From: A.Syauqi Yahya
ARB Kebesaran Sepatu
Irvan Rahardjo
07 May 2014 | 17:49
Kunjungan balasan Ketua Umum Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie (ARB) ke rumah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ( Senin 5/5 ) dengan menyatakan tidak masalahmenjadi cawapres Prabowoberpotensi menuai badai baru di internal Golkar seperti yang dialami PPP barubaru ini.
Elektabilitas ARB yang stagnan dari waktu ke waktu bahkan lebih kecil dari perolehan suaraGolkar di Pileg yang lalu, membuat ARB ibaratkebesaran sepatu.
Elektabilitas ARB hanya sekitar 9 persen sementara perolehan suara Golkar di Pileg 9 April yang lalu menurut versi hitung cepat sekitar 14, 97 persen.
Bandingkan misalnya elektabilitas Jokowi disekitar 43,5 persen ( survei Kompas Desember 2013 ) yang jauh lebih besar dari perolehan suara PDIP19 persen di Pileg yang lalu .
Bandingkan juga dengan perolehan suara SBY di Pilpres 200960 persen yang jauh lebih besar dari suara Partai Demokrat 20 persendi Pileg 2009.
Berbeda lagi dengan Prabowo yang memiliki elektabilitas yang terus meningkat dari 23 persen Desember 2013, 27 persen Maret 2014 dan 36 persen April 2014 ( Survey Saiful Mujani Reasearch and Consulting , 20-24 April 2014 ) jauh lebih besar dari perolehan suara Partai Gerindra sendiri yang hanya 11, 79 persen .
Menurut survei SMRC tren elektabilitas ARB yang di dedeklarasikan sebagai capres sejak 1 Juni 2012, kian redup. Pada Oktober 2013, elektabilitas ARB mencapaitingkat tertinggi 15 persen . Turun menjadi 13 persen Desember 2013. Februari dan Maret elektabilitas ARB turun menjadi 13 persen dan tinggal 9 persen April yang lalu .
Artinya Jokowi , Prabowo dan SBY mempunyai elektabilitas jauh lebih besar dari partai yang mengusungnya , sedangkan elektabiltas ARB sebaliknyalebih kecil dari partai yang diketuainya sendiri.
Dengan kata lain rendahnya elektabilitas ARB yang lebih rendah dari Golkar menunjukkan tidak semua pemilih Golkar adalah pemilih ARB. Sebaliknya tingginya elektabilitas Jokowi , SBY dan Prabowo yang lebih tinggi dariperolehan suara partai pengusung mereka menunjukan pemilih mereka masing masing bukan hanya pemilih PDIP , Partai Demokrat dan Gerindra.
Maka klaim ARB yang bersedia menjadi cawapres Prabowodan menganggap posisi presiden dan wakil presiden hanya sekedar instrumen saja merupakan pernyataan yang sangat pragmatis dan mengerdilkanGolkar sebagai pemenang kedua di Pileg yang lalu.
Sejatinya Golkar sebagai pemenang Pileg dapat mengusung sendiri capres nya sepanjang mampu menyodorkan capres yang mempunyai elektabilitas tinggi. Dalam hal ini sikap kenegarawanan Megawati Sukarnoputri yang ikhlastidak mencapreskan diri sekalipun menduduki posisi ketua umum partai, patut dijadikan contoh.
ARB nyata nyata menggunakan logika bisnis untung dan rugi bukan logika politik kalah dan menang. Bagi ARB tidak peduli kalah atau menang dalam perebutan kursi kekuasaan dalam hal ini kursi wapres pun jadi sepanjang mendatangkan keuntungan , setidak tidak nya mengurangi kerugian yang telah dideritanya sepanjang musim kampanye kemarin.
Belum terhitung kegagalan ARB meraih target perolehan suara Golkar 30 persen dalam Pileg yang lalu.
Perolehan suara Golkar di Pileg yang lalu sebesar 14, 97persen versi hitung cepat tidak beranjak dari perolehan suara Golkar 14, 45 persen di Pileg 2009.Jauh lebih rendah dari perolehan suara Golkar 21, 58 persenketika Golkar memenangi Pileg 2004.
Semua partai sekarang menyasar segmenpasar yang sama dan lebih menawarkan figur sebagai jualan ketimbang program. Maka jualan Golkar dengan ARB sebagai capres menjadi pilihan yang dilematis.
Golkar adalah partai senior dengan pengalaman segudang. Maka cukupdramatiskalau ARB yang sudah jual murah dengan bersedia jadi wapres sekalipun , belum juga mendapat kepastian dari Gerindra. Sementara Gerindra masih menimang beberapa pilihan cawapreslain seperti Hatta Rajasa
Prabowo tentu berpikir ulang untuk berpasangan dengan ARB , karena khawatir kisruhyang dialami PPP ketika Prabowomenggandeng Surya Dharma Aliterulang pada Golkar . Bagaimanapun Golkar adalah partai yang pernah membesarkan Prabowo dan di Golkar terdapat Titiek Hediati mantan istri Prabowo yang lolos ke Senayan pada Pileg yang lalu .
Disamping ARB akan semakin menjadi beban Prabowo karena keduanya sama sama menanggung beban masa lalu yang belum hilang dari ingatan publik.
Hari hari ini kita akan melihat kekisruhan akan melanda Golkar pasca kesediaan ARB menjadi cawapres Prabowo . Sementara suara suara tuntutan untuk mengevaluasi pencapresan ARB semakin kencang.
Sungguh ARB dengan segala reputasi bisnis nya telah kebesaran menggunakan sepatu Golkar.
Dibaca : 30 kali
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar