Dari: "Daniel H.T."
>
>
> http://hukum.kompasiana.com/2014/01/24/monster-akil-mochtrar-628691.html
>
>
> Ketika Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar tertangkap tangan oleh KPK pada tanggal 2 Oktober 2013, Indonesia gempar. Dunia hukum Indonesia bergetar hebat. Mulai dari rakyat biasa sampai Presiden SBY menyatakan keterkejutannya yang teramat sangat. Mereka, kita semua, tidak menyangka sosok seperti Akil Mochtar yangnota bene adalah pejabat tertinggi, seorang ketua di lembaga semulia MK, ternyata bisa disuap. Jangan-jangan kali ini KPK salah tangkap? Tetapi tak mungkin KPK bisa salah tangkap.
> Tetapi, ternyata kasus suap yang berkaitan dengan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas dengan calon bupatinya Hambit Bintih sebagai pihak penyuap, yang menyebabkan Akil Mochtar ditangkap KPK itu hanyalah pembuka, atau awal dari terbongkarnya satu per satu kasus, yang sedemikian banyaknya melibatkan Akil Mochtar. Ternyata kasus suap oleh Hambit Bintih itu hanyalah salah satu yang tergolong terkecil dari rangkaian kasus suap lainnya yang bukan hanya melibatkan Akil Mochtar, tetapi bahkan dia adalah aktor utama dan sekaligus sutradaranya.
> Ternyata selama ini Akil Mochtar telah menjadikan jabatannya di Mahkamah Konstitusi sebagai prasarana utama untuk mendapatkan uang haramnya bermilyar-milyar banyaknya. Untuk menutup-nutupi kejahatannya itu, Akil pun disangka telah melakukan berbagai praktek tindak pidana pencucian uang. Kabar terakhir dari KPK menyatakan bahwa mereka telah menyita aset haram Akil Mochtar sampai saat ini hampir Rp. 200 miliar, dan terbuka kemungkinan masih akan terus bertambah, mengingat mulai terungkap pula satu per satu kasus baru yang diduga melibatkan Akil Mochtar. Misalnya, saat ini KPK mulai menyidik dugaan ada suap dalam sengketa Pilkada Bali, Lampung Selatan, dan Jayapura, yang ketika disidang ketua panelnya juga Akil Mochtar. Sekarang, mulai disebut-sebut juga kasus sengketa Pilkada Jawa Timur.
> Pada saat penyidik KPK menggeladah ruang kerja Akil Mochtar, pada 3 Oktober 2013, secara mengejutkan mereka menemukan juga narkoba. Belakangan kemudian Badan Narkotika Nasional (BNN) mengumumkan narkoba (ganja dan sabu) itu positif milik dan pernah dipakai oleh Akil Mochtar. Rupanya selama itu pula Akil, sang Ketua MK adalah pemakai narkoba!
> Maka lengkap pula kejahatan-kejahatan yang diduga telah dilakukan oleh Akil Mochtar. Mulai dari tindak pidana penyuapan, pencucian uang dan narkoba. Selain disidangkan dalam kasus korupsi dan pencucian uang, Akil juga akan disidang sebagai tersangka pengguna narkoba. Kata mantan Ketua MK Mahfud MD, semua jenis kejahatan sudah dilakukan oleh Akil, yang belum cuma tindak kejahatan terorisme.
> Dari kasus-kasus penyuapan dalam sidang sengketa berbagai pilkada yang ditangani Akil Mochtar terungkap bahwa semua kasus itu benar-benar bukan sesuatu yang spontan terjadinya, tetapi sudah didesain matang-matang oleh Akil Mochtar dibantu beberapa orang kepercayaannya. Akil pro-aktif menghubungi para calon kepala daerah sebagai pihak dalam sengketa-sengketa itu, dan menawari mereka sekaligus mengancam mereka untuk bisa diamenangkan atau dikalahkan dalam sidang sengketa tersebut, dengan syarat imbalan uang yang bermilyar-milyar jumlahnya.
> Dari hasil-hasil penyidikan KPK dan kesaksian-kesaksian di persidangan-persidangan, semakin banyak terungkap kasus-kasus suap baru dalam sengketa-sengketa pilkada lainnya. Misalnya, dalam persidangan kasus Hambit Bintih, yang mendengar kesaksian Chairun Nisa, disebutkan Akil juga pernah menerima suap Rp. 2 miliar dari Walikota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang disidang di MK pada Juli 2013. Ketua panel sidang itu memang adalah Akil Mochtar.
> Terbuka kemungkinan pula akan terungkap lagi kasus-kasus suap sengketa pilkada lainnya dengan aktor utama dan sutradaranya, Akil Mochtar.
> Majalah Tempo edisi 15 Desmber 2013 juga pernah menyebutkan kesaksian dari Mico, Fanji Tirtayasa, sopir orang kepercayaan Akil Mochtar, Muhtar Ependy, yang membawa uang sebanyak Rp 25 miliar ke rumah Akil Mochtar pada 26 Juni 2013. Uang itu dikatakan pemberian dari Budi Antoni yang ketika itu adalah calon Bupati Empat Lawang, Sumatera Selatan, yang dinyatakan kalah oleh KPUD setempat, tetapi kemudian melalui rekayasa bukti dan persidangan di MK, Akil memutuskan memenangkan Budi Antoni.
> Selain itu semakin kelihatan pula betapa Akil benar-benar menjadikan sengketa-sengkata Pilkada yang disidangkan itu sebagai lahan bisnis haramnya secara murni. Kasus-kasus itu di tangan Akil berubah dari kasus hukum menjadi obyek bisnisnya. Pilkada-pilkada itu yang telah menyedot uang negara dalam jumlah besar, terlebih suara rakyat di masing-masing daerah itu sama sekali tidak dianggap olehnya. Semua menjadi mubazir di tangan Akil Mochtar.
> Dari transkrip-transkrip percakapan dia dengan pihak-pihak yang mewakili calon kepala daerah yang bersengketa dan mengharapkan kemenangan secara haram itu terungkap pula bagaimana percakapan tawar-menawar harga rekayasa putusan MK yang mereka lakukan itu. Tak ada bedanya dengan tawar-menawar dalam bisnis saja. Benar-benar layak disebut "bajingan."
> Contohnya, seperti yang terungkap dalam kesaksian Chairun Nisa di persidangan Hambit Binti di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/01/14) mereka melakukan tawar-menawar harga kasus hukum itu seperti tawar-menawar komoditi dagang saja.
> Ketika Akil meminta fee Rp 3 miliar untuk memenangkan Hambit melalui Chairun Nisa, Hambit menawarkannya menjadi Rp. 2 miliar – Rp. 2,5 miliar.
> "Wali Kota Palangkaraya kan Rp 2 ton (Rp. 2 miliar)," kata Chairun Nisa kepada Akil melalui SMS ponsel. Lalu, dijawab Akil, "Itu kan diskon. Kalau ini (Hambit), kan lebih kaya." (Harian Kompas, Jumat, 23/01/14).
> Akil akan merasa terhina dan gusar apabila ada pihak yang memberi dia uang suap yang jumlahnya hanya berbilang puluhan atau ratusan juta rupiah. Seperti yang tergambar dalam transkrip percakapan via BlackBerry Messenger (BBM) antara dia dengan Ketua Partai Golkar Jawa Timur Zainudin Amali ketika berbicara tentang sengketa Pilkada Jawa Timur. Di situ terungkap kegusaran Akil ketika, menurutnya, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham membuatnya jengkel karena hanya terbiasa memberinya uang kecil, yakni jumlahnya hanya pulihan juta rupiah (baca: Penyuap yang Beruntung?).
> Nama Sekjen Partai Golkar ini (Idrus Marham) juga disebut-sebut Chairun Nisa berperan aktif dalam penyuapan kepada Akil Mochtar dalam sidang sengketa Pilkada Palangkaraya. Nama Idrus juga, bersama Setya Novanto (Bendahara Umum Golkar), disebut-sebutkan dalam percakapan BBM antara Zainudin dengan Akil Mochtar.
> Akil juga benar-benar memperlakukan sengketa-sengekta pilkada yang dia pimpin sidangnya itu secara "bisnis profesional." Setiap kasus itu dia rancang dan dia manipulasi data-data dan barang buktinya sedemikian rupa supaya bisa cocok dengan keputusan yang diambilnya, yang tentu saja sesuai dengan kehendak pihak yang menyuapnya, yakni menang dalam sengketa tersebut. Uang-uang haram yang diperolehnya dari "bisnis"-nya itu pun segera dikamuflase dengan berbagai cara supaya tidak kelihatan (pencucian uang). Dengan uangnya ini pula Akil membeli dan menggunakan narkoba.
> Majalah Tempo pernah mengungkapkan kesaksian yang membongkar modus korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Akil Mochtar dan orang kepercayaannya, Muhtar Ependy. Manipulasi putusan sengketa pilkada di MK dilakukan dengan cara merusak dan mengubah rekapitulasi surat suara.
> Dalam kasus sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, misalnya, terjadi perundingan antara Muhtar Ependy dengan calon bupati Budi Antoni mengenai besaran fee yang harus dibayar kepada Akil Muhtar. Setelah merunding beberapa kali dicapai kesepakatan fee-nya sebesar Rp. 25 miliar.
> Setelah itu sopir Muhtar Ependy berangkat ke MK, menemui Akil Mochtar, mengambil formulir C1-KWK yang berisi rekapitulasi suara yang disahkan KPUD Empat Lawang dan Panitia Pengawas.
> Kemudian Mico mencorat-coret angka-angka yang tercantum di situ, dibuat sedemikian rupa sampai selisih suara Budi dengan Joncik, lawannya dalam sengketa pilkada itu, jauh menipis daripada aslinya. Paginya, di percetakan PT Promic International milik Muhtar di Cibinong, Bogor, Mico meminta seorang anggota staf memindai, mengubah jumlah suara sesuai dengan coretannya, lalu mencetak ulang formulir C1 yang masih kosong. Bentuknya sama persis, hanya kini dengan jumlah suara yang baru.
> Hasil dari manipulasi dokumen Pilkada Empat Lawang itu, kemudian dibawa kepada Akil Mochtar di MK. Berdasarkan hasil dokumen manipulasi itu, Akil kemudianmemutuskan kemenangan buat Budi Antoni, dengan memperhitungkan pula surat suara yang ternyata "rusak." Padahal suara suara yang rusak itu pun bagian dari rekayasa, yang dilakukan oleh Muhtar dengan cara membasahinya dengan air.
> Melalui pengacaranya, Akil Mochtar membantah kenal dengan Muhtar Ependy, meskipun mereka dua sama-sama alumnus Universitas Panca Bhakti, Pontianak. "Kepada saya, dia bilang tak kenal Muhtar sama sekali," ujar Tamsil Sjoekoer, pengacara itu. Namun, Tempo mempunyai bukti yang tak terbantahkan bahwa Akil Mochtar dan Muhtar Ependy itu bukan hanya saling kenal saja, tetapi sangat akrab. Terbukti dari 4 lembar foto yang dimiliki Tempo, menunjukkan Muhtar Ependy yang berfoto sambil tersenyum di meja kerja Akil Mochtar di MK, dan selembar foto yang menunjukkan Muhtar sedang duduk di kursi kerja Akil, dan Akil sedang menunjukkan sesuatu di lapotop-nya kepada Muhtar.
> Akil Mochtar dan Muhtar Ependu di ruang kerja Akil di MK. kepada KPK, Akil mengaku, sama sekali tidak kenal Mohtar (Majalah Tempo)
> Dari berbagai fakta-fakta seperti tersebut di atas, tak heran jika kemudian KPK, melalui Juru Bicaranya, Johan Budi menyatakan bahwa khusus untuk Akil Mochtar, KPK berencana untuk menyampaikan tuntutan hukuman maksimal, yakni hukuman penjara seumur hidup kepadanya, sesuai dengan ketentuan pasal di UU Tindak Pidana Korupsi.
> Kita juga sebenarnya juga harus mempertanyakan bagaimana bisa proses seleksi uji kelayakan (fit and proper test) yang pernah dilakukan DPR, yang katanya sangat ketat, meloloskan dengan mulus seorang "Hakim Monster" seperti Akil Mochtar sampai duduk di kursi Ketua MK. Mengingat reputasinya yang sedemikian buruk, apakah "Hakim Monster" ini tidak pernah menggoda para anggoita DPR yang melakukan seleksi terhadapnya itu, dan apakah mereka tidak tergoda?
> "Hakim Monster"? Ya, dengan perilakunya seperti ini, tak berlebihan jika Akil Mohctar diberi julukan "Hakim Monster", atau "Monster Akil Mochtar." ***
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar