@bende mataram@
Bagian 204
Dengan hati penuh dengan teka-teki, ia berkisar dari tempatnya dan
mempersiapkan gempuran lembek yang tadi dapat meruntuhkan. Dan kembali ia
mendengar suara berdesir.
Tatkala tinjunya dilontarkan, Pringgasakti dapat menangkis cepat, bahkan
bisa pula mendahului menyerang. Dan untuk kedua kalinya, serangan Sangaji
luput. Malahan lengan bajunya sobek selintasan.
Aneh! Dia tahu menebak jurus pukulan rahasia ilmu sakti Kumayan Jati,
sudahlah aneh. Sekarang malahan dapat mendahului pukulan pula, pikir
Sangaji dalam hati. la masih belum percaya. Ia mengira, itulah suatu
kejadian secara kebetulan. Maka dengan sebat ia mengirimkan tiga pukulan
lembek dari jurus tahap kedua. Inilah pukulan lembek yang paling
membahayakan. Selama dia mewarisi ilmu sakti Kumayan Jati, baru pada saat
itulah ia menggunakan.
Pringgasakti nampak gugup, la merasa seperti terdesak dan terhimpit suatu
tenaga angin Tetapi tak dapat menebak dari mana arah datangnya. Mendadak
saja ia mendengar suara...
srrr-srrr... tiga kali berturut-turut. Mendengar suara angin itu, cepat ia
mencengkeramkan dan merabu maju.
Pengalaman adalah mahaguru, kata pepatah. Maka lambat-laun Sangaji jadi
cerdik juga. Tak ragu-ragu lagi, ia menduga kepada orang berjubah abu-abu.
Untuk meyakinkan dirinya segera ia melepaskan pukulan lembek tahap kedua
jurus ke-empat, sambil mengerlingkan mata. Sekarang ia melihat orang
berjubah abu-abu itu menyentil sebutir kerikil yang cepat melesat ke udara.
Suaranya terdengar pula berdesir.
Ah, pantas iblis itu bisa mengelakkan pukulan rahasia ilmu sakti Kumayan
Jati. Tetapi siapakah orang berjubah abu-abu itu yang bisa memberi
petunjuk-petunjuk? Kenapa dia paham pula akan rahasia ilmu sakti Kumayan
Jati yang tiada duanya dalam dunia ini? la terus bergulat dalam benaknya.
Akhirnya memutuskan, "Baiklah! Setelah aku menghabiskan kesembilan jurus
tahap kedua yang lembek, aku akan menyatakan takluk ... Masakan dia akan
memaksa aku melakukan jurus yang keras?"
Pertempuran terus berlangsung dengan bertambah seru. Sangaji selalu menjadi
pihak penyerang. Suatu tanda, bahwa Pringgasakti sebenarnya tiada paham
dengan ilmu sakti Kumayan Jati. Hanya saja, suara berdesirnya kerikil yang
melesat ke udara kian nyata. Bahkan kini, mau tak mau orang berjubah
abu-abu terpaksa dengan terang-terangan membantu Pringgasakti.
Pringgasakti lantas saja bisa merubah diri menjadi pihak penyerang oleh
petunjuk-petunjuk orang berjubah abu-abu. Dia kini jadi galak dan ganas.
Angin serangan bergulungan hebat dan tiap kali gerak didahului dengan suara
desirnya kerikil. Mereka yang berdiri di pinggir gelanggang, kini dapat
menyaksikan dengan terang-terangan bagaimana Pringgasakti dibantu oleh
orang berjubah abu-abu itu. Dua kali Pringgasakti kena terdesak ke pojok.
Tetapi selalu dapat membebaskan diri, malahan bisa membalas menyerang tiga
kali bemntun-runtun.
Titisari yang berotak cerdik, jadi berpikir keras. Ia mulai mencari akal.
Diam-diam ia memungut beberapa butir kerikil. Kemudian meniru perbuatan
orang berjubah abu-abu dengan menyentilkan kerikil itu ke arah Pringgasakti
untuk mengacaukan pemusatan pikirannya. Kadang-kadang ia menyerang ke
tempat kosong, ke udara bebas atau ke tanah. Bahkan berani pula menyerang
kerikil orang berjubah abu-abu itu. Tetapi orang berjubah abu-abu itu
benar-benar mengagumkan. Apabila kerikilnya terpukul, justru bisa
mendengungkan suara lebih tajam dan arah-nya lantas saja bisa bergeser
tempat. Kalau tadi dimaksudkan sebagai penunjuk pertahanan diri, kini oleh
pantulan kerikil Titisari berubah menjadi petunjuk dan menyerang.
Bagus Kempong, Wirapati, Abdulrasim, Cocak Hijau, Manyarsewu, Sawungrana,
Yuyu Rumpung dan Sanjaya semua terheran-heran menyaksikan kehebatan ilmu
menyentil orang berjubah abu-abu itu. Panah atau peluru pistol, tidaklah
sehebat sentilannya. Barangsiapa kena tersentil, pasti takkan berkesempatan
melepaskan sepatah katapun jua.
Titisari berdiri tertegun, la sampai ter-cengang-cengang karena heran bukan
kepalang. Tanpa berkedip ia mengamat-amati orang berjubah abu-abu yang
mengenakan topeng setan.
Dalam pada itu, keadaan Sangaji kena terdesak Pringgasakti yang dapat
bergerak dengan sebat oleh petunjuk sentilan kerikil tajam. Iblis itu
tinggal mengikuti arah segi lintang desiran kerikil. Maka serangannya kian
lama kian berbahaya.
Tiba-tiba terdengarlah suatu suara nyaring. Dan nampaklah dua butir kerikil
saling berbenturan di udara. Kerikil yang pertama melesat agak kendor. Yang
kedua pesat dan menyekat keblat. Tak urung kedua butir itu berbenturan dan
meletikkan sinar api. Justru pada waktu itu Pringgasakti melompat menubruk
dengan menggeram, sedangkan Sangaji cepat-cepat meloncat ke samping.
Kemudian terdengar suara Titisari memekik tinggi.
"Ayah!" Gadis itu lantas saja lari ke arah orang berjubah abu-abu dan terus
memeluknya, la menangis keras sambil berkata menyesali, "Ayah! Kenapa Ayah
mengenakan topeng begini buruk?"
Peristiwa itu di luar dugaan, orang berjubah abu-abu itu sampai dia berdiri
tertegun. Dengan sendirinya keadaan di gelanggang pertempuran jadi berubah.
Pringgasakti yang sudah merangsak menubruk dengan menggerung mendadak saja
berhenti di tengah jalan, karena kehilangan petunjuk. Inilah suatu
kesempatan yang bagus bagi Sangaji. Segera ia melepaskan serangan lembek
jurus kesembilan. Tanpa petunjuk orang berjubah abu-abu, Pringgasakti
kehilangan daya-geraknya bagaikan seseorang yang kehilangan kedua belah
matanya. Maka tak ampun lagi ia kena terpukul jurus kesembilan ilmu sakti
Kumayan Jati dan jatuh terkapar di atas tanah. Seluruh tenaganya seperti
terkikis, sehingga iblis yang terkenal sakti itu tak mampu berdiri tegak lagi.
Abdulrasim yang sudah memperoleh kisikan sang Dewaresi tentang siapakah
Titisari sebe-narnya, kaget sewaktu gadis itu memanggil orang berjubah
abu-abu sebagai ayahnya. Karena kagetnya kakinya sampai gemetaran. Betapa
tidak? la kenal siapakah Ayah Titisari. la kenal pula siapakah Adipati
Surengpati. Selain terkenal bengis dan kejam, ia seorang mahasakti setengah
dewa.
"Ayah kenapa Ayah datang ke mari?" tegur Titisari.
"Kenapa aku datang ke mari? Bukankah karena engkau aku sampai keluyuran ke
mari?"
Titisari girang bukan kepalang. Ia tahu dan semua orang tahu bahwa Adipati
Surengpati adalah seorang tokoh mahasakti yang angkuh. Dahulu pernah
bersumpah takkan mendarat di Pulau Jawa. Dan sumpahnya ditepati, meskipun
oleh sumpah itu membuat dia tak bisa mengejar Pringgasakti. Apa sebab dia
bersumpah tak sudi mendarat di pulau Jawa, adalah gara-gara keputusan
Mangkubumi 1 yang mengesyahkan Pangeran Samber Nyawa menjadi Mangkunegoro 1
di Surakarta. Dia sendiri sebenarnya berangan-angan besar untuk menjadi
salah seorang raja di Pulau Jawa. Karena ternyata angan-angannya tak
tercapai, maka minggatlah dia dari Yogyakarta dan bermukim ke sebuah pulau
di seberang utara Pulau Jawa. Di pulau itu ia mendirikan semacam kerajaan
kecil, dan dialah yang menjadi rajanya.
"Ayah, maksud Ayah hendak mencari aku ternyata sudah tercapai. Bagus!
Bagus!" kata Titisari manja.
"Hm... karena engkaulah aku terpaksa men-genakan topeng buruk ini."
Titisari jadi terharu. Tahulah dia, bahwa untuknya ayahnya bersedia
mengorbankan segalanya. Ternyata nilainya jauh lebih tinggi daripada kitab
pusaka Witaradya yang dipan-dangnya sebagai jiwanya sendiri. Tatkala dahulu
ia kehilangan kitab pusaka Witaradya, tak sudi dia menyeberangi lautan.
Karena mendongkol dan murka ia melampiaskan dendamnya kepada hamba-sahaja
yang setia. Semuanya diputuskan urat dan tulang-belulangnya, sehingga
menjadi orang-orang lumpuh. Tetapi begitu melihat anak daranya melarikan
diri dari Pulau Karimun Jawa, ia batalkan sumpahnya dan terus mengejar
sampai bertemu pada hari itu. Sekalipun mendongkol, Adipati Surengpati
bersyukur menyaksikan anak-daranya tiada kurang suatu apa.
"Ayah!" bisik Titisari lagi yang tahu membaca gejolak hati ayahnya. "Mulai
sekarang, aku berjanji akan menjadi seorang anak yang baik dan penurut. Aku
akan selalu mendengarkan
semua perkataanmu."
Mendengar janji Titisari, Adipati Surengpati terus memeluk anaknya.
"Pimpinlah bangun murid Ayah, si Abu Pringgasakti," ia berkata kepada
Titisari. Titisari segera menghampiri Pringgasakti dan menolong menegakkan.
Bagus Kempong, Wirapati dan pendekar-pendekar lainnya segera membungkuk
memberi hormat kepada Adipati Surengpati. Terdengar Adipati Surengpati
menghela napas dalam. Berkata setengah menyesali.
"Abu! Karena kamu, aku banyak menyiksa orang-orang tak berdosa. Karena
engkau, aku kehilangan sebagian kitab pusaka keluargaku. Sehingga isteriku
meninggal oleh duka cita."
Mendengar ucapan Adipati Surengpati, Pringgasakti menggigil ketakutan. Tapi
begitu mendengar berita meninggalnya isteri Adipati Surengpati, mendadak
saja dia menangis menggerung-gerung.
"Mengapa menangis?" bentak Adipati Surengpati bengis
Peringgasakti kenal baik tabiat gurunya yang benci kepada bunyi tangis.
Maka seketika itu juga, ia berhenti menangis. Sebaliknya Titisari nampak
menjadi manja. Terus saja gadis itu menghampiri ayahnya sambil berkata,
"Ayah! Nampaknya Ayah mendongkol benar kepada Pringgasakti. Apakah Ayah
mendongkol pula terhadapku?"
"Kau pun termasuk salah satu anasir membu-yarkan ketenteraman hatiku. Hm!"
Adipati Su-rengpati menghela napas. Dan Titisari mundur setengah langkah
sambil melilitkan lidahnya.
"Ayah! Mari kuperkenalkan dengan beberapa sahabatku," katanya mengalihkan
pembicaraan. "Inilah Paman Bagus Kempong dan Paman Wirapati, murid Kyai
Kasan Kesambi yang tersohor di seluruh jagat."
"Hm," dengus Adipati Surengpati.
"Dan ini sahabatku, Sangaji." Titisari tak peduli. Tapi Adipati Surengpati
bersikap dingin dan membeku. Ia melemparkan pandang ke sana. Melihat
sikapnya, Bagus Kempong dan Wirapati mendongkol hatinya. Mereka merasa
seperti direndahkan. Diam-diam mereka membenarkan warta tentang watak dan
perangai Adipati Surengpati yang aneh, kejam, bengis dan tak tahu aturan.
Apabila dia menjadi guru seorang iblis seperti Pringgasakti, sudahlah
selayaknya.
Waktu itu Adipati Surengpati menatap muka Titisari sambil berkata
memerintah, "Kau mempunyai benda milik apalagi? Ambillah! Dan ayo berangkat
pulang!"
"Apa yang kupunyai?" Titisari tertawa geli. "Tiada yang kumiliki kecuali
diriku sendiri. Apakah Ayah hendak membawa Abu pulang pula ke Karimun Jawa?"
Dengan mata berkilatan, Adipati Surengpati mengawasi Pringgasakti. Mendadak
saja, Sanjaya yang selama itu berdiam saja datang menghampiri. Memang
pemuda itu adalah seorang anak yang licin dan pandai mengambil hati. Begitu
ia melihat betapa gurunya-Pringgasakti ketakutan setengah mati terhadap
Adipati Surengpati secara tak resmi menjadi kakek gurunya?
"Cucu-murid Sanjaya perkenankan meng-haturkan sembah," katanya takzim.
Adipati Surengpati menoleh kepada Pringgasakti dengan meninggikan alisnya.
Menegas, "Dia cucu muridku? Semenjak kapan dia menjadi muridmu? Dan kapan
pula kamu berhak mengambil murid untuk menurunkan Ilmu Karimun Jawa tanpa
sepengetahuanku?"
Gugup Pringgasakti hendak menjawab. Tetapi belum lagi mulutnya terbuka,
Adipati telah menyambar lengan Sanjaya. Kemudian dilemparkan tinggi di
udara. Begitu ia menangkap dengan tangan kiri, lantas saja tangan kanannya
menghantam pundaknya.
Pringgasakti kaget bukan kepalang sampai dia memekik, "Guru!"
Hajaran Adipati Surengpati membuat Sanjaya jatuh berjungkir-balik di udara
dan runtuh di atas tanah tanpa tenaga.
"Hm!" dengus Adipati Surengpati. "Bagaimana kamu berani mewariskan Ilmu
Karimun Jawa kepadanya? Karena itu, hari ini kurenggut semua tenaganya.
Selanjutnya, dia takkan dapat lagi berlatih ilmu Karimun Jawa. Mengerti?"
Pringgasakti mengangguk dengan mulut ter-bungkam. Sama sekali ia tak
berdaya menghadapi gurunya yang bengis dan sakti. Tetapi masih dia mencoba,
"Guru! Gntuk menghimpun tenaga jasmaniah, seseorang membutuhkan waktu
paling tidak empat tahun lamanya. Apa sebab guru lantas saja melenyapkan
begitu saja? Apakah tidak me-nyayangkan bakat seorang muda sebagai tunas
mekar di kemudian hari?"
"Kau tak perlu mengoceh seperti burung. Sedang nyawamu sendiri belum pasti
selamat, mengapa kau berpura-pura menjadi pahlawan?"
Pringgasakti terkenal sebagai iblis kejam dan bengis. Puluhan bahkan
ratusan orang sudah menjadi korban kebiadapannya.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar