From: A.Syauqi Yahya
Dalam Satu Dekade, Ini Krisis Terbesar AirAsia?
Sigit A. Nugroho
Senin, 29 Desember 2014, 10:53 WIB
VIVAnews - Sudah bukan rahasia lagi kalau perusahaan penerbangan AirAsia memiliki pertumbuhan bisnis yang cukup bagus. Pertama kali beroperasi pada tahun 2001, maskapai asal Malaysia ini hanya punya dua pesawat.
Hanya dalam kurun waktu satu dekade, kini AirAsia tercatat memiliki 180 pesawat jet. Tapi, tampaknya, saat ini AirAsia tengah menghadapi "cuaca buruk".
Tak ayal, ekspresi sang "pilot", Tony Fernandes sedikit masam saat salah satu pesawat perusahaan yang ia miliki diduga hilang. Indonesia AirAsia melaporkan, pada Minggu, 28 Desember 2014, pesawat jenis Airbus 320-300 yang mengangkut 162 penumpang dan kru dari Surabaya ke Singapura itu, kehilangan kontak beberapa menit setelah take off.
"Ini adalah mimpi terburuk saya. Saya sebagai CEO grup, akan berada di sana melalui masa-masa sulit. Kami akan melalui cobaan yang mengerikan ini bersama-sama," kata Fernandes pada akun Twitter-nya, yang memiliki hampir satu juta pengikut.
Pesawat kehilangan kontak setelah pilot meminta untuk mengubah arah demi menghindari cuaca buruk. Pihak berwenang sempat menunda pencarian pada Minggu malam, dan akan dilanjutkan hari ini.

Ini Cara Telkom Group Bantu Pencarian AirAsia QZ8501
Saham perusahaan Indonesia AirAsia dimiliki oleh AirAsia Bhd sebesar 49 persen. Sisanya, dipegang oleh investor lokal.
Peristiwa QZ8501 itu merupakan pukulan telak bagi AirAsia. Maklum, perusahaan yang dirintis Tony Fernandes ini tergolong punya performa pelayanan yang cukup bagus.
Sebelum Minggu kelabu kemarin, AirAsia tercatat sebagai kelompok penerbangan yang nyaris tanpa cacat. Setidaknya bila dibandingkan dengan Malaysia Airlines atau maskapai asal Indonesia seperti Lion Air dan Garuda Indonesia. Dua maskapai itu pernah kehilangan beberapa pesawat dalam satu dekade terahir.
"Tony Fernandes dan AirAsia sangat dihargai oleh industri penerbangan. Maskapai ini sangat sukses dan memiliki catatan keamanan yang sangat baik," kata John Strickland, Direktur JLS Consulting, konsultan yang berbasis di London, dikutip Reuters, Senin, 29 Desember 2014.
AirAsia Grup, yang mencakup afiliasi di Thailand, Filipina dan India, telah menjadi pesaing utama untuk operator regional seperti Malaysia Airlines, Singapore Airlines dan Qantas.
AirAsia dan Lion Air pernah "bersaing" dalam membeli pesawat dari Boeing dan Airbus. Bahkan, keduanya sempat mengeluarkan dana puluhan miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk berbelanja pesawat. Operator penerbangan itu yakin kalau pasar penerbangan di kawasan Asia Tenggara bakal menyalip AS sebagai pasar penerbangan terbesar.
Dengan 475 pesawat yang dipesan atau dikirimkan, AirAsia tercatat sebagai pelanggan terbesar Airbus dari Asia.
Namun, berita hilangnya salah satu pesawat pada Minggu kemarin, membuat bisnis AirAsia sedikit lesu. Bahkan, tidak saja AirAsia, tetapi industri penerbangan Malaysia. Sebab, sebelumnya, Malaysia Airlines kehilangan dua pesawat pada tahun ini.
Selama beberapa bulan terakhir, keuntungan AirAsia tidak terlalu banyak setelah melewati perang harga yang melelahkan. Orderan pesawat juga telah ditunda.
Sementara, harga saham AirAsia pun sempat melemah pada pembukaan perdangan pada Senin pagi tadi. [Baca: Pesawat Hilang Kontak, Saham AirAsia Sempat Jatuh 12,9 Persen]
Baca juga:
Biro Wisata: Manajemen AirAsia yang Terbaik
© VIVA.co.id
COPYRIGHT ©2008 - 2014 PT. VIVA MEDIA BARU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar