Dari: "Daniel H.T."
>
>
> http://sosbud.kompasiana.com/2014/02/10/gara-gara-memberi-sumbangan-bus-transjakarta-via-ahok-tahir-dihina-kompasianer-ini-632347.html
>
> Bill Gates dan Tahir (Majalah Forbes)
> Kompasianer yang satu ini benar-benar sangat AntiAhok. Dari 19 artikelnya diKompasiana, semuanya, seratus persen mengenai kejelekan Ahok, baik Ahok secara pribadi, maupun Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ahok bukan hanya dikatakan tidak becus dan tidak pantas menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, tetapi juga bodoh, bahkan dia pun mengfitnah Ahok telah menyalahgunakan atau menjual jabatannya alias melakukan korupsi. Tuduhan-tuduhan itu diasebarkan di artikel-artikel itu disertai dengan data-data abai-abainya.
> Transparansi gaji Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang Ahok umumkan di laman pribadinya (www.ahok.org), pun tidak luput dari cibiran dan hinaannya. Pokoknya, tak ada sisi positif sedikit pun Ahok di matanya.
> Ahok juga dikatakan hanya berani dengan rakyat kecil, tapi tidak punya nyali dengan pengusaha besar, – sesuatu yang tentu saja tidak benar. Padahal dia sendiri tidak bernyali dengan transparansi identitasnya, bersembunyi di balik nama samarannya sambil menyebarkan hinaan dan fitnahannya itu kepada Ahok. Untuk mengverifikasi datanya ke Admin Kompasiana saja tak bernyali. Alias ini Kompasianer non-verifikasi.
> Dialah Kompasianer dengan nama samarannya Go Tek Shin (GTS).
> Pokoknya Ahok, Ahok, dan Ahok
> Kita pakai saja logika sederhana, jika Ahok sejelek yang GTS katakan, kenapa tak ada satu pun media massa yang mengetahui dan menyebarluaskannya, dan kalau benar Ahok telah menyalahgunakan jabatannya (korupsi), tentu KPK sudah sejak awal turun tangan untuk mengusutnya.
> Apabila dia benar-benar yakin dengan semua tuduhannya itu, sebagai warga DKI Jakarta yang baik, dan demi kepentingan publik warga Jakarta, seharusnya dia berani mendebat langsung Ahok, menulis artikel di media umum dengan identitas jelas, memberitahukan kepada publik khususnya warga Jakarta tentang kebrobokan Ahok, dan bilamana perlu melaporkan Ahok kepada KPK. Bukankah dia mengaku punya data-data tentang apa yang semua diatuduhkan itu?
> Sejatinya, apa yang diasebutkan data-data itu adalah hasil comotan dari mencari di Google, dan apa yang diadapatkan itu adalah dari artikel-artikel dari kelompok-kelompok kecil antiAhok (dan Jokowi) dengan berbagai alasan, alias data-data abai-abai. Kalau memang itu data-data valid/akurat, tentu itu sudah menjadi pemberitaan besar di berbagai media massa, dan pihak berwenang, termasuk KPK tidak akan tinggal diam, dan tidak ada itu yanga namanya penyerahan Hatta Award kepada Ahok sebagai suatu pengakuan Ahok adalah seorang pejabat yang konsisten antikorupsi.
> Ahok pernah berkali-kali berkata selalu terbuka dan berdiskusi, termasuk berdebat secara intelektual dengan siapa saja tentang program-program Pemprov DKI Jakarta. Ahok juga pernah berkata kepada siapa saja, kalau mau mengfitnahnya, jangan pakai cara-cara pengecut.
> “Kalau mau fitnah saya, jangan pengecut. Terus kalau kurang pintar, saya ajarin cara bikin fitnah yang lebih mantap. … “ kata Ahok.
> Faktanya, Kompasianer ini hanya bergelut dalam kenikmatan onaninya terus menyebarkan hinaan dan fitnah kepada Ahok itu, tanpa mau perduli tuduhan-tuduhannya itu dianggap banyak orang sebagai ekspresi orang sakit hati saja. Bahkan cenderung kalap.
> Kelihatannya orang dengan nama samaran GTS ini punya semacam dendam pribadi dengan Ahok. Entah dasarnya apa? Mungkin dia adalah korban dari kebijakan Pemprov DKI di bawah kepimpinan Jokowi-Ahok yang benar-benar menegakkan hukum, yang karena ketegasan Ahok program tersebut benar-benar terlaksana secara efektif.
> Mirip-mirip dengan kasus Haji Lulung, yang karena keberanian dan ketegasan Ahok yang luar biasa, keputusan Pemprov DKI untuk merelokasikan para PKL yang semula berjualan secara ilegal di trotoar dan badan jalan di kawasan Pasar Tanah Abang, bisa berjalan sempurna. Akibatnya Haji Lulung kehilangan sebagian sumber pendapatannya berupa iuran ilegal dari para PKL itu. Demikian juga dengan GTS, yang kemudian memanfaatkan Kompasiana untuk melampiaskan rasa sakit hatinya kepada Ahok.
> Indikasi kuat bahwa GTS mempunyai semacam dendam pribadi kepada Ahok adalah apa pun kebijakan Pemprov DKI Jakarta selalu dia salahkan dan lecehkan, tetapi, yang dia sasar hanyalah Ahok seorang, Jokowi tidak “disentuh.” Seolah-olah semua itu yang buat dan putuskan adalah Ahok. Seolah-olah yang Gubernur itu Ahok. Padahal, jelas sekali sebenarnya yang paling berkompeten membuat dan memutuskan suatu kebijakan Pemprov itu adalah Jokowi, sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tetapi, sekali lagi, yang GTS tahu hanya Ahok, Ahok, dan Ahok.
> Gampang untuk membuat orang seperti GTS ini keluar dari “sarangnya.” Tulis saja sebuah artikel yang sifatnya mendukung atau “menguntungkan” Ahok di Kompasiana, hampir pasti dia akan langsung tersengat, lalu muncul dengan komentar-komentarnya yang selalu melecehkan Ahok. Penulisnya pun dijamin kena getahnya, ikut dilecehkan karena telah menulis sesuatu yang positif tentang Ahok.
> Semua yang Mendukung Ahok akan Terkena Pelecehannya
> Begitulah fenomenanya, siapa pun yang dekat, pro, dan melakukan sesuatu yang “menguntungkan” Ahok akan terkena getah pelecehannya.
> Demikian juga “nasib” yang dialami oleh Kompasianer bernama Hanny Setiawan, yang gara-gara menulis artikel dengan judul Lagi-lagi Ahok Mempermalukan DPRD DKI Jakarta,atau Tidak? Isi artikel ini pro kepada Ahok. Mengenai sumbangan 51 dump truck sampah dari beberapa anggota Perhimpunan Pengusaha Indonesia Tionghoa (PERPIT), dan juga mengenai pemilik Grup Mayapada, Dato Sri Tahir, atau yang biasa disapa Tahir, yang memberi sumbangan 10 unit Bus TransJakarta kepada Pemprov DKI Jakarta melalui Ahok. Hanny dikatainya sebagai penulis yang seharusnya malu karena telah memuji orang-orang yang hina itu.
> Ketika memberi sumbangan 10 bus TransJakarta plus uang Rp. 6 miliar untuk penanggulan banjir di Jakarta, Tahir mengatakan, bantuan itu diaberikan dengan setulusnya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, karena dia benar-benar respek dengan kepimpinan Jokowi. Dia mengatakan semua sumbangan itu berasal dari kantongnya sendiri, karena itu tak ada beban apapun baginya.
> “Saya tidak ada beban di Jakarta ini, saya tidak pernah kasus BLBI, tidak pernah minta uang pemerintah. Saya PKS, Partai Kantong Sendiri,” katanya. (detik.com)
> Pernyataan ketulusan hati Tahir ini tentu tak ada artinya sama sekali bagi GTS, semata-mata karena pemberian sumbangan itu disampaikan melalui Ahok.
> Seperti yang sudah saya katakan di atas, karena Tahir dan PERPIT telah memberi dampak positif kepada Ahok dengan masing-masing memberi sumbangan 10 unit bus TransJakarta baru dan 51 dump truck kepada Pemprov DKI Jakarta via Ahok, maka mereka pun menjadi sasaran pelecehan GTS.
> Di mata GTS, pengusaha-pengusaha dermawan itu tak lebih dari manusia-manusia hina, yang menurutnya bahkan harus dicabut KTP-nya dan izin usahanya, sambil membawa-bawa etnis Tionghoa di dalam kecamannya itu. Katanya, sebagai sesama orang Tionghoa, dia merasa malu karena perilaku hina pengusaha-pengusaha seperti Tahir dan kawan-kawannya itu. Padahal saya yakin itu hanya trik dia mendapat dukungan dari pihak-pihak yang antiAhok berdasarkan ke-Cina-anya itu. Dengan bersembunyi di balik nama samaran, siapakah yang bisa diyakinkan dengan pengakuan tentang etnisnya itu? Apabila pun benar, tiada alasan baginya untuk menghubung-hubungkan masalah etnis dengan sumbangan para pengusaha Indonesia Tionghoa itu.
> Menghina dan Mengfitnah Tahir
> Salah satu komentarnya terhadap artikel Hanny Setiawan itu berbunyi demikian: “Menyumbang hanya 10 unit busway dan nodong teman2nya ramai2 menyumbang dumptruk 51 biji itu pelecehan. Hal memalukan kayak gini kok dibangga2kan. Terlalu menyakitkan, apalagi buat saya GTS orang Tionghoa..!”
> Siapa melecehkan siapa?
> Ini jelas sekali, GTS telah melakukan pelecehan dan mengfitnah Tahir. Dengan hanya berdasarkan asumsi yang dikarangnya sendiri, bahwa Tahir telah “menodong” teman-temannya, sesama pengusaha Indonesia Tionghoa, memaksa mereka untuk memberi sumbangan truk-truk sampah itu.
> Faktanya, pemberian sumbangan tersebut berlangsung spontan, tidak ada yang namanya “menodong” atau memaksa satu dengan yang lain, dan Tahir sama sekali tidak berperan di sana. Dari tayangan video di YouTube juga tidak tampak Tahir hadir di acara itu.
> Yang menghimbau (bukan “menodong”) para pengusaha Indonesia Tionghoa itu untuk menyumbang dump truck sampah, di acara perayaan Imlek itu adalah Ketua PERPIT Pusat, Kiki Barki, salah satu orang terkaya Indonesia, pemilik grup usaha Harum Energy.
> Jika kita menyaksikan sendiri di video bagaimana proses sampai para pengusaha Indonesia Tionghoa itu menyumbangkan 51 unit dump truck itu akan semakin kelihatan bagaimana culasnya GTS terhadap mereka hanya gara-gara sumbangan itu diberikan via Ahok.
> Ketika gilirannya berpidato di atas podium, Kiki Barki menyatakan rasa bangganya kepada gaya kepimpinan Wagub Ahok, dan yang begitu perduli soal sampah DKI Jakarta. Kemudian dia menghimbau agar anggota-anggota PERPIT itu memberi sumbangan truk sampah kepada Pemprov DKI Jakarta, dengan dikoordinir oleh PERPITT. Dimulai dari dirinya sendiri secara pribadi dengan sumbangan dua unit truk (setara sekitar Rp 600 juta), kemudian ditambah satu unit lagi, menjadi tiga truk. Setelah itu mengalirlah sumbangan-sumbangan itu sampai mencapai 51 truk itu. Video You Tube-nya saya sertakan di bagian akhir artikel ini.
> Kiki sempat mengingatkan bahwa dia tidak bermaksud memaksa rekan-rekannya itu untuk pemberian sumbangan tersebut, dia hanya terharu dan ikut bangga dengan Ahok yang begitu tinggi keperduliannya terhadap Jakarta, itulah yang mendorong dia memberi sumbangan tersebut, yang kemudian diikuti teman-temannya itu. Kiki juga mengharapkan kerjasama seperti akan terus ada di kemudian hari.
> Ketika ada komentar lain yang menyertakan link video proses terjadinya sumbangan 51 truk sampah itu, GTS tetap saja ngeyel. Saya menduga, dia tidak menonton video tersebut, tetapi menjawab dengan tetap melontarkan fitnah dan hinaannya, tulisnya:
> “Sinetron dumptruck Ahok dan Tahir, skenario disusun sebelum acara. Siapa yang memalukan sebenarnya..?”
> Apakah GTS bisa membuktikan bahwa kejadian tersebut sudah diatur sebelumnya, hanya rekayasa layaknya sebuah sinetron antara Ahok dengan Tahir? Kalau dia tidak bisa membuktikan, jelas dia bisa saja dituntut dengan tuntutan telah melakukan penghinaan dan fitnah yang sangat kejam dan berbahaya. Kejam karena kedermawaan para pengusaha besar itu sifatnya kontruktif sekali, tetapi konstruksi tersebut hendak diruntuhkan dengan fitnahnya itu. Berbahaya, karena komentar-komentarnya itu sengaja ditarik-tarik dengan sentimen berbau SARA, dan provokatif bernuansa adu domba.
> Menyadarai hal inilah yang kemungkinan besar membuat dia tak bernyali untuk menunjukkan identitas aslinya di Kompasiana ini.
> *
> Berikut ini adalah rangkaian komentar, hinaan, dan fitnah GTS kepada Tahir dan pengusaha-pengusaha Indonesia Tionghoa, gara-gara mereka telah memberi sumbangan kepada Pemprov DKI Jakarta melalui Ahok. Ahok adalah orang yang paling diabenci. Siapa saja yang telah “memberi keuntungan” kepada nama baik Ahok, pasti akan kena getah kebencian GTS, seperti ini.
>
> Dari isi komentar-komentarnya ini, silakan anda nilai sendiri orang macam apakah Kompasianer berinisial Go Tek Shin (GTS) ini, yang tak bernyali dengan bersembunyi di balik nama samarannya sambil melontarkan komentar-komentar sampah seperti ini.
> Sumbangan Tahir kepada Dunia Pendidikan Indonesia
> Padahal, secara nasional, maupun internasional, Tahir sudah lama dikenal sebagai salah satu pengusaha terkaya di Indonesia yang paling dermawan, karena sangat sering memberi sumbangan sosialnya dari yayasan yang diadirikan khusus untuk itu, yakni Tahir Foundation. Kedermawaan Tahir itu dikhususkan kepada dua sektor, yakni kesehatan dan pendidikan.
> Di setiap bencana alam yang berkala besar, Tahir juga selalu mengulur tangannya membantu dari segi dana dan peralatan penanggulan bencana yang dibutuhkan.
> Yang terbaru, selain memberi sumbangan Rp 6 miliar untuk penanggulan bencana banjir di Jakarta.. Baru-baru ini Tahir juga secara khusus terbang dengan pesawat terbang pribadinya ke Manado untuk memberi sumbangan langsung untuk penanggulanan bencana banjir bandang di Manado melalui Gubernur Sulawesi Utara dana sebesar Rp. 2,5 miliar
> Di dunia pendidikan Indonesia Tahir melalui yayasannya dan Bank Mayapada sejak lama sudah memberi sumbangan bantuan dalam bentuk bea siswa di berbagai universitas di seluruh Indonesia, secara berkesinambungan sampai dengan sekarang.
> Sebagai contoh saja, tahun 2009, Bank Mayapada telah menyisihkan dananya sebesar Rp 2,5 triliun dalam bentuk beasiswa penuh selama 2 tahun kepada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kurang mampu namun berprestasi.Program serupa juga sudah dijalankan di sejumlah universitas terkemuka seperti Universitas Indonesia di Jakarta, dan Universitas Airlangga di Surabaya (kontan.co.id).
> Selanjutnya, silakan saja anda melakukan pencarian di Google dengan kata kunci “bea siswa Bank Mayapada”. Maka, anda akan menemukan rangkaian informasi mengenai bea siswa - bea siswa Bank Mayapada yang sejak bertahun-tahun lalu sampai sekarang secara berkesinambungan diberikan kepada berbagai universitas di Indonesia.
> Sumbangan dana oleh Tahir kepada dunia pendidikan, memang juga sampai ke luar negeri. Di antaranya yang pernah dihebohkan dan dipersoalkan oleh orang-orang yang sok nasionalis, dengan mengecam keras Tahir sebagai seorang anasionalis (seperti GTS dalam artikel ini), adalah ketika dia menyumbang sebesar 30 juta dollar AS kepada National University of Singapore (NUS).
> Selain itu, dia juga pernah memberi sumbangan sebesar 1 juta dollar AS kepada University of California, Berkeley, Amerika Serikat.
> NUS adalah universitas almamaternya dan anaknya, sedangkan University of California adalah almamater dari anaknya yang lain. Sumbanga ke NUS untuk kebutuhan pendidikan dan riset. Sedangkan sumbanganb kepada University of Califormia berupa bea siswa untuk mahasiswa internaional yang mengambil program MBA. Tahir mengatakan pemberian sumbangan itu sebagai cara tanda terima kasih dia kepada almamater dia dan anak-anaknya itu, karena telah menempa dia menjadi orang sukses seperti sekarang.
> Tahir punya prinsip, melalui kesuksesan bisnis, setiap orang dapat lebih leluasa mengdermakan bagian dari kesuksesannya itu bagi kemanusiaan.
> Beberapa bentuk kehormatan dan penghargaan sudah diberikan kepada Tahir, antara lain doktor kehormatan dari Universitas Tujuh Belas Agustus, Surabaya, dan dipercaya duduk sebagai Wali Amanat di Universitas of California, Berkeley dan Universitas Pancasila, Jakarta.
> Sumbangan Tahir kepada Dunia Kesehatan Indonesia
> Di dunia kesehatan Tahir juga banyak berderma untuk Indonesia. Salah satunya melalui dua rumah sakit yang didirikannya, Rumah Sakit Mayapada, yang berlokasi di Tangerang, dan satu lagi yang baru diresmikan pada 24 Oktober 2013, di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta. Cabang ketiga Rumah Sakit Mayapada, rencananya akan dibangun di Bali.
> Tahir selalu mengaitkan bantuan sosial di bidang kesehatan antara Tahir Foundation dengan kedua Rumah Sakit miliknya itu. Mereka yang tidak mampu dan memerlukan pengobatan di rumah sakit, akan ditanggung oleh Tahir Foundation berobat di rumah sakitnya itu.
> Menurut Tahir, agar rumah sakit tetap bisa mendapat keuntungan secara maksimal, maka suatu rumah sakit tidak boleh menggabungkan unsur komersial dengan unsur sosialnya menjadi satu. Itulah sebabnya, menurutnya, rumah-rumah sakit pemerintah sulit maju.
> Yang harus dilakukan antara membiarkan rumah sakit beroperasi secara komersial, sementara itu untuk bantuan sosialnya dilakukan oleh yayasan-yayasan kemanusian. Yayasan-yayasan inilah yang membiayai biaya pengobatan pasien tidak mampu di rumah-rumah sakit itu.
> Demikian yang dilakukan oleh Tahir Foundation dengan Rumah Sakit Mayapada yang berslogan “God is Love. Love Never Dies” itu. Sebagai contoh terkini, dalam rangka pembukaan Rumah Sakit Mayapada Lebak Bulus, Jakarta, Tahir Foundation membuka pendaftaran untuk 100 orang tidak mampu yang membutuhkan operasi jantung secara gratis. Tentu saja dengan harus memenuhi persyaratan tertentu.
> Saat ini Tahir Foundation telah memasang iklannya di beberapa media massa besar untuk 100 orang yang membutuhkan bedah jantung tetapi tidak mampu membiayainya, akan ditanggung oleh Tahir Foundation. Untuk keperluan itu Tahir Foundation menyediakan dana sebesar Rp. 12 miliar, dengan asumsi setiap bedah jantung memerlukan biaya sekitar Rp 120 juta.
> Iklan Kemanusiaan dari Tahir Foundation di Harian Kompas, Minggu, 2 Februari 2014
> Majalah Forbes: Tahir adalah Pengusaha Besar Berhati Mulia (Filantropis) dari Indonesia
> Tahir sudah lama baik secara nasional, maupun internasional, dikenal sebagai seorang filantropis Indonesia, pengusaha besar berhati mulia dari Indonesia. Tak heran, ketika pada 30 Mei 2013 lalu, majalah Forbes merilis daftar “48 Heroes of Philantrophy” di Asia, nama Tahir berada di antara 3 nama pengusaha lainnya dari Indonesia. Tiga nama lain itu adalah Jusuf Kalla (mantan Wapres), Irwan Hidajat (pemilik perusahaan jamu “Sido Muncul”), dan Anne Avantie (fashion designer dan social entrepreneur).
> Keempat orang ini dijuluki Forbes dengan sebutan: ”The Wealthiest and Most Generous Indonesians,” “Orang-orang Indonesia Terkaya dan Berhati Paling Mulia.”
> Dari keempat orang ini, Tahir-lah yang paling menonjol dalam berderma untuk Indonesia, baik dalam frekwensinya, konsistensinya, maupun dalam jumlah dananya.
> Istrinya, yang adalah putri dari konglomerat Mochtar Riady, Rosy Riady adalah penggagas sociopreneur, — wirausaha yang berorientasi sosial, — dengan membuka outlet barang bekas di bilangan Jakarta Pusat. Outlet itu diberi nama “h2h” yang merupakan singkatan dari helping 2nd hand. Sesuai namanya, semua hasil penjualan barang didekasikan langsung bagi pemenuhan SPP siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.
> Selain dari Forbes, penghargaan yang pernah didapatkan Tahir atas kiprahnya di dunia bisnis, pendidikan, dan kemanusiaan antara lain, pada 2011: Chancellor Citation dari chancellor University of California, Berkeley, Amerika Serikat (sebuah penghargaan dari chancellor University of California, Robert J. Birgeneau atas kepemimpinan yang luar biasa dalam bisnis dan pengabdiannya dalam kegiatan filantropi dan pelayanan kepada masyarakat), Entrepreneur of the Year 2011 dari Ernst & Young, penghargaan di bidang pendidikan oleh Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Penghargaan dari chancellor University of California, Robert J. Birgeneau tersebut berhasil Dr. Tahir dapatkan juga karena pertimbangan bahwa Dr. Tahir ini tercatat sebagai orang Asia pertama yang menjadi anggota wali amanat University of California (UC) Berkeley, AS (Wikipedia)..
> Tahir dan Bill Gates untuk Indonesia
> Pada 24 April 2013, di Abu Dhabi, setelah bergabung dengan Bill & Melinda Gates Foundation, yayasan sosial milik miliader terkaya di dunia Bill Gates. Tahir menyumbangkan 100 juta dollar AS, dari rencana 200 juta dollar yang akan disetor dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Sumbangan itu untuk membantu yayasan tersebut menanggulangi melawan masalah TBC, HIV, malaria di Indonesia. Dana tersebut juga digunakan untuk memperluas akses alat kontrasepsi.
> Pada kesempatan itu, Tahir berkata kepada sekelompok wartawan asal Indonesia yang meliput acara amal tersebut, “Etnis saya China. Tidak ada yang bisa menyangkal fakta itu. Tapi, yang jauh lebih penting daripada itu adalah bahwa Indonesia tanah air saya. Dan sebagai orang Indonesia saya betul-betul mempunyai kewajiban untuk membagikan apa yang sudah saya terima dari negara saya itu.” (Jakarta Post, 29/04/13).
> Tahir dan GTS
> Tentu saja dengan tidak ada alasan dan logika apa pun untuk bisa membandingkan Tahir dengan GTS. Sangat, amat tidak pantas sekali membandingkan Tahir dengan GTS.
> Yang dimaksudkan dengan “membandingkan” di sini adalah membandingkan pernyataan Tahir itu dengan pelecehan dari GTS kepada Tahir di salah satu komentarnya tersebut di atas.
> Berikut salah satu komentar pelecehan GTS kepada Tahir tersebut:
> “… Tahir itu cari duit dan dapat kekayaannya dari negara mana…? Kalau pemimpin bangsa ini ada nyali, haruslahnya KTP dicabut dan izin memiliki bank dikaji ulang, apa lacur … Jakarta tidak butuh ‘kemurahan hati recehan’ semacam itu, …”
> GTS terus-menerus bicara soal transparansi dan nyali ketika melecehkan Ahok dan siapa saja yang memberi dukungan kepada Ahok, termasuk Tahir, tetapi dia sendiri untuk transparansi identitas di Kompasiana ini saja tak punya nyali. Saking kalapnya, kemuliaan hati dan pengabdian Tahir yang sedemikian nyata dan besar kepada negaranya, secuil pun tidak dihargai oleh GTS.
> Tahir tentu saja secuil pun tak membutuhkan pengakuan dari orang-orang seperti GTS.
> Maka, siapakah yang lebih pantas dicabut KTP-nya, Tahir ataukah GTS yang sama sekali tidak menunjukkan konstribusinya apa pun kepada negaranya ini? Yang kerjanya hanya menebarkan penghinaan dan pengfitnahan seperti ini gara-gara sakit hatinya kepada Ahok selama ini?
> Bisa jadi, ini juga ekspresi dari orang-orang pengdengki, atau korban dari post power syndrome. ***
> Video dari You Tube, ketika secara spontan para pengusaha Indonesia Tionghio memberi sumbangan 51 truk sampah kepada Pemprov DKI Jakarta melalui Aho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar