@bende mataram@
Bagian 27
Sudah barang tentu si nelayan itu gembira. Kebetulan pula, ia seorang
nelayan yang lagi rudin . Perahu ikannya digulung gelombang pada beberapa
bulan yang lalu. Sekarang datanglah suatu rejeki tak terduga. Bagaimana ia
dapat membiarkan kesempatan bagus ini berlalu begitu saja.
Demikianlah setelah berlayar selama satu minggu, sampailah mereka di
Jakarta. Kodrat amat gembira. Begitu kakinya menginjak pantai, ia
berloncat-loncatan dan menandak-nandak. Rasanya, ia seperti dilahirkan
kembali ke dunia. Di Jakarta Kodrat segera mencari sebuah pondokan. Di
pondokan itu ia beristirahat selama tiga hari tiga malam untuk melemaskan
otot-ototnya dan ketegangan hatinya. Ketika telah merasa sehat kembali, ia
mencari hubungan ke tangsi-tangsi kompeni Belanda. Kebetulan waktu itu,
kompeni Belanda sedang membutuhkan tenaga tentara Bumiputera. Kodrat
diterima lamarannya sebagai serdadu. Ia mendapat gaji lumayan jumlahnya.
Bahkan, ia mendapat sebuah kamar pula.
Segera pulanglah dia ke pondokan dengan membawa warta gembira. Tetapi
sesampainya di pondokan, Rukmini dan Sangaji tidak ada. Ditanyakan mereka
kepada tetangga sebelah-menyebelah. Tetapi tetangganya tidak ada yang dapat
memberi keterangan. Maklumlah, Rukmini seorang pendatang baru.
Kodrat jadi uring-uringan. Ingin dia mencarinya sampai ketemu. Tetapi ia
sayang kepada pekerjaannya yang baru. Baiklah aku bersabar dulu, pikirnya.
Dia seorang perempuan lagi membawa anak pula. Pastilah tidak dapat
meninggalkan kota asing ini. Perlahan-lahan kucari, pasti ketemu. Seminggu
dua minggu, ia berusaha mencari setiap kali habis dinas. Namun usahanya
sia-sia. Akhirnya ia mendongkol dan penuh dendam. Ia berjanji dalam hati,
hendak membunuh mereka berdua.
Hari terus merangkak-rangkak tiada henti. Bulan Agustus 1792 telah tiba.
Dunia dalam keadaan terguncang. Di Eropa timbul masalah-masalah
persengketaan. Di Negeri Belanda pun tak terkecuali. Negeri-negeri jajahan
menjadi suatu ajang pembicaraan ramai. Perebutan-perebutan kekuasaan antara
pemilik-pemilik modal dan para pangeran kian menja¬di sengit.
Kedudukan VOC di Jakarta mulai pula berbicara. Kegelisahan-kegelisahan
terjadi. Pemimpin-pemimpin militer kini menunjukkan giginya kepada para
pengusaha. Masing-ma-sing saling memperkuat diri. Maka tenaga kesatuan
militer Bumiputera makin banyak dibutuhkan untuk mempertahankan hak-hak
tertentu.
Orang-orang Belanda mulai memperhatikan kesetiaan dan kesanggupan
begundal-begun-dalnya. Hadiah-hadiah dan pangkat-pangkat dibagikan dengan
murah.
Kodrat yang menyerahkan seluruh hidupnya kepada pekerjaannya sudah semenjak
lama berusaha memperoleh perhatian layak. Tidaklah mengherankan, kalau
dalam masa tiga bulan saja ia kejatuhan bintang cemerlang.
Pangkatnya naik menjadi Kopral dan ia dipindahkan di bagian pasukan
berkuda. Selain itu ia dipilih pula sebagai pengawal pribadi Mayor
Nieuwenhuisz.
Mayor Nieuwenhuisz seringkali keluar daerah. Ia selalu diajak serta.
Sebagai seseorang yang biasa menghamba, maka dengan cepat juga ia dapat
mengambil hati majikannya yang baru. Ia dijanjikan pangkat sersan apabila
dapat bekerja dengan baik pada masa tiga bulan lagi. Janji itu alangkah
menyenangkan dan membesarkan hatinya.
Pada suatu hari, Mayor Nieuwenhuisz mengirimkan VOC ke Cirebon dengan tugas
mengawasi keluarga Sultan Kanoman. Ada berita, kalau rakyat Cirebon dengan
diam-diam menyusun suatu pemberontakan.
Kodrat ditugaskan memimpin regu penggempur di samping mengatur pengawalan.
Tugas kali ini tak menyenangkan hatinya. Ia takut berangkat ke Timur.
Wirapati dan pamannya, masih saja merupakan momok baginya. Ia sadar dan
mengenal watak pamannya Orang tua itu takkan berhenti mengikuti jejaknya
selama dia belum berhasil meringkus dirinya. Tetapi ia tak berdaya menolak
tugas itu. Maka berangkatlah dia dengan 250 serdadu berkuda. Kudanya
berderap gagah de¬ngan diiringi tetabuhan dan genderang. Kesannya
menggairahkan hati. Desa-desa yang dilewati kaget terbangun. Penduduknya
berlari-larian ke jalan, berdiri mengagumi.
Pada tanggal 24 Agustus 1792, pasukan berhenti dan berkemah di Jatibarang.
Mereka memilih sebuah lapangan luas. Tenda-tenda kemudian didirikan.
Penjagaan-penjagaan diadakan dengan waspada, karena mereka akan memasuki
daerah pemberontakan.
Selama itu hati Kodrat tidak tenteram. Ia merasa seperti diincar pamannya
dan Wirapati. Tetapi entah di mana mereka berdua berada, tak dapat dia
menduganya.
Prarasa manusia kerapkali benar. Itulah karunia alam sebagai pelengkap
jasmaniah tiap manusia dalam hukum mempertahankan jenis. Sungguh! Waktu itu
Jaga Saradenta dan Wirapati benar-benar tidak jauh daripadanya.
Mereka berdua telah menjelajah seluruh daerah Cirebon selama tiga bulan
lebih. Mereka tak mengenal lelah mencari keterangan tentang jejak Kodrat.
Hanya tak pernah terlintas dalam pikirannya, kalau Kodrat melintasi lautan.
Itulah sebabnya, perjalanannya berlarut-larut tanpa pedoman yang pasti.
Pada hari itu mereka berdua sampai di Jatibarang, bertepatan dengan
kesibukan penduduk kota mewartakan datangnya pasukan kompeni Belanda.
Sebagai dua orang yang berpaham menentang penjajahan mereka tertarik kepada
berita itu. Ingin mereka menyaksikan kekuatan kompeni dari dekat. Siapa
tahu pengalaman itu kelak ada gunanya di kemudi¬an hari.
Mendadak, mereka melihat seorang kopral bangsa Bumiputera, Jaga Saradenta
lantas saja mengenal siapa dia. Cepat ia membisiki Wirapati.
"Apa benar dia Kodrat?" Wirapati minta keyakinan.
"Hm. Biar dia berganti rupa seribu kali sehari, aku tak bisa dikecohnya.
Semenjak kanak-kanak, akulah yang mengasuh dan merawatnya," sahut Jaga
Saradenta. Tetapi setelah berkata demikian, ia jadi bersedih hati.
Teringatlah dia masa kanak-kanak kemenakannya.
Pada malam harinya, mereka berdua mulai bekerja. Waktu itu bulan gede telah
lampau beberapa hari. Dunia jadi gelap pekat. Keadaan demikian menolong
pekerjaan me¬reka.
Di tengah lapang, kompeni-kompeni sedang menyalakan api unggun. Angin malam
mulai menyelinapi tubuh. Itulah sebabnya, maka serdadu-serdadu banyak yang
meninggalkan tendanya.
Menjelang tengah malam, mereka mulai mengundurkan diri. Rasa lelah karena
perjalanan panjang mulai berbicara. Kodrat mendapat giliran jaga malam. la
memimpin dua belas orang serdadu. Jaga Saradenta dan Wirapati yang
mengintip dari luar menemui kesukaran. Mereka mengusahakan diri agar jangan
terlibat dalam suatu perkelahian. Biarpun mereka kuat, masa kuasa melawan
kompeni sebanyak itu.
Karena pertimbangan itu maka mereka menunggu saat yang tepat. Tiga empat
jam mereka menunggu. Kodrat tidak juga terpisah dari teman-temannya.
Malahan seringkali dia berada di dalam tenda penjagaan. Hal itu
menjengkelkan hati Jaga Saradenta dan Wirapati. Tetapi sampai fajar hari
harapan mereka tak terkabul. Terpaksalah mereka melepaskan buruannya.
Keesokan harinya mereka mencoba lagi. Pada tengah malam dikunjunginya
perkemahan kompeni dengan diam-diam. Kodrat tidak nampak. Dia habis
mendapat giliran jaga malam. Maka malam itu dia istirahat. Kembali mereka
gagal.
Bersambung
Sent with AquaMail for Android
https://www.mobisystems.com/aqua-mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar