Dari: "A.Syauqi Yahya"
> BERITA INDUSTRI
>
> Kadin Ragukan Kesiapan RI Sambut AEC 2015
>
> sumber : Investor Daily
>
> JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto meragukan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) akhir 2015. Hingga saat ini, pemerintah maupun dunia usaha belum terlihat berupaya mengintegrasikan program untuk persiapan ke arah AEC.
> Untuk menghadapi AEC, Kadin berharap adanya keterlibatan integratif dalam pembuatan kebijakan pemerintah Indonesia seperti yang sudah dilakukan negara-negara Asean lain, di antaranya Singapura, Malaysia, dan Thailand.
> "Dalam hal ini, Indonesia masih harus berbenah karena sektor swasta masih jauh berada di luar lingkaran pengambilan keputusan oleh negara," ujar Suryo di Jakarta, akhir pekan lalu.
> Indonesia perlu serius mempersiapkan diri menghadapi AEC akhir 2015. Apalagi, berdasarkan data World Economy Forum (WEF), daya saing Indonesia berada di urutan 55 dunia pada 2008 dan kemudian menjadi peringkat 50 dunia tahun 2012. Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura di peringkat tiga dunia, Malaysia ke-25, dan Thailand urutan ke-38.
> Jika ditinjau dari tujuan diberlakukannya, lanjut dia, AEC merupakan realisasi dari keinginan yang tercantum dalam Visi 2020 untuk mengintegrasikan ekonomi negara-negara Asean dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi bersama. Visi 2020 menyatakan, dalam pelaksanaan AEC, negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip pasar terbuka (open market), berorientasi ke luar (outward looking), dan ekonomi yang digerakkan oleh pasar (market drive economy) sesuai dengan ketentuan multilateral.
> Jika AEC diberlakukan akhir 2015, Asean akan terbuka untuk perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan pekerja (free flow of goods, free flow of services, free flow of investment, free flow of capital, dan free flow of skilled labor). "Namun terserah pada masing-masing negara untuk mendapatkan kemanfaatan dari kebebasan tersebut. Dan kita harapkan, dunia usaha nasional terus meningkatkan daya saing," katanya.
> Punya Potensi
> Dia menjelaskan, Indonesia perlu menyadari setiap keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya, seperti comperative advantages yang berkaitan berkaitan dengan tingkat efisiensi dalam memproduksi barang. "Negara yang memiliki efisiensi lebih tinggi akan menjual barangnya kepada negara dengan efisensi lebih rendah," ucap Suryo.
> Karena itu, terintegrasinya basis industri menjadi penting karena negara yang mempunyai comperative advantage tinggi untuk produk tertentu akan menjadi basis industri barang tersebut.
> "Dengan begitu, setiap negara tidak perlu lagi memproduksi semua jenis barang untuk kebutuhannya sendiri". Indonesia memiliki potensi sumber daya alam terbesar, sehingga berpeluang menjadi basis industri pengolahan bagi Asean. Berdasarkan data yang ada, 43% dari penduduk Asean yang sekarang mencapai 600 juta jiwa adalah penduduk Indonesia. Secara demografis, 53% wilayah Asean juga merupakan wilayah Negara Kesatua Republik
> Indonesia.
> "Negara kita memiliki penduduk terbesar dengan biaya hidup yang relatif rendah. Indonesia juga berpotensi menjadi basis industri manufaktur, pertanian pangan, dan perikanan," kata Suryo.
> Namun, untuk mewujudkan potensipotensi tersebut sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mempersiapkan prasarana yang dibutuhkan.
> Beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain lahan untuk kawasan industri, tenaga kerja terampil, menyiapkan infrastruktur, dan sebagainya.
> Pemalsuan dan Re-ekspor
> Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Industri Internasional (KII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Agus Tjahajana menuturkan, pemerintah mulai mewaspadai pemalsuan barang atau upaya menjadikan Indonesia sebagai basis reekspor produk dari negara-negara lain (circumvention).
> Hal ini diperkirakan semakin marak ketika AEC 2015 diberlakukan karena pemberlakuan arus bebas barang dan jasa di kawasan Asean.
> "Kita harus mewaspadai circumvention, yang terdiri atas masuknya bagian, potongan, dan komponen ke wilayah nasional. Kemudian, itu diolah menjadi produk yang menyerupai barang yang dikenakan tindakan anti dumping atau barang lain dengan karakteristik sama," jelas Agus di sela Rapat Kerja Kemenperin dengan Pemerintah Daerah Tahun 2013 di Jakarta, pekan lalu.
> Bentuk circumvention lainnya bisa berupa masuknya barang jadi yang dikenakan tindakan antidumping ke wilayah nasional melalui negara ketiga, yang berasal dari negara terkena tuduhan tindakan anti dumping dari negara tujuan ekspor. Selanjutnya, produk akan diekspor kembali ke negara tujuan ekspor dari wilayah Indonesia.
> Data Kemenperin menunjukkan, hingga Mei 2013, Indonesia menghadapi empat tuduhan tindakan circumvention.
> Keempatnya terdiri atas dari Komisi Eropa atas produk fiber kaca (glass fibers), dari US Department of Commerce atas oil country tubular goods, alas kaki oleh Department Commercial Defense (DECOM) Brasilia, dan atas air conditioners (AC) oleh Undersecretariat of the Prime Ministry of Foreign Trade (DTM) Turkey
>
> --
> --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar