From: A.Syauqi Yahya
Kumandang adzan yang mengganggu
Perspektifsaya
27 Mar 2014 | 00:55
Sebenernya sudah sejak lama saya ingin menulis tentang kumandang adzan di sekitar kita (setidaknya yang saya tahu betul yakni di kota Jakarta dan Bandung).
Saya sendiri pemeluk agama Islam (terlepas dari saya muslim yang benar atau tidak. Saya menulis bahwa saya pemeluk Islam semata-mata untuk menghindari kesalahpahaman bahwa pendapat yang akan saya kemukakan ini hanya diskriminasi dari pemeluk agama lain). Tapi memang sebelum men-set pikiran anda ke arah positif ataupun negatif, silahkan melanjutkan membaca tulisan saya berikut ini.
Hampir semua orang di Indonesia, khususnya umat Islam sudah tahu bahwa Adzan adalah reminder bahwa waktu shalat telah masuk sekaligus ajakan untuk menunaikannya. Adzan umumnya dikeraskan melalui speaker dari masjid-masjid. Dan jika diperhatikan pada kebanyakan daerah, di satu RW terdapat minimal 1 masjid, bahkan bisa 3 atau lebih.
Di tempat saya tinggal, pada saat adzan saya bisa mendengar 3 hingga 4 kumandang adzan yang berbeda. Lebih dari itu speaker masjid ini digunakan tidak hanya untuk adzan namun juga pengumuman RT, pengajian, ceramah Jumat, takbir hari raya, dan lainnya. Sejujurnya saya tidak selalu merasa terganggu, kecuali adzan atau takbir dilakukan oleh anak-anak yang sambil berteriak-teriak, sesekali oleh orang dewasa yang bacaannya agak ngawur dan tidak merdu sama sekali. Karena dari kecil sudah terbiasa, kuping saya menjadi agak kebal terhadap suara-suara yang keluar dari speaker masjid ini. Sampai-sampai saat ini saya hanya terbangun mendengar alarm HP (ringtone adzan) untuk panggilan sholat shubuh. Entah mengapa. Padahal saudara-saudara saya yang lama tinggal di luar negeri kalau sedang menginap di rumah bisa bangun terkaget-kaget mendengar adzan shubuh.
Yang saya bahas disini bukanlah (perlu digaris-bawahi) "Adzan"-nya yang mengganggu saya, namun memang cukup sering ada kumandang adzan yang sejujurnya tidak enak didengar, terkadang saya malu kalau sedang ada teman berbeda agama lain sedang ikut mendengar. Ada yang azan dengan nada malas-malasan, ada yang sambil teriak, ada anak-anak yang takbir sambil tertawa-tawa, ada ceramah jumat yang terlalu menggebu-gebu menyebut kaum agama lain, lupa kalau kita hidup bertetangga juga dengan pemeluk agama lain.
Kenyataannya pun, berbeda dengan di negara Arab, yang pada saat adzan berkumandang, orang-orang berhenti melakukan aktivitasnya untuk melaksanakan shalat, di sekitar saya, justru sangat jarang, kecuali anggota masjid yang hanya beberapa terbiasa berjamaah di Masjid.
Jika dipikir kembali sejarah dan fungsi azan, menurut saya pelaksanaan dan fungsi azan saat ini di Indonesia sudah agak tidak beraturan dan perlu kembali di "refresh". Semangat mendengar azan begitu tinggi di bulan puasa, khususnya azan Maghrib saja. Begitu bersemangatnya, sampai-sampai 1 jam sebelum azan orang rela kebut-kebutan di jalan untuk segera sampai rumah duduk rapih di depan tajil dan TV.
Saya sempat mendengar bahwa pak JK sebagai Dewan Masjid Indonesia pernah menghimbau kepada pengurus masjid untuk mengatur volume dan membuat kesepakatan atas masjid-masjid mana saja yang perlu dikeraskan, agar azan tidak tumpang tindih. Namun sepertinya hingga hari ini saya belum merasakan adanya perubahan.
Jika respon dari artikel yang saya buat ini cukup baik dan mendapat dukungan, saya mungkin akan menuliskan petisi halus melalui change.org untuk memberikan dukungan kepada Dewan Masjid Indonesia untuk merealisasikan rencana pengaturan adzan ini.
Bagi yang tertarik untuk ikut mendukung, silahkan drop alamat email anda melalui private message kompasiana saya. Jika memang saya membuat petisi, selanjutnya saya akan sharing link petisi tersebut untuk anda.
Terima kasih telah membaca dan sharing.
FA
Dibaca : 52 kali
"Allahumma aghnini bil 'ilmi wa zayyinii bil hilmi wa akrimni bittaqwa wa jammilnii bil 'aafiyah" ~
Ya Allah, kayakanlah aku dengan ilmu, hiasilah diiku dengan sifat lemah lembut, muliakanlah aku dengan ketakwaan dan cantikanlah aku dengan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar