8.01.2019

@bende mataram@ Bagian 102

@bende mataram@
Bagian 102


Setelah berkata demikian, cepat ia mengundurkan diri dan lari melompat ke
dalam kere-ta. Segera sais membentak kuda-kudanya dan kereta berangkat
dengan bergeritan.


Panembahan Tirtomoyo mendongkol menyaksikan sikap pemuda ningrat yang
keagung-agungan itu. Dahulu, Raden Mas Said yang terkenal dengan Pangeran
Samber Nyawa tak berani berlaku keagung-agungan terhadapnya. Sekarang
melihat sepak terjang pemuda itu, ia merasa seperti diingusi
terang-terangan. Tetapi sebagai seorang pendeta yang saleh, lekas saja ia
menenangkan diri. Kepada Sangaji ia lalu berkata ramah, "Bocah. Kamu
ikutlah denganku!"


"Aku hendak menunggu sahabatku dahulu ..." sahut Sangaji. la melingukkan
kepala mencari sahabatnya si pemuda kumal. Mendadak saja si pemuda kumal
telah berada di depan-nya. Ia berkata sambil celingukan, "Jangan risaukan
aku. Aku tak kurang suatu apa... Aku nanti datang mencarimu. Apakah kamu
telah membuka lipatan kertasku? ..." setelah berkata demikian ia berlari
menyusup di antara penonton, karena mendengar langkah sera-butan.


Tak lama kemudian, Kartawirya nampak mendatangi. Orang itu benar-benar
sudah bangkrut. Kumisnya yang tebal tinggal separo, seperti habis kena
cabut. Darahnya nampak masih mengental di sudut-sudut bibir dan hidungnya.


Sangaji tertawa dalam hati. Tahulah dia, kalau orang itu kena diselomoti
sahabatnya. Tapi




teringat pada ancamannya kala di losmen Cirebon, segera ia membungkuk pada
Pa-nembahan Tirtomoyo untuk mencari perlindungan. Katanya dengan hormat,
"Aki, terima kasih atas bantuan Aki..."


Panembahan Tirtomoyo tidak melayani upacara itu. Sebat ia menangkap
pergelangan Sangaji, kemudian dibawanya berlalu meninggalkan gelanggang.
Cepat sekali jalannya, se-hingga tahu-tahu sudah berada di jalanan kota
sebelah timur.


Makin lama makin cepat langkah Panembahan Tirtomoyo. Ia seperti hendak
menguji kecakapan Sangaji. Ketika menyaksikan napas Sangaji tetap berjalan
dengan wajar dan sama sekali tidak berangsur, diam-diam ia heran. Untuk
mendapat keyakinan, ia kini mengajak Sangaji berlari-larian. Mula-mula
perlahan-lahan, lambat laun kencang bagaikan angin.


Sangaji pernah mendapat petunjuk-petunjuk yang berguna dari Ki Tujungbiru
tentang menguasai pernapasan. Itulah sebabnya, fa tetap dapat mengikuti
larinya Panembahan Tirtomoyo dengan napas wajar.


"Eh!" Panembahan Tirtomoyo heran. "Dasarmu bagus! Mengapa kau tak dapat
menga-lahkan pemuda tadi?"


Tak tahu Sangaji, bagaimana harus menjawab pertanyaan Panembahan Tirtomoyo.
Karena itu ia hanya tertawa panjang dengan kepala kosong.


"Siapa gurumu?"


"Guruku dua orang?" jawabnya. "Tetapi ada pula seorang yang memberi
petunjuk tentang laku bersemedi dan cara menguasai tenaga dan pernafasan."


"Siapa dia?" tanya Panembahan Tirtomojo cepat.


"Orang menyebutkannya Ki Tunjungbiru. Tapi menurut guruku, dia bernama
Otong Darmawijaya asal dari Banten."


Mendengar nama itu, mendadak saja Panembahan Tirtomojo girang. Dengan
menekam tangan Sangaji, dia berkata,


"Engkau beruntung, bocah. Bagus! Aku kenal siapa dia itu. Eh, siapa
namamu?" "Sangaji."


"Namamu tak buruk pula." Ujar Panembahan Tirtomojo. "Tahukah kau siapakah
guru pemuda ningrat tadi?" Sangaji menggelengkan kepala.


***


Bersambung

Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail

Tidak ada komentar:

Posting Komentar