Oleh: Refly Harun
If you lose your integrity, you will have no freedom anymore. (Susi Pudjiastuti, 29 Oktober 2014)
Menanggapi susunan kabinet yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu, 26 Oktober 2014, saya menulis "Kabinet Nano Nano". Nano Nano, kita tahu semua, adalah merek permen yang berasa manis, asam, asin sehingga dikatakan ramai rasanya, atau bisa dikatakan pula sejuta rasanya.
Sejujurnya begitulah perasaan saya ketika menyimak perkenalan anggota kabinet pada Minggu sore tersebut. Salah satu alasannya, sejujurnya pula, saya tak kenal semua nama menteri yang diumumkan, yang berbaju serba putih, persis mahasiswa baru yang mengikuti pekan orientasi.
Dalam pandangan saya, nama-nama yang diumumkan tersebut harusnya jagoan di bidangnya masing-masing, yang track record-nya telah dikenal publik untuk bidang tersebut. Selain nama-nama asing, yang saya kenal pun ternyata beberapa di antaranya tidak ditempatkan pada bidang yang selama ini digeluti. Tidak the right person on the right track. Passion (gairah) mereka terhadap bidang atau urusan yang dipercayakan kepada mereka patut diragukan. Passion menjadi penting karena tuntutan Presiden Jokowi adalah kerja, kerja, dan kerja sejak hari pertama.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya telah mengumumkan bahwa kabinet yang akan ia umumkan terdiri dari para profesional, baik yang berasal dari dalam maupun luar parpol. Artinya, kendati orang parpol diakomodasi, hal itu masih dalam koridor profesionalisme. Nyatanya, Presiden Jokowi harus berkompromi pada realitas. Das sein (yang senyatanya) selalu berbeda dengan das sollen (yang seharusnya). Beberapa menteri dari parpol seperti bidak catur, yang digeser ke sana kemari sebelum mendapatkan tempat yang dinilai tepat.
Heboh Susi
Dari yang tidak dikenal tersebut ada nama Susi Pudjiastuti yang diumumkan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sebagian pembaca mungkin sudah mengenal sosok ini, tetapi terus terang saya belum tahu. Maskapai Susi Air pernah secara sayup-sayup saya dengar, tetapi tidak menempel di benak. Tidak seperti maskapai penerbangan Garuda atau Lion.
Minat saya pun tidak pada bidang kelautan dan perikanan, atau kemaritiman dalam bahasa Presiden Jokowi. Bersama frase "revolusi mental", "kemaritiman" menjadi mantra azimat kepresidenan Jokowi. Tidak heran pula ada jabatan baru terkait bidang itu, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang dijabat Indroyono Soesilo.
Begitu diperkenalkan, Susi telah menghebohkan publik. Merokok di lingkungan istana dan kakinya yang bertato menjadi pergunjingan hangat. Satu tambahan lagi, sang menteri ternyata hanya sekolah menengah pertama alias SMP! Sependek pengetahuan penulis, baru kali inilah ada menteri yang cuma tamat SMP. Entah dengan para menteri di era revolusi kemerdekaan yang ditunjuk Bung Karno pada tahun 1945. Keunikan tersebut, kalau mau dikatakan demikian, telah menyebabkan Susi menjadi populer, tidak saja di antara menteri-menteri perempuan yang jumlahnya delapan orang – terbesar selama era reformasi – melainkan pula di antara semua menteri. Berita tentang Susi tak kunjung habis. Rokok, tato, dan SMP menjadi pergunjingan.
Namun, semua hal di atas terlalu kecil untuk dapat menutupi 'keunikan' lain dari menteri dengan pendidikan rendah ini. Susi adalah pengusaha sukses di bidang perikanan dan penerbangan. Dari seorang bakul ikan yang mesti berkelahi dengan dominasi para pria di bisnis tersebut, Susi menjelma menjadi juragan pesawat yang mampu menembus banyak daerah sulit dari Sabang sampai Merauke, daerah-daerah yang tak mampu dihinggapi maskapai-maskapai besar seperti Garuda dan Lion.
Ketika menyatakan menteri harus memiliki passion, saya tak ragu mengatakan bahwa Susi adalah satu di antara mereka. Bidang kelautan dan perikanan, bila dirunut dari latar belakang hidupnya, sepertinya sudah menjadi darah bagi Susi. Bila banyak menteri lain masih meraba-raba apa yang akan dilakukan, Susi sudah menggebrak dengan aturan masuk pukul 07.00 WIB dan pulang lebih cepat setengah jam menjadi pukul 15.00 WIB bagi pegawai Kementeri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Saya meyakini akan banyak lagi gebrakan sang menteri karena ia bekerja dengan pengalaman mumpuni dan passion yang dahsyat. Pendidikan dan gelar akademik menjadi terlalu kerdil berhadapan dengan gairah Susi yang dibentuk dari pergulatan panjang terhadap dunia kelautan dan perikanan. Selain itu, Susi tampak punya jiwa kepemimpinan yang kuat – "tampak" karena saya tak mengenal dari dekat. Yang terpenting, Susi tidak mencari makan dengan menjadi pejabat publik. Ia orang yang sudah selesai dengan kehidupan ekonominya sebelum menjadi menteri, sementara banyak pejabat publik justru menjadi pemburu rente ketika menjabat dengan mantra "aji mumpung".
Conflict of Interest
Ketika Indonesian Corruption Watch (ICW) mengumumkan ada 21 menteri yang potensial mengidap conflict of interest (konflik kepentingan), saya meyakini Susi pasti salah satu yang ditengarai – ICW sendiri tidak menyebut nama-nama menteri yang dimaksud. Publik pun dengan gampang akan menilai demikian. Bagaimana tidak, bisnis Susi di bidang perikanan dan dia menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Sudah pasti kemungkinan konflik kepentingan itu besar.
Di era Presiden SBY pertama (2004-2009), misalnya, ada pengusaha yang menjadi menteri. Laporan sebuah majalah menyatakan bahwa usaha sang usahawan sedang turun drastis, kepemilikan saham di holding company-nya juga menyusut. Namun, ketika ia masuk kabinet dengan jabatan strategis, kekayaannya langsung meningkat pesat, bahkan sempat ditahbiskan sebagai orang terkaya se-Nusantara.
Pengusaha yang menjabat menteri bisa saja memanfaatkan jabatannya untuk lebih memperluas usahanya. Bukan rahasia lagi, proyek-proyek pemerintah kerap jatuh ke tangan keluaga atau kolega pejabat negara. Bahkan ada pula yang menggunakan taktik Ali-Baba. Ali yang mencarikan proyek karena memiliki kekuasaan, Baba yang mengerjakan karena punya modal dan keahlian, plus keberanian.
Untuk meyakinkan publik, segera setelah dilantik, Susi menyatakan mundur dari semua perusahaan yang ia miliki. Saya yakin, tidak semua kita percaya begitu saja bahwa Susi benar-benar tidak cawe-cawe lagi di perusahaannya selama menjadi menteri. Namun, yang perlu kita lihat dari Susi adalah apakah dia akan memanfaatkan jabatan untuk melancarkan dan membesarkan bisnisnya. Saya berharap tidak karena saya sudah kadung "jatuh cinta" dengan menteri nyentrik ini.
Ketika diwawancarai Metro TV pada tanggal 29 Oktober 2014, Menteri Susi meyakinkan bahwa dia tidak akan memanfaatkan jabatannya. Ia sangat menekankan dengan kebanggaan dan integritas karena, menurutnya, itulah yang ia punya. "If you lose your intergrity, you will have no freedom anymore," katanya dengan bahasa Inggris sangat lancar. Bahkan, ia berkomitmen untuk mundur sebagai menteri bila tidak mampu menjaga integritasnya. Rasanya belum ada menteri Jokowi yang membuat pernyataan seperti itu.
Mudah-mudahan eksperimen Presiden Jokowi dengan menteri tamat SMP ini berbuah sukses, agar semua kita sadar bahwa tempat belajar yang terbaik bukan hanya dari bangku sekolah, melainkan dari kehidupan itu sendiri. Selamat bekerja Bu Susi. Semoga jala nelayan kita penuh dengan ikan hari ini. []
DETIKNEWS, 03 November 2014
Refly Harun ; Pengajar dan Praktisi Hukum Tatanegara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar