pemenangan PKB dalam Pemilu 2014 dan siap maju menjadi calon presiden. | TRIBUNNEWS/Dany Permana (kompas.com)
> Rhoma Irama tampil lagi ke ruang publik politik sebagai bakal calon presiden dengan wacananya, dan, seperti yang sebelumnya, penampilannya ini lagi-lagi justru mempertunjukkan kekonyolannya.
> Tempo hari saya mengira bahwa pernyataan dirinya hendak maju dalam pilpres 2014 itu hanya gurauan saja, tetapi ternyata dia sangat serius. Tetapi keseriusannnya itu tidak dibarengi dengan kualitas pengetahuan, kemampuan, rekam jejak, dan perspektif kebangsaan yang memadai. Hasilnya malah kontraproduktif, kekonyolan, dan menjadi bahan tertawaan banyak orang.
> Anehnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar itu juga ikut-ikutan serius dengan rencananya untuk menjadikan Rhoma Irama sebagai salah satu calon calon presiden dari partainya. Tindakan PKB mensejajarkan Rhoma Irama dengan mantan Wapres JK dan mantan Ketua MK Mahfud MD dalam bursa bakal calon presiden ini saja sesungguhnya telah merusak nalar.
>
> PKB Bergurau?
> Saya bingung, entah apa yang menjadi dasar pemikiran PKB untuk serius menjadikan Rhoma Irama itu sebagai salah satu bakal calon presiden mereka bersaing dengan tokoh-tokoh negarawan seperti JK dan Mahfud MD. Apakah hanya karena Rhoma Irama itu sangat populer di dunia musik dangdut, sampai-sampai dijuluki "Raja Dangdut"? Apakah PKB, seperti juga Rhoma Irama, tidak bisa membedakan antara dunia dangdut dengan dunia politik? Antara penggemar musik dangdut dengan rakyat yang hendak memilih calon pimpinan nasional mereka?
> Pengamat politik dari CSIS, J Kristiadi pun bingung. Dia bertanya, apakah PKB hanya ingin bergurau dengan rencana mereka menjadikan Rhoma Irama sebagai calon presidennya. "Bukan karena Rhoma tidak hebat, dia hebat dalam bidangnya. Tapi, kalau dalam politik itu pasti bukan dunia beliau. Saya sendiri bertanya PKB ini mau bergurau?" Kata Kristiadi, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (3/12/2013) (Kompas.com)
> Rhoma Ingin Pembubaran Mahkamah Konstitusi
> Ketika Senin, 2 Desember 2013, PKB mengadakan seminar politik dengan pembicaranya Rhoma Irama saja itu sudah menimbulkan tanda tanya besar. Apa kapasitas dan kepakarannya yang membuatnya layak menjadi pembicara utama di dalam sebuah seminar politik (dan hukum) berskala nasional seperti itu?
> Maka, tak heranlah kalau apa yang dibicarakan di dalam seminar itu justru hal yang menunjukkan ketidakpahamannya mengenai lembaga-lembaga tinggi negara dan sistem hukum di negara ini yang berlandaskan Konstitusi yang bernama UUD 1945.
> Pada kesempatan itu Rhoma menyatakan bahwa keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) itu mubazir karena fungsi dan wewenangnya nyaris sama dengan Mahkamah Agung (MA). Hanya beda-beda sedikit. Keberadaan MK itu menjadi tumpang-tindih dengan MA. Oleh karena itu MK harus dibubarkan, dan dilebur menjadi satu dengan MA. Peleburan itu juga bermanfaat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada hukum, jelas Rhoma (kompas.com).
> Ia mencontohkan, kesamaan MK dan MA dapat dilihat dari kewenangannya mengadili suatu sengketa. Menurut Rhoma, bedanya hanya sedikit, kewenangan MA ada di tingkat kasasi, sedangkan MK di tingkat pertama dan terakhir.
> "Secara fungsional sama. Oleh karena itu, ada kemubaziran di dalam dua lembaga ini, maka MK dilebur saja ke dalam MA," Rhoma menjelaskan kepada peserta seminar, yang juga dihadiri oleh JK dan Mahfud MD. Bayangkan saja, Rhoma "si Raja Dangdut" membuat penjelasan tentang fungsi dan wewenang MK di hadapan seorang mantan Ketua MK Mahmud MD!
>
> Tidak Memahami Konstitusi
> Padahal justru karena kebutuhan nasional dan masyarakat kontemporer ketika politik dan hukum berkembang demikian pesat maka di dalam amandemen ketiga UUD 1945 telah diatur secara khusus mengenai lembaga tinggi negara baru di bidang hukum yang diberi nama Mahkamah Konstitusi (MK). Di UUD 1945 ini diatur tentang fungsi dan kewenangan MA dengan MK yang sangat berbeda:
> Pasal 24A ayat (1) UUD1945: Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
> Pasal 24C ayat (1): Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
> Rupanya Rhoma itu tidak tahu tentang perbedaan fungsi dan wewenang antara MK dengan MA. Rupanya, dia juga tidak tahu kalau MK dan MA diatur di dalam UUD 1945. Jadi, kalau mau membubarkan MK, harus pula melakukan amandemen lagi terhadap UUD 1945. Apa iya, hanya untuk mau membubarkan MK harus dilakukan lagi amandemen (kelima) terhadap UUD 1945? Apa iya hanya karena ulah seorang Akil Mochtar yang merusak reputasi MK, MK harus dibubarkan dengan konsekuensi harus juga mengamandemenkan UUD 1945?
> Institusi Polri, dan DPR juga sudah banyak kehilangan kepercayan dari rakyat. Mau dibubarkan juga?
> Maka itu tak heran, ketika pernyataan Rhoma Irama tentang pembubaran MK ini ditanyakan kepada Mahfud MD, dia hanya tertawa saja. Dengan bahasa tubuh yang seolah-olah memaklumi kenapa Rhoma bisa bilang begitu, Mahfud berkata saat dijumpai Kompas.com di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (03/12/2013), "Ya, terserah saja, terserah Rhoma Irama saja." Selanjutnya, dia tak mau berkomentar lagi.
> Ketua MK Hamdan Zoelva yang menanggapi pernyataan Rhoma secara lebih serius, dengan mengatakan Rhoma tidak tahu isi UUD 1945 sampai bisa bicara begitu, malah balik didebat balik oleh Rhoma. Kata, Rhoma, Hamdan itu tidak mengerti substansi maksud dia berkata demikian, karena Ketua MK itu tak mendengar sendiri apa yang dibicarakan itu. Katanya, maksud dia dengan pembubaran MK itu berhubungan dengan pemikiran dia untuk mengubah UUD 1945, supaya MK itu bisa dibubarkan dan dilebur ke dalam MA, dengan alasan-alasan seperti tersebut di atas.
> Respon Rhoma ini semakin memperjelaskan bahwa dia memang belum membaca UUD 1945 yang mengatur tentang MK itu, atau membacanya tetapi tidak mengerti. Argumennya yang mengatakan bahwa fungsi dan wewenang MK nyaris sama dengan MA jelas salah besar karena di UUD 1945 itu menyebut dengan jelas dan rinci perbedaan fungsi, tugas dan wewenang antara MK dengan MA.
> Saya juga telah membaca berita tentang pernyataan Rhoma ini dari sekitar lima-enam media daring, maupun cetak, dan di sana saya tidak temukan laporan bahwa dalam seminar itu Rhoma ada menyinggung soal UUD 1945 ketika mengatakan wacananya untuk membubarkan MK itu.
> Selain J. Kristiadi, ada juga peneliti dari Indonesian Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar yang bingung dengan PKB yang mau mengusung Rhoma Irama sebagai capres mereka.
> Erwin mengatakan, usulan bakal calon presiden Rhoma Irama agar MK dibubarkan merupakan bukti ketidakpahaman pedangdut itu terhadap Konstitusi. Kata dia, hal itu menunjukkan bahwa Rhoma tidak layak menjadi calon presiden.
> "Seandainya Rhoma memahami Konstitusi dengan baik, pernyataan ngawur semacam itu tidak akan keluar," kata Erwin di Jakarta, Selasa (3/12/2013).
> Erwin juga menyatakan keheranan dengan sikap PKB yang mau menjadikan Rhoma sebagai salah satu kandidat capresnya. "Bagaimana mungkin seorang yang tidak paham Konstitusi akan diajukan menjadi presiden? Usulan mengusung Rhoma adalah bentuk kefrustrasian PKB," pungkas Erwin (Kompas.com).
> Bukti Lain Rhoma Memang Tidak Paham Konstitusi
> Bahwa Rhoma Irama tidak paham Konstitusi bukan baru terbukti sekarang ini, ketika menjelang Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Rhoma juga terbukti tidak paham Konstitusi, atau tidak mau tentang Konstitusi.
> Hal itu terjadi ketika dalam sebuah sebuah ceramahnya di sebuah masjid di Tanjung Duren, Jakarta Barat, Rhoma jelas-jelas mengfitnah dan menyerang pasangan kandidat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta ketika itu, Jokowi dan Ahok, dengan pernyataan-pernyataannya yang sangat bernuansa SARA.
> Selain mengfitnah Jokowi dengan mengatakan Jokowi tidak layak memimpin DKI Jakarta karena meskipun dia beragama Islam, tetapi ibundanya itu beragama Kristen, Rhoma juga menyerang Ahok karena dia beretnis China dan Kristen, yang menurutnya sangat berbahaya bagi negara ini jika menjadi pimpinan di pemerintahan.
> Padahal, di dalam UUD 1945 dengan sangat jelas dan tegas menjamin semua warganegara Indonesia mempunyai kesamaan di depan hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1). Di bagian hak asasi manusia, UUD 1945 menyebutkan setiap warganegara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3), dan mengingatkan kepada setiap warganegara untuk wajib untuk menghormatinya (Pasal 28J ayat 1).
> Mengenai ini saya pernah menulisnya di Kompasiana pada 29 November 2012, dengan judul Rhoma Irama, Capres Paling Berbahaya bagi NKRI.
> Meskipun Serba Mungkin, di Dunia Politik pun Ada Kecualinya
> Belum cukup membuat orang tertawa dengan usulannya mengenai pembubaran MK, sehari setelah itu, Rhoma Irama membuat pernyataan lain yang membuat orang semakin banyak yang tertawa.
> Pada Selasa (03/12/2013), di Kampus Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, dalam diskusi yang bertajuk "Mencari Pemimpin Masa Depan Pilihan Umat", Rhoma mengatakan, dirinya dan Jokowi adalah pasangan capres dan cawapres yang ideal! (kompas.com).
> Dia pun mengatakan antara dirinya dengan Jokowi punya banyak kesamaan. Salah satunya adalah merakyat. Jokowi pimpinan yang merakyat, dia adalah penyanyi dangdut, dangdut adalah musik rakyat.
> "Saya lihat beliau (Jokowi) orang yang merakyat. Lalu, dangdut itu juga 'kan segmennya rakyat dan punya rakyat," ujar Rhoma dengan penuh keyakinan. Lupa dengan serangan SARA dan fitnahnya yang pernah dia lontarkan kepada Jokowi.
> Terus hubungannya di mana, antara pimpinan yang merakyat dengan penyanyi musik dangdut yang disukai rakyat? Kalau hanya itu ukurannya, bisa jadi Inul Daratista justru lebih merakyat daripada Rhoma Irama di antara para penggemar musik dangdut masa kini.
> Rhoma juga mengatakan, dia akan menggunakan PKB untuk mengantarkan keinginannya maju sebagai calon presiden. Tetapi, faktanya, sampai sekarang PKB sama sekali belum menyatakan kepastiannya untuk mengusung Rhoma. Dengan kata lain, rupanya Rhoma Irama bisa juga ge-er alias gede rasa.
> Apakah mungkin terwujud pasangan capres Rhoma Irama dengan cawapres Jokowi?
> "Dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Kalau Rhoma pasangan sama Jokowi sangat mungkin. Ini bisa jadi pasangan ideal. Saya rasa seperti itu!" Itu jawabannya Rhoma Irama.
> Rhoma lupa, apa pun yang ada di dunia ini, tetap saja ada yang pengecualiannya. Mungkin benar, di dunia politik itu nyaris tidak ada yang mustahil. Tetapi tetap saja ada pengecualiannya. Salah satunya adalah kemungkinan adanya pasangan capres-cawapres Rhoma Irama – Jokowi. Pasangan Jokowi (sebagai capres) dan Rhoma (sebagai cawapres) saja sudah mustahil, apalagi kalau dibalik. ***
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar