Dari: <syauqiyahya@gmail.com>
> Jumat, 10/01/2014 09:05 WIB
>
> Polisi dan Jaksa Bantah Ada Rekayasa Narkoba, MA: Kiamatlah Hukum!
>
> Andi Saputra - detikNews
>
> Ridwan Mansyur (ari saputra/detikcom)
>
> Jakarta - Suara yang awalnya datar, berubah menjadi kegeraman di ujung pembicaraan. Mewakili Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur seakan tidak percaya jika pihak kepolisian dan kejaksaan masih menyangsikan putusan MA yang membuka tabir rekayasa kasus di tubuh korps Bayangkara dan Adhyaksa itu.
>
> Berikut wawancara detikcom dengan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, Jumat (10/1/2014):
>
> Bagaimana MA melihat sikap Polri dan Kejagung yang menyangsikan putusan MA?
>
> Mungkin kita harus selalu mencoba dan harus memahami bahwa benteng terakhir proses hukum itu adalah pengadilan yaitu di pengadilan judex juris atau Mahkamah Agung. Jangankan polisi atau jaksa, hakim juga bisa salah.
>
> Begitu juga di MA. Kalau ada putusan kasasi yang diperbaiki lagi oleh putusan PK, maka kita biasa saja. Tidak perlu bereaksi, harus menghormati, meski itu diperbaiki oleh sesama hakim agung.
>
> Meskipun di PN juga benteng terakhir, tapi masih diberikan upaya hukum kepada para pihak untuk baik banding maupun kasasi. Tapi kalau putusan judex juris (MA), mari kita sama-sama menghormati itu.
>
> Bagaimana jika ada hakim yang terkena kasus?
>
> Memang, masalahnya bagaimana pun ada oknum. Tapi itu kita lihat prosentasenya. Kalau memang ada tentu harus ditindak dan diberi sanksi.
>
> Sebagai catatan, pada 2012 lalu, MA memberhentikan Ahmad Yamani sebagai hakim agung karena terlibat pemalsuan putusan. Hal itu disebut MA sebagai bukti serius MA membersihkan lembaganya. Ketua MA Hatta Ali menyebut hal tersebut baru pertama kali sepanjang sejarah hukum Indonesia.
>
> Satu hal yang penting, hakim itu bertanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Sedangkan jaksa dan polisi kan hanya pro justitia (demi keadilan-red) yaitu tanggung jawabnya ke pelapor atau atasan. Wajar saja jaksa ingin semua terdakwa dihukum. Tapi pengadilan mencari kebenaran.
>
> Tapi polisi dan jaksa masih sanksi dan tidak percaya atas putusan itu. Bagaimana itu?
>
> Silakan baca putusan, jangan saling tuding menuding. Seharusnya penegak hukum merapatkan barisan sama-sama memperbaiki proses peradilan
>
> Pengadilan itu fungsinya mengadili, bukan untuk mencari kemenangan dan menghukum orang. Jaksa itu pasti ingin jika tuntutannya dipenuhi dan terdakwa dihukum. Jadi kalau tidak dipenuhi wajar ada yang tidak puas. Begitu juga yang kalah.
>
> Bagaimana sebetulnya hakim dalam memutus sehingga membuat kesimpulan itu?
>
> Di persidangan itu semua bersaksi dan menghadirkan bukti-bukti. Oleh sebab itu, dalam memutus hakim tidak berdasarkan persepsi, tapi bukti-bukti, lalu dengan keyakinan.
>
> Itu bedanya pro justistia (demi keadilan-red) dengan hakim yang memutus dengan irah-irah putusan 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'
>
> Apa preseden ke depan jika seperti ini terus?
>
> Kalau seperti ini terus, maka kiamatlah hukum. Penegak hukum harus bersikap profesional.
>
> Seperti diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Sutarman mempertanyakan putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.
>
> "Jangan vonis ada rekayasa, kita akan cek Propam dan Profesi apakah ada pelanggaran atau bukan," kata Jenderal Sutarman menanggapi putusan tersebut.
>
> Begitu juga dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyatakan tidak ada alasan apapun untuk melakukan rekayasa. "Itu tidak benar itu kalau rekayasa. Apa untungnya bagi kita?" ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Basuni Masyarif
>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar